Ketika terbangun Nancye terkejut mendapati dirinya sedang terbaring di ranjang Darren saat ini. Nancye lagi-lagi terkejut melihat Darren sedang tertidur di sofa menjaganya.
"Apa ini? Kenapa aku bisa berada disini?" batin Nancye.
Ketika melihat Darren hendak bangun, Nancye lalu pura-pura kembali tertidur karena tak ingin bertatapan muka dengan pria iblis yang sudah memukulinya dan menyiksanya setiap hari.
Darren mendekati Nancye dan berdiri tepat di samping ranjang dengan menatapnya.
"Kamu memang seorang wanita yang berbeda, aku akui itu, tapi kau selalu saja melawanku, jadi aku memilih cara itu untuk membuatmu diam," kata Darren.
Nancye mendengar apa yang di katakan Darren, kembali membuat dirinya semakin yakin bahwa Darren memang sakit jiwa.
Darren berjalan keluar dari kamar.
Mendengar pintu tertutup, Nancye lalu membuka matanya dan duduk bersandar di kepala ranjang.
Ia membayangkan hidupnya yang begitu kacau.
"Kau mengakuiku bahwa aku tak seperti wanita yang kau tiduri setiap hari, jika kau mengakui itu, kenapa kau tega menjadikanku pelacurmu? Kenapa?" kata Nancye sembari menyeka air matanya.
Nancye keluar dari kamar dan melihat Darren sedang duduk di meja makan menunggu Nyonya Ursten melayaninya.
Nancye ke arah dapur hendak mengambil minum, namun Darren mencegahnya.
"Apa yang kau lakukan? Kemari!" panggil Darren.
Nancye lalu menghampiri meja makan dan berdiri tepat di samping meja menunggu Darren mengatakan sesuatu.
"Duduk di sini, dan temani aku sarapan." kata Darren..
Nancye membulatkan matanya penuh karena merasa heran, selama ia tinggal bersama pria ini, ia tak pernah sekalipun bertatapan muka jika sedang makan.
"Ada apa lagi dengan pria iblis ini? Kenapa perasaanku selalu cemas ketika dekat dengan pria iblis ini?" Nancye membatin Dan duduk mematung.
"Apa kau habis operasi kepala? Kenapa kau diam? Ayo sarapan." Darren membalik piring di depan Nancye.
Dengat berat hati, Nancye sarapan bersama Darren.
Nancye tak tau bagaimana caranya makan sarapan ala American style seperti ini, Darren menyadarinya dan mengajarkan Nancye cara memakannya.
"Potong seperti ini agar sausnya tidak kemana-mana, jadi bisa kau nikmati," kata Darren.
"Jangan salah paham, Nancye, jangan menyalah artikan kebaikannya pagi ini, karena itu semua bisa saja berubah dalam sekejap." Nancye lagi-lagi membatin.
"Apa kau sudah mengerti?" tanya Darren.
Nancye mengangguk tanda mengerti.
"Ya sudah sarapan."
Untuk pertama kalinya mereka sarapan bersama.
Nancye masih keheranan melihat tingkat Darren yang begitu baik kepadanya pagi ini.
"Ada apa ini? Apa ada sesuatu yang ia rencanakan? Tapi apa?" Nancye membatin.
****
Nancye bersiap-siap untuk ke kampus, ia memakai baju dress berwarna coklat dan sepatu balet yang membuat bentuk tubuhnya begitu terlihat menarik.
Suara ketukan pintu kamar terdengar.
"Siapa? Masuk!" teriak Nancye.
Nancye terkejut ketika melihat Darren membuka pintu kamar, dengan pakaian yang sudah rapi hendak ke kantor. Darren terlihat sangat menarik dan begitu tampan ketika sudah berpakaian rapi.
"Ada apa?" tanya Nancye.
"Kau mau ke kampus?"
"Iya."
"Ya sudah. Aku akan mengantarmu.”
"Mengantarku? Untuk apa? Tujuannya? Apa sebenarnya yang sedang ada dalam pikirannya? Dan apa yang ia rencanakan?" Nancye membatin, rasanya ia ingin masuk ke hati Darren agar ia tahu apa yang ada dalam hati pria iblis itu.
"Kenapa kau diam saja? Sejak awal kau terlihat sangat aneh."
"Kau yang menurutku sangat aneh."
"Kenapa begitu?"
"Kau memperdulikanku dan tujuannya apa?"
"Care? You?" Darren tertawa sejenak, tawa khas yang terdengar b******k.
"Kenapa kau tertawa?"
"Kau sangat lucu, aku hanya menawarkanmu tumpangan, karena kantorku searah dengan kampusmu, jika kau tak mau ya sudah," kata Darren hendak pergi.
"Baiklah, aku akan menumpang," kata Nancye menghentikan langkah kaki Darren.
"Aku akan menumpang ke kampus sama dia, lumayan untuk menghemat ongkos." Nancye membatin dan mengikuti langkah kaki Darren.
Di depan gedung penthouse, supir membuka pintu mobil, Nancye duduk di kursi dekat pengemudi, dan melihat Darren duduk di kursi belakang.
Di dalam perjalanan Nancye sering kali melihat Darren lewat kaca spion, ia masih begitu heran dengan sikap Darren yang sejak pagi begitu baik dan perduli kepadanya, meskipun sebenarnya alasannya sudah jelas.
Darren sibuk menekuri layar tabletnya sampai tidak menyadari jika Nancye sering mencuri pandang dengannya.
****
Sampai di kampus Nancye langsung turun dari mobil tanpa mengatakan apa pun kepada Darren.
Darren juga tak mengatakan apapun dan hanya sibuk menekuri layar tabletnya.
Ketika berjalan memasuki gedung kampus, seseorang datang mengalungkan tangannya di pinggang ramping Nancye dan Darren melihat hal itu sembari mengangkat sebelah alisnya.
"Good morning Honey," sapa Robert kepada Nancye.
"Hei... Morning," balas Nancye.
"Aku jarang melihatmu berada di kampus ...where are you? Kamu sibuk apa saja?" tanya Robert.
"Tidak sibuk apa-apa, hanya malas saja."
"Aku juga sering ke kostmu tapi kamu sudah tidak ada dan tidak tinggal di sana lagi kata Elis, lantas sekarang kamu tinggal di mana?"
"Ha? Oh … aku–"
"Why?"
"Aku tinggal sendiri sekarang dan lokasinya agak jauh dari kampus."
"Apa aku bisa mampir ke tempatmu?"
"Sorry, Bert … tapi aku ke pengen sendiri dulu."
"Ada apa sayang? Apakah kau punya masalah?"
"Tidak."
"Apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?"
"Tidak ada ... tapi lain kali saja ya kamu mampir ketempatku."
"Baiklah."
"Apa ku katakan saja kepada Robert? Aku sudah bersusah payah untuk mendapatkan perhatiannya selama ini dan pada akhirnya aku dan dia jadian, aku menyukainya.... aku sudah enam bulan berpacaran dengannya, tapi apa dia akan menerimaku jika ku katakan bahwa sekarang aku terjebak pria iblis itu? Dan mengatakan jika aku tinggal bersamanya?" Nancye membatin, mencoba berpikir, apa yang harusnya ia lakukan.
"Kenapa kau diam saja?"
"Hmm?"
"Ada apa?"
"Tidak kenapa-napa."
"Well .... jika kamu tidak ingin cerita. Kita sudah lama tak jalan berdua, apa kau punya waktu malam ini?"
"Malam ini? Untuk apa?"
"Aku ingin mengajakmu makan malam, jika kau bersedia aku akan menjemputmu, sudah lama juga ‘kan kita tidak makan bersama? I miss you, beberapa minggu ini aku merasa seperti kau semakin jauh saja."
"Sekarang Robert mulai curiga, aku akan berusaha tak membuat ini terbongkar ... tapi kenapa hal ini malah menjadi beban? Apa karena aku belum menceritakan kepada Robert tentang aku yang sekarang? Tentang aku menjadi p*****r seorang pria iblis? Apa dia masih mau denganku? Atau akan meninggalkanku? Semoga saja ada jalan,” batin Nancye.
"Sayang, kau jadi wanita yang pendiam, mana kekasihku yang dulu, hem? Sebenarnya ada apa?" tanya Robert sembari memegang kedua pipi Nancye dengan kedua tangannya, lalu menatapnya penuh kasih sayang.
"Aku tidak kenapa-napa. Aku mungkin terbebani karena lagi menyusun proposal buat wisuda nanti jadi kemungkinan bawaannya jadi kepikiran terus," kata Nancye.
"Karena itu aku ingin mengajakmu makan malam, biar kamu sedikit bersantai.."
"Memangnya kau mau mengajakku makan malam dimana?"
"Restoran Porsen, Sayang. Aku tak mungkin membawa kekasihku makan malam di emperan jalan.” Perkataan yang manis, yang mampu membuat Nancye melayang seketika dan merasa terhibur.
"Baiklah. Tapi, kita bertemu di sana saja, ya. Tidak usah menjemputku."
"Well ... aku akan menunggumu di restoran porsen jam 8."
Nancye mengangguk. “Kalau begitu aku ke ruangan dulu, sampai jumpa.”
"Jadi dia sudah punya kekasih? Siapa pria itu? Sepertinya aku mengenalnya. Bukankah dia Robert Maximus? Dari perusahaan Maximus Corp?" batin Darren yang sejak tadi melihat Nancye dan Robert dari kejauhan.
"Jalan." Perintah Darren kepada supir pribadinya.
BERSAMBUNG.
.
.
Jika kalian suka jalan ceritanya jangan lupa tekan like / love ya, karena dari love / like kalian, saya bisa berkarya dan memberikan cerita-cerita yang lebih baik lagi.
Salam cintaku.
Irhen Dirga