When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Beberapa bulan kemudian. Jakarta pagi itu sangat mendung , semendung hati Leon yang terasa begitu kosong. Leon menatap jalanan ibukota yang padat merayap akibat diguyur hujan, tatapan matanya menatap dengan nanar. ‘Aku pikir aku kuat, ternyata aku lemah dan kamu kelemahanku Hara, aku pikir setelah aku tidak melihatmu aku bisa melupakanmu. Tetapi nyatanya saat tidak melihatmu aku sangat merindukanmu. Hara …aku berharap kamu sehat dan baik- baik saja’ Leon bermonolog dalam hati. Tiba-tiba ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Zidan dan Ken datang dengan wajah ragu. “Ada apa?” tanya Leon menatap keduanya. “Ini Bos kami mendapatkan kabar tentang Non Hara,” ujar Ken, mata Leon berubah , tangan yang sedari tadi berada di dalam kantong celana, tiba-tiba di keluarkan dan merentangkan tela