Lavi tak tahu kapan dirinya terpejam. Sejak masuk ke dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya, ia tak langsung tertidur. Banyak hal yang ia kerjakan termasuk membuat tubuhnya lelah; seperti mondar-mandir di sekitar kamar. Dari kamarnya, pintu yang terdiri dari kaca lebar langsung mengarah ke bibir pantai. Lampu cukup temaram menjadi penghias tersendiri yang bisa Lavi rasakan. Meski indah, tak ada satu pun hal yang bisa ia nikmati. Perasaannya kacau. Suara tembakan itu masih terus saja terngiang. Entah kenapa ketakutannya besar sekali terutama karena keselamatan Pras. Sampai jam yang ada di kamar itu menunjukkan pukul sebelas malam, yang mana artinya sudah lebih dari lima jam Lavi menunggu kepulangan Pras, pria itu nyatanya belum kembali. “Abang di mana?” lirihnya. Ia meringkuk m