Bab 10. Aksi King

1603 Words
Setibanya di rumah, Wina langsung mengantarkan King ke kamarnya. Ia meminta King mandi air hangat lalu berganti pakaian. Ia memastikan King tidak kesakitan ataupun mengeluhkan hal yang lain. "Mama bisa turun dan memasak, aku mau rebahan bentar," kata King. Ia merasa pusing, tetapi kata dokter itu normal karena efek benturan kemarin. "Oke. Panggil Mama kalau kamu butuh sesuatu," ujar Wina. King mengangguk. Yang ia butuhkan hanyalah waktu untuk menyelinap. "Nanti aku turun buat makan. Mama tenang aja, aku cuma mau tiduran dan baca buku." "Oke, Sayang. Mama akan memasak semuanya dengan cepat biar kamu nggak kelaperan," tukas Wina. Ia mencubit pipi King hingga anak itu nyengir lebar. Wina meninggalkan kamar King lalu menuruni anak tangga. Ia mendapati Roki sedang memakai apron. Tampak sekali pria itu sedang bersiap untuk memasak. Ada rasa bersalah yang mampir ke hati Wina ketika ia menatap punggung Roki. Tentu saja semuanya gara-gara Ian! Wina mengulum bibirnya. Entah setan apa yang merasuki Ian hingga tiba-tiba menciumnya. Dan sial, ia cukup menikmati ciuman itu. Wina menggeleng, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tak terlena pada pria itu. "Hei, King di atas?" tanya Roki seraya membalik badan. "Ehm, ya." Wina menepis rasa bersalahnya. Ia mendekati Roki dan langsung memeluk pria itu dengan lembut. "Aku minta maaf." "Kenapa kamu minta maaf, Sayang?" tanya Roki. Ia membelai pipi Wina lalu menahan rahangnya. "Aku udah bikin kamu repot terus," jawab Wina. "Aku berciuman dengan pria lain." "Aku sama sekali nggak repot. Kamu nggak usah mikir kayak gitu," kata Roki dengan lembut. "Udah hampir malem, lebih baik kita masak sekarang. King mungkin udah laper." "Oke. Aku pakai apron dulu," kata Wina. Ia hendak beringsut ke konter dapur, tetapi kedua lengan Roki masih melingkar di pinggangnya. Dan Wina tertawa kecil. "Kamu bilang, kita harus masak?" "Ya, tapi ternyata aku kangen kamu. Banget." Roki mendaratkan kecupan di bibir Wina sekali. Ia tersenyum ketika Wina juga tersenyum. Dan kemudian, ia langsung mencium bibir Wina. Keduanya berciuman selama beberapa saat hingga akhirnya Wina melepaskan diri. Ia berdehem pelan lalu meringis dan menoleh ke arah anak tangga. Tak ada King, tetapi ia selalu menjadikan King sebagai alasan ketika ciuman itu semakin terasa menuntut. "Aku takut King tiba-tiba turun," ujarnya. Roki tertawa kecil. "Ya, aku juga nggak mau dia cemburu gara-gara aku sangat ingin memiliki kamu!" Wina ikut tertawa. Roki memang pria baik. Roki juga sangat menyayangi King. "Aku akan siapin sausnya, kamu bisa panasin panggangan sosis." *** Sementara itu di lantai atas, King baru saja keluar dari kamarnya. Ia mengendap-endap berjalan menuju kamar ibunya. King tersenyum lebar melihat laptop ibunya yang ada di atas meja kerja. Ia yakin ibunya belum sempat mengecek pekerjaan karena ia sakit, jadi inilah kesempatannya untuk beraksi. King membuka email dari Ian lalu masuk ke web pendaftaran SD Permata Hati. Ia sudah melihat profil sekolah itu dan memang itu adalah salah satu sekolah favorit. Ia tak akan kecewa bersekolah di sana. Lagipula, ada Ian yang menjadi kepala sekolah dan pemilik yayasan. "Aku aman di sekolah itu, semoga aja," gumam King seraya mengetik dengan cepat. Ia mengisi data dirinya dan juga data Wina sebagai wali. Ia hanya perlu tanda tangan atau cap jempol Wina nanti. King membutuhkan uang untuk biaya pendaftaran, tetapi ia bisa mentransfernya dengan mudah karena ia bisa mengakses akun bank Wina di laptop tersebut. Ia sudah sering membobol akun ibunya untuk membeli beberapa keperluan game dan koleksinya. Wina tak akan terkejut jika tiba-tiba saldo rekeningnya berkurang. Namun, tentu saja King akan mendapatkan omelan yang cukup panjang. King tersenyum lebar. Semua data telah ia masukkan dan ia sedang menunggu formulir serta bukti p********n dicetak. "Jangan sampai ketahuan mama." King mondar-mandir di depan mesin printer dan akhirnya ia bisa bernapas lega setelah kertas-kertas itu keluar. King memastikan tak ada barang yang berantakan di kamar Wina. Ia mematikan laptop lagi lalu membuka pintu dengan hati-hati. Ia akan mencuri cap jempol Wina malam nanti lalu ia akan menelepon Ian agar datang mengambil formulir, atau mungkin ia bisa mengirimkan formulir itu dengan bantuan kurir—jika ia bisa mencuri ponsel ibunya. King akan memikirkannya nanti. Ia menyimpan berkas itu di laci meja belajarnya lalu tersenyum menatap bola basket miliknya. Ia terkenang dengan senyuman Ian begitu saja. "Aku ingin ketemu lagi sama papa," gumam King sebelum ia meninggalkan kamar. King menuruni anak tangga dengan hati-hati, sebab ia tahu ibunya sedang berduaan dengan Roki di dapur. Dan ia tahu apa yang terkadang dilakukan ibunya ketika tengah berduaan dengan pria baik itu. King pernah mendapati mereka berciuman, tetapi ia berpura-pura tak melihat semuanya. King mendengar tawa ibunya. Itu berarti aman, jika semua hening justru akan mencurigakan menurut King. Ia melongok ke pintu dapur dan mendapati ibunya sedang mengaduk saus sementara Roki mengangkat pasta dari panci. Keduanya tertawa dengan menyenangkan hingga Roki pun ikut tertawa. "Apa udah mateng?" tanya King begitu ia melangkah masuk. Wina mematikan kompornya lalu membalik badan untuk menyambut King. "Bentar lagi. Kamu nggak pusing?" "Kepala aku nggak, tapi kayaknya perut aku yang pusing," jawab King. Wina tertawa disusul oleh Roki. "Kamu duduk aja. Mama tinggal sajikan ini. Dan ... sosis! Kamu tunggu aja." "Boleh aku minum s**u?" tanya King seraya mendekati kulkas. "Ya. Tapi, ambil gelas. Jangan minum dari kartonnya," kata Wina memperingatkan. King meringis. Sebuah kebiasaan buruk yang sering ia lakukan diam-diam jika ibunya tidak di dapur. Ia pun mengambil gelas lalu menuangkan isi karton s**u ke sana. Ia membawa gelas itu ke meja, duduk manis dan mulai menyeruput s**u segar itu. "King, kamu udah lihat calon sekolah baru kamu?" tanya Roki. Ia mengambil tiga piring saji lalu menaruh pasta di sana sementara Wina menuangkan saus dan keju di atasnya. "Ehm ... belum. Kemarin rencananya mau ke sana hari ini. Tapi, Om tahu apa yang terjadi." King mengayunkan tangannya di udara seolah ingin menunjukkan adegan tabrakan itu. "Aku sakit." "Ya, kamu pasti betah di sekolah baru kamu nanti. Keponakan Om sekolah di sana dan mungkin kalian bisa jadi teman," kata Roki lagi. "SD Citra Bangsa adalah yang terbaik." King hanya nyengir. Ia sudah melihat sekolah itu dengan ponsel Wina ketika ia meminjamnya di rumah sakit. Sekolah itu memang bagus dan cukup dekat. Namun, King lebih tertarik dengan sekolah milik Ian—ayahnya. "Aku takut ... masuk sekolah baru," gumam King. Wina mengangkat dagunya. Ia lalu membawa sepiring sosis panggang dan spaghetti ke meja makan. "Jangan takut, King. Kamu bisa membaur dengan mereka." King mencebik. "Aku nggak bisa lupa, bagaimana orang-orang menganggap aku anak aneh. Dan aku nggak bisa lupa ketika mereka mengatai aku anak yatim nggak punya papa." Wina menelan keras. "Itu nggak akan terjadi di SD Citra Bangsa. Mama udah ngobrol sama kepala sekolahnya. Dan nggak ada kejadian bullying di sana. Jadi, kamu nggak usah khawatir. Kita bisa melihat-lihat dulu sekolahnya. Tapi, nanti aja setelah kamu sembuh total." King hanya mengangkat bahu kecilnya. Ia tak akan masuk ke sekolah itu. Ia akan masuk ke sekolah milik ayahnya dan ia akan aman di sana. Tak ada yang akan menyentuh putra dari pemilik yayasan, pikir King saat ini. "Mama kamu benar," timpal Roki yang bergabung di meja makan. Ia membawa dua kopi untuknya dan Wina. "Om akan segera menikahi mama kamu, jadi tak ada yang akan mengatai kamu lagi." King menarik ujung bibirnya membentuk senyuman lurus. Beberapa bulan yang lalu, ia akan senang jika Wina lekas menikah dengan Roki. Tapi sekarang, setelah ia bertemu dengan Ian, ia tak ingin ibunya menikah dengan Roki. Entah bagaimana, ia yakin ibunya tidak begitu mencintai Roki. Ibunya hanya sedikit bergantung—mungkin berutang budi—pada Roki. Wina tersenyum canggung. Ia memutar cincin di jari manisnya dengan gelisah. Sebab, membicarakan pernikahan tidak lagi menyenangkan. Ia tak bisa melupakan ciumannya dengan Ian siang tadi dan itu sungguh gila. Ia ingin menghapusnya. Ia memiliki Roki, ia akan melupakan Ian malam ini, pikir Wina. "Ayo makan!" ujar Wina. Ia melempar senyum pada Roki dan King bergantian. King mengangguk. Ia langsung makan dengan patuh. Ia memuji masakan kolaborasi Wina dan Roki. Roki berkata padanya bahwa ia akan memasak untuknya setiap hari jika ia mau, dan King hanya bisa nyengir. "Mama, boleh aku main game di ponsel Mama bentar?" Setelah makan, King langsung mencuri kesempatan untuk menggunakan ponsel Wina. "Ya, bentar aja. Selama Mama mencuci piring," jawab Wina. King mengangguk. Ia tak bermain game seperti yang ia katakan. Ia mengirim pesan pada Ian. Aku: Om, aku udah ngisi formulir dan membayar biaya pendaftaran sekolah. Aku akan dapatkan cap jempol Mama malam ini. Di mana aku bisa ketemu Om besok pagi? Aku: Atau lusa? King beralih ke sebuah game. Ia tertawa dan berpura-pura menikmati, tetapi sebenarnya ia hanya menunggu balasan Ian. 089xx: Besok pagi di gang belakang rumah kamu. Om pakai mobil merah. Aku: Oke. Besok pagi pukul 5.30. Jangan terlambat. Tidak perlu dibalas. King menghapus semua riwayat percakapannya dengan Ian. Ia tak ingin ketahuan sekarang—belum saatnya. Ia lalu meletakkan ponsel itu di atas meja. "Apa kamu mau menginap malam ini?" King mendengar Wina bertanya pada Roki. Dan King mendadak pusing, ia tak ingin ada Roki di kamar ibunya, itu akan merepotkan jika ia harus mendapatkan cap jempol ibunya malam ini. "Ya, kalau kamu mau," jawab Roki. King mendengkus ketika Roki menyapukan bibirnya di pipi Wina. Ia berpura-pura tak melihat lalu berdiri, berdehem di seberang konter dapur. "Ma, boleh aku tidur sama Mama malam ini? Kayaknya aku mau ditemani Mama. Aku rasa, aku bakal mimpi buruk gara-gara aku abis nginep di rumah sakit," kata King. Wina tersenyum canggung. Ia lalu menoleh pada Roki yang baru saja mengangkat bahunya. "Ehm ... ya, nanti Mama temani kamu." King mengangguk pelan. Senyum lebar menghiasai wajahnya karena ia berhasil menggagalkan rencana berduaan Wina dan Roki. Ia juga akan tidur dengan Wina, itu artinya akan lebih mudah baginya mencuri cap jempol Wina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD