Setelah mendengar penjelasan dari Reina, akhirnya Iyen paham kenapa Yuuna tiba-tiba mundur menjauhinya. Iyen tersenyum memandang Yuuna. “Panggil aja aku Iyen, Iyen paling anggun belum ada yang punya. Sini deh Iyen dandani… eh, tapi…” ucap Iyen kemudian ia menunjukkan raut bingungnya melihat Yuuna kemudian melihat Reina.
“Beneran ia mau didandani?” tanya Iyen pada Reina.
Reina pun menjawab, “iya, kenapa?” kemudian Reina bertanya kembali pada Iyen sambil menangkat kedua alisnya.
Iyen kemudian tersenyum dengan bersemangat. “Aaa…. Kalau begitu ayo ayo, kamu cantik benget sih, ini sedikit aja dipoles akan makin cantik deh… aku jadi iri deh pengen punya wajah cantik kaya kamu…” tutur Iyen sambil mengawai tangannya agar Yuuna mau mendekatinya, karena Yuuna masih ragu-ragu akhirnya Iyen menarik baju Yuuna saja agar Yuuna mengikutinya.
Yuuna menggigit bibir bawahnya dan menghembuskan nafasnya, jika orang tidak tahu bagaimana menyiksanya memiliki wajah seperti dirinya maka akan terkagum karena tidak tahu penderitaan di balik wajah miliknya ini. Yuuna tersenyum ramah membalas perkataan Iyen. Sedangkan Reina, ia bersyukur Yuuna sudah dapat mengendalikan ketakutan pada dirinya, dan kesedihannya. Reina mengetahui Yuuna mengendalikan rasa tidak nyamannya karena Iyen yang memuji wajahnya sedangkan Yuuna sendiri malah ingin menyembunyikan wajahnya sendiri, karena bagi Yuuna wajahnya adalah hal terburuk yang ada di dalam hidupnya, penyebab seseorang yang bahkan mereka tidak saling mengenal malah meninggal karena disebabkan oleh Yuuna, itu menurut Yuuna.
“Sudah… sudah… Iyen kami hanya memiliki waktu 2 jam lagi untuk waktu bersiap, bisa kita mulai sekarang…?” ucap Reina mengalihkan percakapaan yang lebih tepatnya ucapan-ucapan kekaguman dan keirian dari Iyen pada Yuuna yang sudah dari tadi hanya tersenyum kikuk karena merasa tidak enak.
Iyen pun mengalihakn perhatiannya kepada Reina dan tersenyum lebar. “Kenapa tidak mengatakannya dari tadi, kalau begitu baiklah ayo kita mulai…!” seru Iyen dengan semangat dan tersenyum lebar. “Eh?! Tapi… siapa yang mau Iyen yang dandani…?” tanya Iyen dengan tersenyum lebar dan kedua alisnya sedikit terangkat. Iyen menunggu jawaban dari kedua gadis di depannya itu.
Reina tersenyum tertahan, ia tahu Iyen ingin menrias Yuuna tetapi merasa tidak enak dengan dirinya. Ia melihat ke Yuuna yang juga menandang Reina dari tadi karena Yuuna itu sangat tidak mengerti dengan berdandan jadi ia hanya berharap Reina dapat mengarahkannya apalagi untuk menghadapai Iyen saat itu.
“Gini deh,” ucap Iyen tiba-tiba, Reina sudah menutuskan tetapi Reina belum mengatakannya. Tiba-tiba Iyen terlihat menarik nafas, Reina tahu Iyen akan melakukan apa selanjutanya. “RAISYA…!” teriak Iyen dengan sangat kencang membuat Yuuna yang berdiri tidak jauh tempat Iyen terkejut saking kerasnya suara teriakan yang tiba-tiba itu.
“Iya Bos…!” jawab Raisya yang panggil oleh Iyen tadi.
Tunggu, Yuuna kembali terkejut dan membulatkan matanya melotot. Yuuna langsung spontan melirik kearah Reina yang tersenyum melihat respon Yuuna. Jawaban dari teriakan Iyen tadi, yang dipanggil adalah nama perempuan tapi suara itu adalah suara laki-laki. Yuuna melangkah mendekat kearah Reina secara perlahan.
Yuuna mendekatkan bibirnya pada telinga Reina dari samping agar tidak terlihat bahwa Yuuna tengah membisikkan sesuatu pada Reina.
“Perempuan apa laki-laki suaranya kok laki-laki?” tanya Yuuna bersuara pelan sakali.
“KESINI! ATUH LAMA BANGET SIH…! Dipanggil nyaut tapi muncul enggak!” kesal Iyen pada pegawainya itu yang baru saja datang karena panggilan bosnya itu.
“Maaf atuh Bos… Raisya-kan-/” ucapan Raisya tidak selesai karena mana sempat keburu dipotong sama bosnya yang sangat suka memotong pembicaraannya itu. Padahal Raisya baru saja ingin menjelaskan mengapa ia lambat datang setelah panggilan bosnya itu tadi.
“Udah lama kalau nunggu kamu jelasin, sekarang ini kamu lihat ada dua perempuan cantik mau kita dandani,” jelas Iyen pada karyawannya itu. Iyen akan menjealskan lagi tetapi Raisya malah lebih dulu memotong.
“Raisya dandani mbak yang itu aja!” ucap Raisya mengatakan lebih dulu pilihanya sambil menunjukkan jadinya kearah Yuuna, dan Yuuna kaget karena ia dipilih lebih dulu oleh Raisya. “Mbak cantik siapa namanya…?” tanya Raisya dengan genitnya.
“HEY!” kini bentakan itu berasal dari dua mulut yang sama-sama tidak terima. Satu dari Iyen yang tidak terima Yuuna akan didandani oleh Raisya karena dirinya yang sangat ingin merias Yuuna. Dan yang satu lagi berasal dari Reina yang tidak terima karena Raisya secara tidak langsung mengatakan bahwa ia tidak cantik dan ia tidak terima itu.
“Kamu tidak boleh mendadanninya!” bentak Iyen tidak terima.
Sedangkan Reina. “Raisya…! Kamu anggap aku tidak cantik begitu?! Huh?! Aku tidak terima loh Rai‼” bentak Reina yang tidak terima dan wajahnya cemberut melihat karah Raisya.
Sedangkan posisi Raisya ia menuguk ludahnya sudah payah karena rasanya tenggorokannya sangat kering dan serat. Dua orang garang itu kini kompak komplin padanya dengan tatapan tajam yang menusuknya. Raisya jadi ngeri sendiri melihatnya.
“Iya… iya maaf, maaf juga mbak Reina yang cantik jelita kaya Raisya… nah mbak sama aku aja ya dandannya. Mbak yang itu sama bos galakku ini,” tutur Raisya sambil tersenyum terpaksa.
“Hey! Siapa yang memutuskan seperti itu. Yang boskan aku!” ucap Iyen kembali tidak terima. Mendengar itu Raisya memutas bola matanya malas, ia juga malas berdebat sebenarnya. Tetapi bosnya itu sangat memiliki minat untuk berdebat dengannya.
“Ya udah ayuk mbak, aku dandani aku lagi gak minat ladenin bos aku debat,” ujar Raisya sambil menarik paper bag yang ada di tangan Reina meminta Reina untuk ikut dengannya duduk di depan meja rias. Reina mau tak mau ikut karena ia juga sedang tidak mood untuk mendengarkan omelan cerewet dari Iyen, lagi pula Reina peka dengan keadaan bahwa Iyen itu mau merias Yuuna bukan dirinya.
“Ayuk… tapi yang cantik ya Rai…” balas Reina sambil mengikuti langkah Raisya, meminta Raisya memendandani dengan cantik.
“Siap mbak Reina yang cantik, nanti aku bikin kita kembaran cantiknya,” celetuk Raisya yang tentu saja Reina sendiri sebenarnya tidak rela karena wajahnya disamakan dengan wajah Raisya yang jelas-jelas seorang laki-laki.
“Raisya! Gak gitu konsepnya, mbak Reina mana mau didandani mirip kamu. Benar-benarnya kamu dandani mbak Reina kalau gak… aku gak gaji kamu bulan ini! Titik!” teriak Iyen sambil memberikan ancaman pada Raisya yang terlalu memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi itu.
“Ish masih denger aja dia,” kesal Raisya dan wajahnya menekuk karena diprotes oleh sang bos. “Mbak Reina aja gak protes tuh!” balas Raisya. Padahal tidak tahu saja bahwa Reina sangat ingin protes dan marah-marah karena ia tidak rela wajahnya disamakan dengan wajah laki-laki kemaju itu.
Sebelum perdebatan antara bos dan karyawan itu terus berlanjut, Yuuna lebih dulu bersuara agar mereka tidak terus menerus berdebat, memperdebatkan hal yang tidak penting. Yuuna malas dan ingin cepat-cepat menyelesaikan penderitaannya, menurut Yuuna begitu.
“Heumm… Mas Iyen, eh manggilnya apa ya… sepertinya lebih baik kita mulai sekarang…” tegur Yuuna menyadarkan Iyen sambil tersenyum kearah Iyen.
Iyen sadar bahwa ia telah membuat Yuuna terabaikan, lalu ia kembali memfokus perhatiannya pada Yuuna. “Aaaa… imutnya… panggil aku Iyen aja gak papa, ayo kita mulai nanti kalian terlambat berangkatnya,” ucap Iyen dengan lembut sangat berbeda dengan nada bicaranya dengan Raisya beberapa menit yang lalu.
Yuuna ingin rasanya mengatakan. “yang membuat lambatkan kalian sendiri, duh kesalnya,” tapi itu hanya ada dibenak Yuuna karena ia tidak berani mengatakan itu, ia takut Iyen akan merasa sakit hati padanya. Yuuna adalah manusia yang sangat memikirkan ucapannya sebelum ia mengucapkannya melalui mulutnya sendiri, karena menurut Yuuna konsekuensi dari ia berkata akan dapat menyakiti hati orang yang mendengarkannya maka ia akan merasa penyesalannya sendiri, dan Yuuna sangat membenci penyesalan karena ada sebuah penyesalan yang sulit Yuuna hilangkan dari dirinya sendiri yaitu tentang wajahnya yang secara tidak langsung membuat Syakilla meninggal. Yuuna menjadi seperti orang yang tidak pandai bersyukur atas apa yang Tuhan berikan padanya, semua yang Tuhan berikan untuk tubuh dan hidupnya.
Selama setengah jam dua orang yang kini masih fokus pada wajah masing-masing pelanggannya, mereka berdua sangat fokus membuat riasan yang sangat pas dan berharap hasilnya akan memuaskan. Sekali-sekali Iyen dan Raisya melihat secara keseluruhan hasil riasannya, mereka berdua tersenyum senang karena kedua wajah itu memang pada dasarnya sudah enak dilihat dan setelah dirias semakin membuat cantik kedua gadis itu.
Pertama kali selesai adalah riasan Raisya atau nama aslinya Ramansyah karena sudah lebih dulu memulai prosesi meriasnya lebih awal dari Iyen atau pemilik nama asli Iyan Widianto. Ia selalu terkagum dengan hasil riasannya apalagi rias yang ia aplikasikan pada wajah Reina. Reina jadi semakin cantik dengan garis wajahnya yang Raisya buat semakin mempertegas wajah gadis itu. Reina yang memiliki hidung mungil mancung yang pas dengan wajahnya menjadi terlihat lebih mancung karena hasil tangan Raisya. Wajah Reina diubah terlihat lebih tidur dari sebelum di make up. Reina juga menjadi memiliki tatapan yang sangat imut dengan mata bulatnya yang diberi shadow dan mascara membuat bulu mata yang hitam dan panjang itu semakin lentik dan tebal. Sedikit polesan blush on membuat pipi Reina terlihat sedikit merona.
Sedangkan Yuuna, Iyen tidak memiliki kesulitan yang berarti untuk merias wajah Yuuna. Karena wajah Iyen hanya perlu mengikuti garis asli wajah Yuuna yang memang sudah tegas dan lembut. Ia tidak perlu bersusah payah untuk membentuk wajah Yuuna agar terlihat lebih dominan adalah cantik. Tetapi dengan mulut kecil dan bibir atas bawahnya yang membentuk hati itu membuat ia tetap terlihat memilki sisi manis walau mata terlihat lebih tajam saat memandang orang lain, tapi mata itu juga bisa terlihat lucu saat ia sedang menunjukkan wajah memelasnya. Yuuna adalah wajah paket komplit karena mau ia cemberut, tersenyum, tertawa, menangis, dan marah sekalipun wajah itu tetap sangat menarik untuk dilihat.
“Wuaaaaah…! Karyaku… ya ampun…!” teriak Iyen dengan sangat heboh karena ia sangat terpesona dengan hasil riasannya pada wajah Yuuna. “Raisya…! Coba lihat deh, aku iri…!” teriak Iyen memanggil karyawannya itu dengan sangat bersemangat. “Lihat! Lihat! Lihat!” teriak Iyen, bagi Yuuna itu sungguh memalukan.
“Oh Ya Tuhan… aku ingin segera pulang dan bersembunyi…” teriak Yuuna dipikirannya, ia sangat ingin menyembunyikan wajahnya sendiri, bukan ia tidak melihat hasil riasan Iyen pada wajahnya, bagaimana ia tidak melihat jika cermin besar ada di depannya, Yuuna tidak buta jadi ia melihat seluruh wajahnya.