Bab 5

1735 Words
Hailey mengetik satu persatu di atas papan keyboard dengan cepat. Mencatat semua informasi yang sudah ia dapatkan. Meskipun belum sempurna Hailey harus cepat menyelesaikan misinya. Misi kali ini lebih menantang dari yang sebelumnya. Persiapan tentunya harus di siapkan dengan baik. "Kamu sudah bekerja keras Hailey" Gadis itu sama sekali tidak menoleh bahkan saat Rehan sudah berdiri di sampingnya. "Aku tidak akan main-main. Targetku cukup kuat kali ini" "Kamu bisa dengan mudah mengalahkannya kenapa kau tidak melakukan itu" Jari jari Hailey secara kompak berhenti untuk mengetik. Dia menoleh ke arah Rehan yang bersandar di tepi mejanya. "Tugasku untuk mencari informasi tentangnya jika aku membunuhnya sama saja aku menggagalkan misi ku sendiri" "Apa kali ini kamu tidak membutuhkan bantuanku lagi?" tawar Rehan. Hailey tertawa geli kemudian beranjak dari duduknya mendekati Rehan. Lelaki itu menarik pinggang Hailey. "Biar kali ini aku tidak akan melibatkanmu. Ini terlalu menarik untuk di sia siakan" kemudian Hailey mengecup bibir Rehan. "Apa kamu yakin?" tanya Rehan. "Tentu saja. Bagiku cepat atau lambat aku akan membongkar kedok jahatnya" Hailey kembali melanjutkan kesibukan dia. Rehan tak lama pergi dari tempat Hailey dengan cara sekejap mata. --- "Kau berhasil memberinya pelajaran?" "Maaf bos. Orang yang di percaya pergi kesana semua mati. Mobil mereka mengalami kerusakan rem" "Kurang ajar. Kalian memang tidak becus. Dengan seorang wanita saja kalah!"  Zack meninju orang di depannya untuk meluapkan kemarahannya. "Wanita itu harus mati di tanganku. Karena dia sekarang Robbie di penjara" Zack menghabiskan wine dia sebelum membanting gelasnya. "Cari informasi yang berkaitan dengan wanita itu. Aku ingin membunuhnya secara perlahan kalau perlu ke orang orang terdekatnya" "Sekarang keluarlah" perintah Zack. Tak lama pintu terbuka seorang wanita masuk sambil melangkahi seorang mayat yang tergeletak di lantai dengan darah di seluruh tubuhnya. "Kau gagal lagi" Katanya. Zack meliriknya dengan sinis. "Apa urusanmu" "Tentu saja urusanku. Aku ini kan tunanganmu" Wanita itu langsung melingkarkan tanganmu di leher Zack. "Sarah. Jika kau menganggapku sebagai tunanganmu maka lakukan sesuatu untukku" "Maksudmu untuk menyerahkan Hailey padamu?" "Apa kamu takut menjadi penghianat dalam pertemanan kalian?" Zack bertanya balik. Sarah tersenyum penuh arti. "Tidak ada teman di antara kami. Aku hanya penasaran dengannya" Sarah memberikan sesuatu pada Zack. "Untuk apa?" "Aku mengambilnya dari teman terbaik Hailey. Bernama Rehan. Manfaatkan saja ponsel itu mungkin akan berguna bagimu" "Gadis pintar. Tidak rugi aku memilihmu" Zack mencium habis bibir Sarah seolah tak ada ampun sampai mereka melakukan hal yang jauh lebih intim lagi. Mengabaikan jika ada mayat di satu ruangan yang mereka tempati. ----- "Hailey untuk apa membawa koper?" Seru Aland. "Pergi dari sini" sahut gadis itu. "Apa kamu marah denganku?" Hailey menghela nafas rendah "Menurutmu apa aku harus marah denganmu baru boleh pergi?" Tanya dia balik. "Jadi kamu akan kemana" "Pindah" jawabnya enteng. "Ya sudah pergi saja sana" "Kamu mengusirku!" pekik Hailey. Aland menaikkan sebelah alisnya. "Loh bukannya kamu yang ingin pergi dari sini?" Hailey berdecak kesal "Musuhku semakin banyak jika aku tetap tinggal di sini maka bisa saja rahasia terbesar kita terbongkar. Kau tidak ingin kan identitas keluarga kita di ketahui banyak orang?" "Terserah apa yang akan kamu lakukan. Hailey kamu sudah dewasa apapun yang kamu putuskan kakak harap itu yang terbaik untukmu. Jika butuh bantuan aku akan selalu ada" Hailey memeluk Aland "Aku sangat menyayangimu kak. Kalau begitu aku pergi duluan ya. Kau pasti tau aku akan pergi kemana jadi tidak perlu ku jelaskan lagi" Aland menggelengkan kepala. Hailey dan kekerasan kepalaannya tidak pernah berubah. Selalu bertindak sesuka hati meskipun berbahaya. "Oh ya satu lagi" Hailey berbalik "Tolong setiap hari kirimkan darah segar ke tempatku" serunya. Aland berkacak pinggang. Hailey kembali menarik kopernya. "Ck! dasar gadis keras kepala" gumam Aland. "Kakak aku masih bisa dengar suaramu!" Teriak Hailey meskipun jarak di antara mereka sudah jauh. Aland tertawa geli. Hailey membaringkan tubuhnya di tempat tidur begitu dia tiba di penthouse miliknya sambil melihat langit langit kamar yang berwarna putih. Sebuah penthouse besar yang menempati dua lantai paling atas lengkap dengan fasilitas kolam renang. Karena setiap lantai hanya akan ada satu penthouse. Dan milik Hailey termasuk nomor dua terbesar di sana. Entah yang pertama di miliki siapa, sebuah  penthouse paling besar yang berada satu lantai di bawahnya. Pukul 09:00 pm. Saat gadis 25 tahun itu selesai membereskan barangnya sebelum terdengar bunyi ketukan pintu depan. "Aku baru saja pindah kenapa sudah ada tamu yang datang?" Gumam dia sambil meraih sebuah pistol di atas meja. Namun begitu pintu di buka. "Auntie!!" Seru Arthur. Terlihat Aaron di belakangnya menemani. "Apa yang kalian lakukan datang kemari?" "Tanyakan saja pada ponakanmu ini yang selalu merengek ingin bertemu denganmu" ucap Aaron dengan nada sedikit kesal. Hailey menyembunyikan pistol di balik tubuhnya. Sebelah tangan dia mengacak rambut Arthur dan menyuruh mereka masuk. "Aku titipkan Arthur padamu. Aku masih ada urusan. Jaga dia baik-baik" Pesan Aaron. "Tenang saja. Aku akan menjaganya sebaik mungkin. Iyakan buddy?" Ujar Hailey sembari mengode Arthur. Bocah itu mengacungkan jempolnya. "Kenapa kamu pindah kemari?" Tanya Arthur begitu dia duduk di salah satu sofa. Hailey meletakkan pistolnya ke dalam laci kemudian menghampiri bocah kecil itu. "Agar kau tidak menemukan ku" Katanya. Arthur berdecak lidah. "Kamu berbohong. Jika kamu ingin bersembunyi dariku kenapa aku begitu mudah menemukanmu?" "Ish kau ini" Hailey mencubit hidung Arthur "itu karna kau datang bersama daddy mu bodoh. Kemanapun aku pergi Daddy mu itu pasti tau" Hailey beranjak dari duduk nya. "Apa kamu ingin makan?" tanya dia pada Arthur "aku akan membuatkan sesuatu untukmu" "Lebih baik aku tidak makan dari pada makan masakanmu beracunmu itu" "Anak kecil mulutmu pedas sekali" Arthur menjulurkan lidahnya "Tapi aku mau mendengarkan cerita tentang vampir lagi" Hailey kembali duduk sambil merangkul Arthur. Bocah 10 tahun itu memang tidak tau siapa sebenarnya keluarga yang membesarkannya. Kedua orang tua Arthur selama ini telah menyembunyikan identitas mereka dari Arthur. "Bagaimana kalau kali ini kita ke tempat wisata malam" ujar Hailey. "Kenapa harus sekarang. Aku kemari hanya ingin mendengar cerita darimu lagi" "Aku sedang kehabisan kata-kata untuk merangkai kalimat" Ucap Hailey beralasan. "Sudahlah lain kali saja aku bercerita lagi. Ini pakai sweatermu di luar dingin" Arthur menangkap Sweater yang Hailey lemparkan. "Kau tidak memakai mobil?" Protes Arthur saat Hailey memberinya helm. "Mobilku sedang rusak. Lagian motor juga tidak buruk. Cepat naik" "Iya. Kamu cerewet sekali" Arthur naik di jok motor memeluk jaket kulit Hailey dari belakang. Gadis itu mengendarai motornya dengan santai namun tiba-tiba belum sampai ke tempat tujuan dua mobil menghalangi jalannya. "Siapa mereka?" Ucap Arthur. "Kamu pegangan dengan kuat jangan sampai kendor sedikitpun. Apa kamu mengerti!" Sahut Hailey. Cengkeraman Arthur terasa semakin kuat. Tandanya bocah itu mendengarkan kata-kata Hailey. Dua orang turun dari mobil. Hailey bersiap menancap motornya. "Tangkap mereka hidup hidup" Hailey memutar balik motornya hingga meninggalkan jejak ban di atas aspal. Salah satu mobil mengejar mereka. "Sialan. Mereka cepat sekali menemukan ku" Batin Hailey sambil menancap gas motor. Jika tidak sedang membawa Arthur mereka bisa saja dengan mudah Hailey kalahkan. Bagaimanapun caranya jangan sampai mereka melihat wajah Arthur. Keselamatan Arthur yang paling penting. Hailey memasuki sebuah gang sempit di mana mobil tadi tidak bisa mengejarnya namun saat sudah keluar dari gang justru mobil satunya sudah ada di belakangnya lagi. Hailey mengumpat kesal. Dia mengarahkan kendaraan nya ke jembatan. "Arthur tutup matamu!" Seru Hailey. Arthur menurut begitu saja dan Hilang bersama motor dalam sekejap. Hailey berdiri di tengah jembatan seorang diri sambil menghentikan mobil yang mengejar dia sejak tadi. Beberapa orang turun dari mobil langsung menyerang Hailey. Hailey tersenyum miring meladeni mereka satu persatu. Beberapa waktu berlalu Hailey kembali berdiri tegak dengan nafas yang kembang kempis. Semua sudah ia lumpuhkan. "Aku memang wanita. Tapi tak mudah untuk di kal.... Ahh!" Hailey mencabut obat bius yang mengenai lehernya. "Sialan. Jika berani hadapi aku bukan dengan cara kotor seperti ini" umpat dia sambil melemparkan panah kecil yang dia pegang. "Kamu begitu sulit di taklukkan. Jika ini cara agar bisa membuatmu tenang aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi" ucap seseorang dari jauh. Rasanya Hailey ingin membunuh orang itu saat ini juga. Tapi sial kondisinya kali ini tidak memungkinkan. Perlahan Hailey jatuh lemas tak sadarkan diri. Byurr... Hailey terbangun saat air membasahi tubuhnya. Kondisinya sekarang terikat di kaki dan tangan, duduk di sebuah kursi. Gadis itu mencoba menormalkan semua kondisi dari tubuhnya. Sebelum menatap dua orang di depan sana. "Sarah?" Ucap Hailey untuk pertama kalinya. Sarah melemparkan baskom bekas wadah air yang di siramkan pada Hailey tadi ke lantai. "Hai. Apa kabar. Senang bisa menangkapmu" Hailey meronta mencoba melepaskan diri. Sarah tertawa sinis. "Dasar penghianat!" Maki Hailey kesal. Sarah merangkul lengan pria di sampingnya. Yang menatap Hailey dari bawah sampai atas beberapa kali. Zack tersenyum miring "Aku heran kenapa Robbie bisa di taklukkan wanita seperti ini" Komentar dia. Hailey tertawa meremehkan "Karena dia sangat bodoh" "Berani sekali kau menghinanya" Zack menampar wajah Hailey. Hailey tertawa. "Apa dia sudah gila?" Gumam Sarah. Tatapan Hailey berubah mematikan. "Bagiku. Satu pukulan adalah satu nyawa" ucapnya begitu dingin. "Benarkah? Bahkan untuk lepas dari tempat ini saja kau tidak mampu" ujar Sarah. Hailey menatap sarah dengan pandangan membunuh. "Oh ya?" ucap Hailey. Mereka tidak tau. Ikatan seperti ini bagi Hailey bukan apa-apa bahkan satu kali hentakan saja sudah lepas semua hanya saja Hailey menunggu Sarah mengeluarkan sifat aslinya. Zack mencengkeram dagu Hailey. "Kamu pikir setelah memenjarakan Robbie kau merasa aman. Sayang sekali seharusnya kau kubur pikiranmu itu" Gadis itu mendengus menepis tangan Zack dari dagunya. "Jauhkan tangan kotormu itu dari ku" seru Hailey yang kini sudah melepaskan semua ikatan pada dirinya. Sarah membulatkan mata terkejut "Bagaimana bisa lepas?" "Mudah saja" Jawab Hailey menyempatkan menoleh ke arah Sarah. Lalu kembali pada Zack. "Sudah ku katakan tadi. Satu pukulan adalah satu nyawa" Hailey mencekik leher Zack hingga kedua kaki lelaki itu tak menapak di lantai. Sarah mencari sesuatu untuk di pukulkan ke arah Hailey. Tangan kosong Hailey yang satu menahan guci yang Sarah lemparkan. Cengkeraman pada leher Zack berhasil lepas. Sarah begitu ketakutan melihat amarah Hailey yang baru kali ini dia lihat. "Dan kau! Sudah berani menghianatiku juga tak pantas hidup lagi" Sarah mundur beberapa langkah. Sedangkan Zack masih belum percaya dengan apa yang dia lihat barusan. Hailey maju selangkah demi selangkah ke arah Sarah. "Kalian sudah memilih musuh yang salah" ucapnya. Tiba tiba Hailey dengan cepat menghindar saat Zack menyerangnya dari belakang. Dan pertarungan antara Hailey dan Zack tidak terelakkan. Badan Zack terlempar dan menghantam meja hingga hancur berantakan. "Bagaimana seorang wanita memiliki kekuatan seperti ini" batin Zack ketakutan. Hailey sudah berdiri di atasnya. "Kamu tidak akan bisa mengalahkanku" Hailey menyuntikkan sesuatu ke leher Zack. Zack tak mampu melawan lagi, tenaganya sudah habis melawan gadis gila di depannya ini. "Ini tidak akan sakit kau hanya akan perlahan menuju neraka" ucapnya. Sarah begitu ketakutan. Hailey berjalan menghampiri sarah setelah membereskan Zack. "Menjauh dariku!" "Owch tidak semudah itu sayang. Bukannya kamu yang membawaku kemari? Menyiramku dengan air dan meremehkanku?" "Kau wanita gila" Hailey manggut manggut "Kamu benar. Aku memang gila jadi kenapa kau mau dekat dengan wanita gila sepertiku" Hailey tersenyum menampilkan gigi-gigi tajamnya di depan Sarah. "Monster!" teriak sarah sebelum Hailey membunuhnya. "Sayang sekali kalian mati tanpa aku mencicipi darah kalian. Peraturan bodoh itu masih saja mengganggu pikiranku" Sekarang Hailey kembali ke penthouse dia melihat Arthur yang tertidur pulas di atas tempat tidur. Jika anak itu terbangun ia hanya akan mengira apa yang terjadi adalah sebuah mimpi. Menarik. Tapi Hailey tidak ingin membawa Arthur kedalam masalahnya. "Sweet dream boy" Hailey mengecup kening Arthur sayang dan mengusap kepalanya. _____ To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD