Satu minggu sudah ia jadi tawanan seseorang, yang menyebut dirinya seorang lelaki, tetapi perlakuan kejamnya mirip iblis yang bangkit dari neraka.
“Itu minum, jangan sampai kamu hamil, saya tidak suka meninggalkan jejak.
Kamu juga tidak pantas menjadi ibu untuk anak-anakku,” ujar Naga dengan sinis.
Ia melemparkan satu papan pil pencegah kehamilan untuk Jovita.
“‘Kamu juga tidak pantas jadi ayah dari anak-anakku, dasar lelaki biaadap”gumam Jovita.
Ia menatap dengan sinis, diperlakukan seperti sampah membuatnya ingin melenyapkan Leon, tetapi sayang, ia tidak punya kekuatan untuk melawan.
“Kenapa menatapku seperti itu? Ha!”
“Kamu Iblis,” ujar Jovita marah.
“Iya, itu betul …. Aku iblis yang akan membayangi hidupmu selamanya,” ujarnya dengan raut wajah datar.
“Kenapa kamu memperlakukanku seperti ini ? Apa salahku?”
“Salahmu …? Karena kamu anak dari Iwan santoso,” jawabnya dengan marah, wajahnya terlihat dingin sorot matanya tajam.
“Kalau kamu punya masalah dengan ayahku, kenapa jadi aku …?”
“Karena kamu anaknya, darah daging lelaki itu”
“Kamu sudah menghilangkan nyawa semua anggota keluargaku, apa itu juga masih kurang?
Kenapa kamu tidak menghabisi ku juga sekalian”
Leon diam, matanya terfokus pada surat kabar di tangannya, wajah tegas itu terlihat sangat dingin.
“Kamu tidak akan mati dengan mudah, aku belum selesai bermain-main dengan kamu, setelah aku sudah bosan, baru aku akan melenyapkan mu ,” ujarnya tanpa menoleh.
“Siapa kamu? Siapa yang menyuruhmu menghabisi keluargaku?”
suara Jovita bergetar menahan amarahnya, hatinya mendidih, rasa sakit rasa sedih bercampur jadi satu, bahkan ia tidak bisa menjabarkan rasa sakit yang ia alami. ia tidak tahu … Apa luka yang di tubuhnya yang lebih sakit? Atau luka dalam hatinya?
Ia sendirian, keluarganya meninggalkannya dengan cara yang tragis.
Lelaki bertato Naga itu yang ia pikir menghabisi keluarganya malam itu.
“Aku tidak perlu memberitahumu siapa aku dan siapa yang menyuruhku, itu menyalahi aturan dalam pekerjaan ku ,”katanya masih dengan gaya cuek.
“Kamu Iblis ….!
Bagaimana kamu tega menghabisi orang yang tidak bersalah demi uang.”
Jovita berteriak penuh emosi, melihat sikap tenang dan sikap dingin dari lelaki itu, membuatnya bertambah marah, kemarahan itu juga yang membuat dirinya kembali dalam penderitaan.
Ada ungkapan seperti ini;
Api jangan di lawan dengan api, yang ada makin besar dan terbakar, tetapi api siram dengan air.
Tetapi yang dilakukan Jovita salah.
Ia melemparkan piring tepat di kepala Leon.
“Kamu sudah bosan hidup sepertinya,” ujar Lelaki itu, mencengkram lengannya dan mengunci tubuhnya di dinding.
“Kamu marah? Kamu boleh juga menembak ku atau menggunakan pisau itu untuk melenyapkan ku sekarang, jadi aku tidak perlu lagi melihat wajah iblis mu itu lagi,” ucap Hara memancing petaka untuk dirinya sendiri.
“Kamu … Tidak takut lagi padaku?” tanya Leon, ujung bibirnya saling bertarikan memperlihatkan garis halus, senyum kecil dan sikap tenang itu, sangat menyeramkan.
“Tidak sedikitpun, aku malah jijik melihat kelakuan biadap mu, kamu beraninya sama perempuan, kamu lahir dari wanita, apa kamu tidak malu pada ibumu jika melihatmu berbuat seperti ini?” Hal itulah yang membuatnya murka.
“Jangan menyebut Ibuku dengan mulutmu” membentak Jovita dengan suara meninggi.,
“Iya, aku harap Ibumu tidak menyesal telah melahirkan mu ke dunia ini,” ucap Jovita memancing badai.
Kata –kata Itu membuat lelaki bertubuh kekar itu marah. Matanya menatap Jovita dengan bringas.
“Aku sudah bilang … Jangan menyebut Ibuku dengan mulutmu, kamu tidak pantas,” ujarnya dengan pundak naik turun.
Ia mengunci lengan Jovita di dinding dan menatap tubuh indah itu dengan mata Melotot.
“ Aku sudah bilang …. Jangan memancingku marah Nona kecil, atau kamu akan menyesal”
Kemeja putih itu, memperlihatkan bagian indah dari tubuhnya, Leon menatap dengan sinis.
“Jangan menyentuhku lagi, menjauh dariku.” Jovita berontak, ia mencoba membuat perlawanan dengan sikut kaki diarahkan ke arah Sensitif Leon.
Lelaki itu memundurkan panggulnya, merapatkan tubuh kekarnya ke badan jovita yang mungil, ia berontak di bawah dekapan tubuh Leon, gerakan d**a Jovita yang menekan d**a bidang lelaki itu membuat sesuatu terbangun.
“Aku akan menghukum mu lagi gadis pembangkang, karena kamu sudah membangunkan singa yang sedang tidur,” ujar Leon.
“Lepaskan aku, kamu sangat menjijikkan!”
Leon tertawa miring “ Benarkah …? Kamu akan dapat ganjaran lagi kali ini, semakin kamu melawan dan berontak semakin kamu menarik untukku.
Kamu juga memukul kepalaku dengan piring.” Leon menatap ke dalam mata Hara, bola mata besar bermanik coklat itu, mengerjap ketakutan.
Leon menempelkan bibirnya lagi di bibir Jovita dengan cara yang kasar.
“Aku tidak mau.” Hara menghindar
Bukan Leon namanya, kalau ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan.
Satu tangannya menahan kedua lengan Jovita, satu tangan lagi ia gunakan memegang dagu wanita cantik itu. Menyelidiki wajah cantik itu di mulai dari matanya yang bulat dengan bulu mata yang panjang lentik, hidungnya mangir dan bibir mungilnya berwarna merah , ia terlihat seperti boneka hidup, rambutnya panjang sampai ke pinggang, di bagian depannya dibuat poni, penampilannya membuktikan kalau ia masih gadis muda.
Mata bulat jovita mengerjap-erjap saat Leon menatap tajam ke dalam manik-manik matanya, hembusan napas hangat dari hidung Leon menyapu wajah cantik itu.
“ Setelah aku pikir-pikir lagi … Sepertinya aku tidak akan melepaskan mu ,aku akan memberimu pelajaran,” kata Leon dengan wajah serius, seolah Jovita makanan lezat yang siap disantap
Ia semakin berontak dan mendorong tubuh Leon, menggunakan seluruh tenaganya, mendorong badan lelaki itu dari dadanya.
Melihat perlawanan Jovita ia semakin bersemangat, melumat bibir Hara dengan kasar dan menggigitnya.
“Ahhhummm.” Jovita mengeluarkan suara aneh, dari balik lumatan bibir dari leon, Ia mencium aroma khas dari bibir lelaki itu, napasnya berbau mentol segar dengan campuran vodka, dari tubuhnya wangi citrus lemon.
Melihat Jovita menolaknya, ia semakin menekan dadanya yang bidang itu ke d**a sintal milik jovita, tubuh mungil jovita terhimpit di antara tubuh dan tembok.
“Berteriak lah, ayo berteriak,” ujar Leon, membuat hati kecil Jovita marah,
Ia berteriak tepat di kuping Leon.
“Lumayan,” ujarnya santai.
“Kamu menjijikkan, lelaki jahat, iblis!” Teriak Jovita Hara dengan suara meninggi.
“Oh, sekarang kamu akan lihat bagaimana iblis ini memberimu hukuman. Kamu akan merasakannya lagi,” katanya menarik pinggang jovita lagi dengan kasar.
Oh,no…no…! jangan lagi, aku masih kesakitan.
Kalau kamu melakukannya lagi, aku akan pingsan” kata
jovita
Tetapi lelaki bertubuh kekar itu menggendongnya ke kamar mandi, menyalahkan shower melakukanya dibawah semburan air, tentu saja Jovita melawan dan berontak.
Leon tahu kalau ia membawa wanita itu ke ranjang, ia akan berdiam diri seperti mayat hidup, permainan ranjang seperti itu tidak menarik untuk seorang Leon.
Tetapi kali ini dibawah semburan air, ia tidak mungkin berdiam diri, Jovita Hara mendorong d**a lelaki itu dengan sekuat tenaga, bagi Jovita itu sudah seluruh tenaga ia kerahkan sebagai tanda perlawanan.
Tetapi bagi Leon itu hanya sentuhan yang harus dibalas dengan lumatan hangat.
“Auuuhh kamu b******k,” Jovita Hara memaki dan berontak semakin kuat.
Lelaki itu merasa ,Jovita melakukan apa yang diamau, karena jovita semakin berontak dan melawan, Leon semakin bersemangat menjelajahi tubuhnya.
Ia tidak perduli, walau jovita merasakan sakit yang luar biasa pada daerah intinya.
Leon menanggalkan kemeja berwarna putih itu lagi , dengan satu tarikan dan kancingnya terlepas berserakan di lantai kamar mandi.
Menyadari tubuhnya tidak terbalut pakaian lagi, mata Jovita membulat dengan panik, wajahnya terlihat merah, menahan amarah dan menahan rasa malu.
“Ini sangat indah,” seringai leon, melihatnya dan memperlakukannya seperti sebuah mainan.
“Lepas…lepaskan aku!” Teriak Jovita panik, semakin berontak, ia menggerakkan semua tenaganya mencoba melawan lelaki berotot kekar itu. Kini ia menyesali dirinya karena membuat lelaki itu marah.
Leon tidak menghiraukan Jovita yang mulai kehabisan tenaga, tenaganya tidak ada apa-apanya dengan Leon, membuatnya kalah telak melawan lelaki berbadan kekar itu.
Ia berhenti dengan napas ter engah-engah, leher dan bagian dadanya semua berbekas gigitan dari Leon.
Ia mengambil napas, menyandarkan kepalanya di dinding kamar mandi, itu tetapi sisa tenaganya ia gunakan menarik dan menjambak rambut Leon.
Leon tidak memperdulikan penolakan jovita.
“Kamu itu barang milikku, karena apa yang kamu punya adalah milikku,” ujarnya di balik aktivitasnya.
“Ahhh dasar manusia maniak!” Teriak Jovita mendorong.
Leon mempermainkan emosi dan harga diri Jovita, ia benar-benar hancur dibuatnya. Ia bukan robot, ia wanita yang punya rasa.
Saat hatinya menolak tetapi tubuhnya mendamba, bahkan merespon apa yang di lakukan Leon pada tubuhnya.
Satu desahan lolos dari mulut Jovita, bibir Leon tersenyum licik, tapi Jovita menahan malu, setelah ia tidak bisa mengendalikan tubuh dan mulutnya, tidak bisa menyuruhnya untuk berhenti mendesah.
Tetapi saat Leon melakukan sentuhan-sentuhan itu, ia tidak bisa lagi mengendalikan tubuhnya.
Leon merasa puas dengan reaksi tubuh Jovita, ia kembali meraih pinggangnya membalikkan badannya, membuat tubuhnya sedikit membungkuk dan melakukannya lagi.
“Ahhh sakit!” pekiknya membekap mulutnya sendiri.
Rasa sakit yang ia rasakan berganti jadi keinginan kuat dari tubuh Jovita, pada akhirnya antara otak dan tubuhnya tidak sinkron, hatinya mati-matian menolak, tetapi tubuhnya menginginkan.
Jovita terkulai lemas lagi, ia terduduk di lantai memulihkan tenaganya.
Leon menatapnya dengan tatapan buas.
“Lain kali harus seperti ini, jangan seperti patung,” ujar Leon berdiri di semburan pancuran air yang menguyur tubuhnya.
Bersambung ....