When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Dua tahun kemudian. Pantai asuhan Pelita Harapan. Suara kicauan burung- burung sangat riang pagi itu, menyambut sang mentari pagi. Seorang gadis cantik dengan rambut panjang, berjalan menyusuri halaman rumah dengan langkah kaki menimang setiap langkah yang ia ambil, bibirnya tersenyum manis dan matanya bulatnya berkedip-kedip, menahan geli saat anak-anak memegang pinggang rampingnya. “Kakak! Awas batu, kakak dari samping!” Teriak gadis kecil menarik tangannya menghindari batu besar, kalau tidak ia akan tersandung. Gadis cantik itu menurut saja, saat tangannya di papah dan didudukkan, kini ia duduk manis, seperti biasa, kepalanya akan diberi hiasan, bunga-bunga indah seperti Tuan Putri di Negeri Dongeng. Ia tertawa bahagia saat bersama anak-anak, seorang lelaki yang luka bakar di waj