21. Undangan Pesta

1283 Words
Masa ujian berakhir, hari-hari damai akhirnya kembali. Begitu pikir Elin awalnya, sebelum ia datang ke undangan pesta bersama Ibu. Elin tidak bisa menolak ajakan Ibu karena harus menebus kesalahan terakhir kali dia terlambat di acara pembukaan toko mereka. Pembicaraan Ibu dan Elin beberapa hari sebelum acara pesta diselenggarakan. Ibu dan anak sedang bersantai menikmati tea-time di sore hari, halaman belakang rumah mereka. Ibu sambil melakukan aktivitas merawat koleksi tanamannya, sementara Elin duduk santai. “Acara pestanya diadakan di rumah. Kamu tahu ‘kan perumahan yang masih berada di area sekolahmu itu, mereka tinggal di sana.” Rumah mewah di kawasan elit, jelas kenalan Ibu itu orang yang berasal dari kalangan atas pikir Elin. “Mereka itu teman baik ayahmu sejak lama El, saat awal sekali Ayah merintis bisnisnya.” Ibu sampai memberi detail informasi seperti ini, dengan pengertian lain Elin harus berusaha sangat baik dan menjaga sikap saat bertemu dengan mereka nanti. “Oh benar, mereka punya seorang putra yang satu sekolah denganmu.” Sebagian besar keluarga yang tinggal di sana mungkin mengirimkan anak mereka bersekolah di SOPA jadi tidak aneh lagi bagi Elin. “Ibu tahu siapa namanya?” Sebenarnya Elin tidak tertarik hanya ia harus menunjukkan sedikit ketertarikan dalam pembicaraan ini untuk menjaga perasaan Ibu. Tangan Ibu berhenti bekerja, fokus menjawab pertanyaan Elin. “Tentu saja Ibu ingat, Iki... Eh? Iki... Aduh, Iki apa ya namanya?” “Ya, aku tahu dia Bu. Kami satu kelas.” Baru mendengar namanya saja sudah cukup membuat suasana hati Elin buruk, jadi mereka akan datang ke pesta yang keluarga Iki adakan akhir minggu ini pikir Elin. “Benarkah?! Kalian dekat?” Ibu penasaran bercampur antusias. “Eng... Aku lebih dekat dengan teman wanita Bu.” Tidak mungkin Elin katakan pada Ibu bahwa hubungannya dan Iki lebih dari sekedar tidak akur tapi musuh. “Cobalah untuk berteman dengannya El, karena kalian akan lebih sering bertemu.” Pinta Ibu. “Maksud Ibu?” Elin bertanya, mengapa ia harus melakukan itu. “Eh? Emm, maksud Ibu kalian ‘kan sekelas jadi sering bertemu. Keluarga kita juga saling mengenal, lebih bagus lagi kalau kalian berdua berteman baik. Begitu maksud Ibu.” Ada yang janggal dengan Ibu, meski Elin tidak tahu karena alasan apa. Senyuman yang dipaksakan untuk menyembunyikan sesuatu, Elin tahu karena mereka serupa. “Jadi, jam berapa acara pestanya Bu?” Tanya Elin merasa tidak punya pilihan atau jalan keluar. “Ah! Itu... Bisa kamu coba periksa di kartu undangannya. Ibu simpan di atas meja.” Ibu masih asik melanjutkan hobi bercocok-tanamnya. “Jam 7? Tepat untuk makan malam.” Pikir Elin. Bisa saja Elin tidak punya selera makan hidangan di rumah orang yang selalu membuat hatinya sesak karena dongkol, akan lebih baik Elin makan di rumah lebih dulu pikirnya. “Sebelum pergi, kita harus membuat janji di salon dulu El.” Pesan Ibu sebelum ia lupa nanti. “Hah? Salon Bu? Haruskah sampai begitu?” Kata Elin, ia pikir sederhana saja tinggal pergi dan pulang. “Apa yang kamu bicarakan?! Kita harus berpenampilan pantas agar sesuai dengan situasi. Kamu tidak ingat bagaimana macam acara pesta Ayah dengan relasi bisnisnya?” Ya macam acara pesta mewah, megah, meriah dengan banyak tamu undangan berpakaian glamour, makanan dan minuman melimpah. Itu yang Ibu maksudkan. “Ya aku tahu, akan kuingat.” Jelas, Elin mengingatnya sangat jelas. Acara semacam pesta itu bagi Elin membosankan. “Memang apa bisnis kenalan Ayah ini Bu?” Yang tak lain orang tua Iki. “Hm, Ibu tidak begitu tahu banyak. Tapi saat bersama Ayah dulu, mereka mengelola resort.” “Mengelola sebuah resort?!” Seru Elin. “Apa keluarga Iki memang sekaya itu?” Pikir Elin. Tapi hubungan buruknya dengan Iki tidak akan terbawa sampai ketelinga orang tua mereka bukan begitu, karena sekarang diam-diam Elin mulai merasa cemas. *** Riasan dan juga busana pesta yang Ibu pilihkan sendiri untuk Elin kenakan, sudah membuatnya merasa tidak nyaman beberapa jam terakhir ini. Padahal acara pestanya sendiri baru akan ia hadiri sekarang. Entah datang dari mana mobil mewah jemputan untuknya dan Ibu, sudah terparkir siap mengantar mereka ke lokasi pesta. Ya Elin duga kiriman driver itu datang dari yang punya pesta, orang tua Iki. Waktu semakin mendekati pukul 7 malam. Rencana awal Elin untuk makan dulu di rumah gagal total karena Ibu tidak membiarkannya sendiri barang sekejap untuk menyantap makanan. Sejak siang hingga sore hari Ibu sibuk menangani banyak hal sampai Elin berpikir Ibu sendiri adalah penyelenggara pestanya, bukan keluarga Iki. “Oke El, coba Ibu lihat.” Sekali lagi Ibu memeriksa penampilan dan keadaan putrinya. “Ingat jaga sikap, mengerti?” Pesan Ibu sebelum mereka turun dari mobil. Elin mengangguk, apa Ibu merasa gugup karena sudah lama tidak hadir di acara seperti ini lagi setelah Ayah tiada pikir Elin melihat perilaku Ibu berlebihan. Toh akan banyak tamu undangan di sana, bukan hanya mereka, jadi Elin rasa tidak perlu cemas dengan perhatian orang lain. Lebih dari prasangka, orang lain tidak terlalu perduli pada sekitarnya selain keberadaan diri mereka sendiri. Elin dan Ibu turun dari mobil, dibantu driver mereka dan juga pegawai yang tengah bertugas penyambut tamu di pesta itu. Selanjutnya tidak perlu meragukan suasana pesta keluarga Iki, karena Elin yakin semuanya sudah disiapkan dengan matang dan sempurna. Hal lain yang menjadi perhatiannya adalah saat memasuki bagian rumah lebih dalam, ternyata banyak juga wajah familiar yang Elin lihat di sana. Wajah siswa SOPA yang biasa Elin lihat di sekolah. Berbeda dengan Elin yang sibuk memperhatikan sekitarnya. Ibu segera bergerak menghampiri pemilik pesta, pasangan tuan rumah ingin menyapa. Untuk sesaat Elin terpisah dari Ibu. “Aku tahu itu, kau pasti juga datang El.” Sapa seseorang pada Elin. Saat dilihat siapa yang menyapanya, Elin terkejut mendapati Riga. “Oh Riga, kaukah itu?” Terasa asing karena Riga berpenampilan sangat rapih dan maskulin mengenakan setelan jas, memberi kesan dewasa. Riga senang sekali saat melihat Elin, awalnya tidak mengira bisa bertemu di tempat ini. Ya, harusnya Riga sadari lebih awal Elin juga akan hadir di pesta karena seluruh siswa SOPA menjadi tamu undangan. Alasannya, lingkup siswa dan keluarga mereka adalah relasi bisnis untuk satu dan lainnya. Keluarga besar SOPA juga sudah saling mengenal sejak lama. “Aku hampir tidak mengenalimu El, kamu cantik malam ini.” Puji Riga tanpa kecanggungan sedikit pun terlihat di wajahnya. “Apa memberi sanjungan pada lawan jenis seperti itu sudah seperti lip service bagi kalangan atas.” Pikir Elin tidak terbiasa dengan basa-basi ala orang kaya. “Haha...” Tawa canggung Elin yang tak tahan dengan pujian. “Kamu juga ehm―luar biasa malam ini.” Elin merasa harus membalas basa-basi, tapi tidak tahu harus memilih perkataan apa. “Apa kamu datang bersama Ayah dan Ibumu?” Tanya Riga. “Ya, aku datang hanya bersama Ibuku.” Jawab Elin pada pertanyaannya. “Oh ya, di mana Ibumu? Biarkan aku menyapa beliau.” Riga ingin memperkenalkan diri jika ada kesempatan. “Eh?” Entah itu karena manner yang diajarkan keluarga Riga, Elin tidak banyak pikir walau kaget. “Elin, kemari...” Panggil Ibu mencari putrinya. “Maaf, aku harus pergi sekarang.” Elin undur diri pada Riga yang tampaknya masih ingin bicara lebih lama. Di samping Ibu berdiri, terlihat pasangan harmonis yang berbincang dengan ramah bersama Ibu. Elin tahu hanya dari sekali lihat, mereka adalah tuan rumah yang menyelenggarakan pesta. Lalu tidak jauh di sana sosok yang Elin anggap menyebalkan berdiri angkuh menatapnya, mengawasi setiap langkah Elin yang semakin mendekat dengan tatapan tajam. Elin sampai berpikiran buruk, apa Iki berharap Elin melakukan kesalahan di sana seperti jatuh tersandung mungkin. Tidak itu bukan harapan Iki, tapi kecemasan Elin sendiri. Karena ia harus menjaga sikap, memberi kesan sempurna, melakuan semua dengan baik seperti yang Ibu pesankan padanya. Semua itu beban yang Elin pikul sepanjang acara pesta malam itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD