Tidak Ada yang Boleh Menyentuh

1129 Words
Toni masih berdiri di kamar Leon , menunggu sang bos memberikan perintah. “ Baiklah, urus semua yang diperlukan, pastikan jangan ada kesalahan” “Baik Bos.” Toni berbalik badan. “Tunggu …urus juga wanita itu.” Mata Toni meliriknya sang Bos, ia akhirnya mengerti kenapa tuanya mengamuk seperti kesetanan seperti itu, semua karena wanita yang ia bawa ke kamarnya, tidak seperti biasanya, ia bukan tipe lelaki yang terusik oleh seorang wanita, bahkan ia hampir tidak tahan satu hari tinggal satu kamar dengan seorang wanita. “Baik Bos,” jawab Toni singkat, tanpa bertanya, siapa dan di mana? Toni mempercepat langkah kakinya ke ruangan pegawai, pria-pria berbadan tegap itu, memberi pengobatan pada Jovita. “Ini bang bibirnya sepertinya butuh jahitan,” ujar salah satu dari lelaki berbadan tegap itu. “Coba saya periksa.” Toni mendekat tetapi tiba-tiba matanya menatap terkejut. “Kamu …?” Toni menatapnya dengan tatapan tidak percaya. “Apa sangat sakit?” tanya Toni dengan suara lembut. Jovita menatap Toni dengan tatapan mata sendu, karena dari semua lelaki yang ada di tempat itu, hanya Toni yang bersikap ramah padanya. “Iya,” jawab Jovita mengangguk pelan. “Tahanlah sedikit, aku akan meneteskan obat tetes,” Meneteskan obat luka pada bibir Jovita. Jovita memilih meremas ujung pakaiannya dari pada meringis didepan lelaki asing itu. “Ayo aku akan menunjukkan kamar untukmu .” Toni berdiri. Jovita mengikutinya dari belakang, tetapi saat ia mengikuti Toni dari belakang Leon sedang duduk di ruang tengah dengan beberapa orang, jovita memilik bersembunyi di balik badan Toni, tangannya memegang ujung baju lelaki itu, ia takut melihat Leon. Lelaki itu menatap tajam kearahnya. “Jangan takut, tidak apa-apa,” kata Toni menenangkan. Jovita hanya menunduk memegangi ujung kemeja berwarna navi milik Toni , Toni di kenal sebagai tangan kanan Leon. Ia melewati Leon menuju satu kamar sederhana. “ Ini kamarmu , kamu menempatinya sementara, di samping kamarmu itu kamar milik bibi Atin asisten rumah tangga di sini. Kamu boleh bertanya apa yang kamu butuhkan,” ucap Toni, tatapan matanya terlihat sangat tulus, dan raut wajahnya terlihat sedih saat melihat seluruh luka-luka di tubuh jovita. “Baik, terimakasih, apa aku boleh tau nama kakak?” “Aku Toni Hong, panggil saja Toni.” “Saya Jovita, terimakasih atas bantuannya,” kata Jovita, sedikit menundukkan kepalanya tanda rasa hormat. “Baiklah aku pergi,” Jovita Hara memilih duduk di lantai mencoba mengingat apa yang di lakukan Ayahnya pada keluarga lelaki berjiwa iblis itu, ‘Kenapa dia melakukan semua ini padaku, aku tidak kuat lagi. Aku baru melihat ada lelaki sejahat dia’ Jovita mengusap bulir-bulir kristal yang ber jatuhan dari pipinya, ia tidak bisa membendung air matanya, rasa sakit dari hidung dan bibirnya, yang terluka membuatnya meratapi nasip, seumur hidup baru kali ia merasakan rasa sakit begitu berat karena terluka. Dalam kamar itu hanya ada kasur lipat di lantai, satu bantal dan selimut tipis, dan ada satu lemari kayu berukuran kecil. ‘Tidak apa-apa, aku tinggal di sini dari pada melihat lelaki kejam itu lagi. Jovita mencoba membenahi dirinya, ia membersihkan kamar itu agar layak di tinggali. Setidaknya tidak ada kecoa, lipan dan kroni-kroninya yang datang bertamu ke kamar itu nantinya, makanya ia membersikan. Gorong-gorong tempat ia di sekap saat itu, membuatnya ketakutan. Kamar kecil yang di tempati jovita, kamar di bagian paling belakang bangunan itu, kamar dekat tempat cucian, tempat terkucilkan dan di samping gudang penyimpanan barang-barang. Bu atin belum menyadari apa yang terjadi, karena ia baru pulang belanja bulanan untuk kebutuhan di rumah besar Leon, dan biasanya wanita paruh baya itu pergi pagi-pagi pulangnya kadang sampai sore, karena ia juga membersihkan ruangan bawah tanah Leon di hutan pedalaman, kadang ia tidak pulang, besoknya baru pulang lagi. Bu atin baru pulang, ia melihat lampu kamar belakang menyala. “ Siapa yang tinggal di sana?”tanya wanita itu mendekat. Karena terakhir kamar itu dihuni salah satu supir Leon, tetapi saat ia membocorkan rahasia Leon, ia lenyap tanpa jejak. Tok …Tok …. Pintu terbuka sedikit, ada suara perempuan menyahut dari dalam. “Siapa?” “Ini aku bi Atin,” jawabnya, tapi orang dalam pintu mencoba mengingat. “Non,apa kamu di dalam? Panggil Bu Atin, Jovita, ,membuka dan melebarkan pintunya, setelah mengintip yang datang bi Atin. “Non kenapa disini? Apa yang terjadi?” Bi atin terlihat sangat khawatir melihat penampilan Jovita yang berantakan. Setelah ia masuk dan mengobrol dengan Jovita, wanita paru baya itu paham. Ia membawakan pakaian untuknya, membawakan makanan juga. “Apa Tuan Naga marah, pada Nona?” tanya wanita paruh baya itu dengan lembut. “Iya.” Jovita mengangguk menyendok makanannya ke mulutnya dengan hati-hati. “Apa kamu mau tidur di kamar Bibi saja?” Jovita diam, mata sembab itu memandang Bi atin dengan sedih. “Nanti Bibi kena marah, tidak usah Bi,” Kata Toni siapa yang terlibat denganku akan kena marah juga, tidak usah, aku akan tetap disini,” kata Jovita menghabiskan makanannya. “Baiklah, kalau kamu lapar datanglah ke dapur, kamar bibi di dapur itu di sebelah kamu,” kata Bi atin menjelaskan. “Apa tuan Naga sering ke dapur? Tanya Jovita, memastikan ia tidak bertemu lagi dengan lelaki bertato itu. “Iya , kalau makan kadang ia makan di dapur, tapi jarang, kami selalu mengantar ke ruangannya di atas,” kata Bi Atin. “Tidak usah Bi, aku takut, lebih baik mati kelaparan dari pada bertemu lagi dengan Pria itu,” kata Jovita menghabiskan makanan itu. Saat malam tiba, kamar Leon sudah kembali rapi, dalam ruangan Leon menghabiskan waktu mengurus bisnis dan mengatur pekerjaan anak buahnya. Matanya mulai merasa lelah, ia melirik jam sudah hampir jam 10 malam, ia merebahkan tubuhnya di sofa di kantornya, tapi tidak bisa terlelap. Ia kembali kekamar, ia sengaja mandi air hangat, agar tubuhnya rilex dan bisa tidur terlelap seperti saat ia bersama Jovita tadi. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Sayang, kejadian yang tadi kembali menggangu pikirannya. Sial aku tidak bisa tidur jadinya, padahal tadi aku bisa tidur . Ia melakukan semua cara agar matanya bisa tidur, baca buku , olah raga, tetapi tidak berhasil. Tiba-tiba ingatannya teringat pada Jovita “Ah dia, lagi lupakan,” ucapnya mendesis kesal. ‘Aku harus menghitung bintang agar bisa tidur’ ujar Leon . Rumah Leon besar, berlantai tiga , lantai paling atas ada landasan helikopter. Leon juga punya tempat khusus untuk menenangkan diri, sebuah taman yang di penuhi beraneka tanaman hias, tempat Leon menenangkan diri. Leon jalan menuju lantai atap, ia sengaja membawa satu buku di tangannya untuk ia baca, agar ia bisa tidur. Tetapi saat ia tiba di lantai atap itu, matanya terbelalak melihat seseorang yang ingin melompat dari lantai paling atas rumah itu, ia mengambil posisi yang tepat. Jika ia jatuh bisa di pastikan, akan langsung mati, karena persis di bawahnya lapangan olah raga berlantaikan semen, di pinggirnya di desain batu kali . Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD