Pergi dan Datang 2

1531 Words
Sekarang Yuuna dan Reina sudah kembali menelusuri mall, setelah mereka mendapatkan baju, Reina kembali menarik Yuuna ke toko sepatu dan di situ Reina membeli satu pasang sepatu saja karena Yuuna menolak Reina kembali memberikannya padahal yang Reina belikan yang Yuuna ketahui hanya satu shirt berwarna grab green.             Tetapi Yuuna sudah tidak mau dibelikan apapun, Yuuna merasa tidak enak jika ia terlalu banyak ditraktir oleh Reina. Tapi tanpa diketahui oleh Yuuna, Reina sudah membeli sepasang dress dan juga sepatu yang melengkapi satu look untuk pakaian yang akan ia berikan pada Yuuna.             “Sudah semua?” tanya Yuuna pada akhirnya karena mereka sudah terlalu lama berkeliling di dalam pusat perbelanjaan itu.             “Belum sih… masih ada satu lagi, tapi kali ini tolong jangan menolakku…” ucap Reina memberikan tatapan memelasnya pada Yuuna agar Yuuna tidak menolak traktirannya kali ini. Yuuna menghela nafas beras tanda ia terpaksa menerima permintaan Reina, padahal ia benar-benar tidak enak dengan semua belanjaan yang Reina belikan untuknya. “Mau kemana lagi?” tanya Yuuna akhirnya. Reina yang mendengar pertanyaan Yuuna kemudian tersenyum senang, gadis 18 tahun itu menarik Yuuna lagi. “Aku tau kamu juga diundang oleh Reza untuk acara pembukaan usaha barunya, benarkan? Maka dari itu kita akan membeli dress yang cocok untuk acara seperti itu, aku ingin kita hadir dengan tampilan yang cantik,” tutur Reina dengan semangat. Sedangkan Yuuna menatap bingung dan pasrah karena menolak pun percuma, usahanya menolak tidak akan membuahkan hasil karena keras kepalanya seorang Reina. “Baiklah, aku akan ikut saja,” ucap Yuuna akhirnya pasrah dengan semua keinginan Reina padanya. “Nah… pasrahkan? Kalau begitu menurut ya… Yuuna-ku…” seru Reina semangat sambil menggandeng tangan Yuuna. “Huemmh… jangan terlalu cepat nanti kakimu sakit,” ujar Yuuna mengingatkan Reina yang menggandenganya protektif. “Baiklah… Yu nanti kita dandan ya… ya ya ya…” rengek Reina pada Yuuna, walau mereka hanya berbeda beberapa bulan, tetapi karena tingkah Reina yang sangat manja dan imut malah terlihat ia lebih muda dari pada Yuuna yang pada kenyataannya adalah yang lebih muda dari pada Reina, hanya beberapa bulan saja. “Tapi aku malu,” balas Yuuna, benar iya malu jika harus berdandan hanya sekedar datang memenuhi undangan dari Reza yang mengajaknya bergabung di acara pembukaan bisnisnya tersebut. “Ayolah sekali-kali kamu juga dandan dan buat pangling orang-orang, hihihi…” ucap Reina dengan tawanya yang memperlihatkan deretan gigi miliknya yang putih. “Tapi jangan terlalu mencolok ya?” pinta Yuuna pada Reina dan dijawab anggukan oleh Reina dengan semangat sekali. “Iya tidak akan terlalu mencolok asalkan kamu mau, tapi kali ini pilihlah dress yang kamu mau gunakan nanti,” kata Reina dengan semangat, kedua gadis yang baru berumur 18 tahun itu menikmati sisa hari itu dengan berbelanja dan juga makan untuk mengisi perut mereka dan menghilangkan lelah mereka setelah berkeliling. Setelah hari mulai gelap karena mereka bukan hanya menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan tetapi juga mengunjungi taman kota hanya untuk sekedar jalan-jalan. “Yu… apa kamu tidak pernah berpikir untuk merubah nasib?” tanya Reina tiba-tiba saat mereka duduk di bangku taman. “Tidak, aku takut untuk mencobanya,” jawab Yuuna dengan cepat. “Tapi kamu punya bakat bermusik, cobalah karena jika kita tidak mencoba maka kita juga tidak akan tau kita berhasil atau gagal,” jelas Reina memberikan nasehat pada Yuuna. “Tapi aku tidak memiliki keberanian yang seperti kamu katakana Rei, aku makan untuk bertahan hidup saja aku sudah merasa cukup,” jawab Yuuna pelan tetapi ia sangat santai tanpa merasa sedih sedikit pun tentang kehidupannya kecuali ia mengingat kembali tentang seseorang yang pernah mati karenanya. “Kamu harus mencobanya lagi nanti saat kamu sudah siap untuk melakukannya,” ujar Reina sambil tersenyum. “Suatu hari nanti aku yakin kamu akan berpikir untuk mencobanya, dan aku akan sangat sabar menunggu waktu itu tiba…” seru Reina dengan semangat, ia bahkan menyenggolkan bajunya pada bahu Yuuna. Yuuna tersenyum dengan sikap positif yang dibawa oleh Reina, ia selalu berpikiran baik terhadap masa depannya ia membawa hal positif itu bukan untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain. Tidak salah jika Reina adalah calon seorang psikolog yang akan dapat diandalkan dalam menangani kliennya. “Terimakasih atas kepercayaan kamu padaku, aku akan mencobanya saat aku benar-benar siap,” balas Yuuna, ia tidak ingin membuat Reina kecewa dengan segala pikiran negatef Yuuna yang membuat Yuuna tidak berani untuk melangkahkan kikinya ke zona yang sangat berbeda. “Mungkin suatu hari nanti saat tiba waktunya aku akan mencobanya,” batin Yuuna. Kemudian Reina menggenggam tangan Yuuna erat sambil menatap mata Yuuna ia tersenyum. “Aaaa udah ah jangan kamu ingat-ingat lagi yang dulu biarlah dulu dan sekarang kamu harus berjuang untuk bangkit, semua bukan salah kamu kok ya… lagi pula itu ajal, dan lagi pun aku yakin dia udah bahagia masa kamu masih aja sedih sih,” tutur Reina dengan senyum lembut yang sangat bersahabat saat dilihat membuat Yuuna ikut tersenyum membalasnya. “Aku akan berusaha,” ucap Yuuna dan ia pun tersenyum lebar sampai matanya menyipit lucu. “Lucunya adek beberapa bulanku ini… ututu… gemes!” ucap Reina sambil menangkupkan kedua tangannya di kedua pipi Yuuna lalu ia mengunyel-nguyel tangannya membuat pipi Yuuna seperti sedang mengkaliskan adonan donat. Reina terkadang bisa menjadi seperti adik dan sewaktu-waktu juga bisa menjadi seorang kakak sekaligus sahabat yang memberikan nasehat dan ucapan menenangkan bagi Yuuna. “Rei… pipiku nanti memerah…” rengek Yuuna karena ia rasa pipinya sudah sangat memerah karena ulah dari Reina. “Biarin soalnya kamu gemesin, kalau Reza suka kamu aku tidak setuju pokoknya! Kamu itu cocoknya jadi adik aku bukan kakak ipar aku, masa nanti aku punya kakak ipar rasa adik! Huh! Kan gak asik!” gerutu Reina sambil mencak-mencak tapi tangannya masih saja mengusel-ngusel di pipi Yuuna. Yuuna yang mendengar ucapan atau lebih tepat gerutuan Reina tadi yang menyebut Reza dan dirinya pun tercengang. “Maksudnya?” tanya Yuuna akhirnya. Reina yang baru sadar langsung menghentikan aksinya dan mengerjab beberapa saat. “Eh?” kata Reina terkejut sendiri. “Ah… tidak tidak aku hanya menduga-duga saja, lagi pula kamu juga tidak maukan sama orang jelek seperti Reza itu, habis itu dia nyebelin juga,” sebut Reina menjelek-jelekkan kakaknya sendiri. “Tidak… dia tidak jelek kok, dia baik juga dan dia sudah seperti kakakku sendiri. Bahkan aku tidak pernah merasa kasih sayang seperti yang kalian berikan padaku selama ini selain dari orang tua angkatku yang sudah lama meninggal,” ungkap Yuuna, ia tidak membawa perasaan apa yang telah Reina katakan tentang kakaknya. Yang ia rasakan hanya bahagia karena ada orang baik yang sebelumnya tidak mengenal tetapi bisa sebaik mereka yang mau saja menerima Yuuna dan berteman bahkan mereka tidak segan memberikan bantuan pada Yuuna. “Terimakasih atas semuanya…” ujar Yuuna kemudian ia memeluk Reina yang duduk di sampingnya. Reina memang juga sudah berteman dengan Yuuna dari Reza membantu Yuuna saat kecelakaan itu. Reina juga sering menemani Yuuna di rumah sakit karena bertepatan Reina baru saja pulang dari luar kota setelah mendaftarkan diri untuk kuliah di universitas. Kedua orang tuanya melimpahkan kasih sayang pada Reina dan Reina pun tumbuh menjadi anak yang penuh dengan kasih sayang, ia pun membantu Yuuna dan menemani Yuuna setelah ia tahu tentang latar belakang Yuuna dan yang membuat Yuuna seperti itu, awalnya ia sangat kasian pada Yuuna. Tetapi lama kelamaan ia malah merasa nyaman berteman dengan Yuuna dan saat berbicara dengan Yuuna. Hingga saat ini Reina pun sering pergi mengajak Yuuna atau sekedar mengunjungi tempat kerja Yuuna yang juga milik tente dari Reina. “Rei… boleh aku minta ajarin pake hijab yang gini tidak?” pintu Yuuna tiba-tiba yaitu memakai hijab pasmina yang sangat simple. “Boleh, sangat boleh,” jawab Reina dengan semangat. “Tapi sekarang kita sebaiknya pulang dulu,” ucap Reina kemudian, karena benar lampu-lampu taman sudah hidup karena sudah gelap. “Iya,” jawab Yuuna sambil tersenyum. Ia sebenarnya memang ingin meminta Reina untuk segera pulang hanya saja ia tidak enak untuk mengucapkannya karena melihat Reina sangat nyaman saat berjalan-jalan di taman tadi. Mereka pun kembali ke mobil dan pergi dari taman tersebut, sekarang jalanan pun ramai orang dengan lampu-lampu jalanan yang menyala, malam itu indah karena warna dari lampu-lampu jalanan, lampu mobil dan juga motor di jalanan tersebut. Reina mengantar Yuuna terlebih dahulu pulang ke kontrakannya, sedangkan di kontrakan Harumi sudah menunggu Reina pulang dari tadi karena ada yang ingin ia beritahukan kepada Yuuna. Terlihat Harumi duduk di kursi teras sambil melihat kearah jam dan jalan di depan rumahnya. “Duh… Yuuna lama pulangnya… padahal ini kesempatan bagus buat dia,” ujar Harumi sendirian. Tiba-tiba Mika datang dari dalam rumah dan berdiri di pintu masuk rumah. “Nanti dia pulang kok, kan dia sama Reina katanya kamu tunggu di dalam aja jangan di luar nanti masuk angin,” ucap Mika menasehati Harumi yang dari tadi terus menunggu Yuuna pulang. Padahal ia tahu Yuuna sedang pergi dengan Reina dan jika mereka berdua bersama maka artinya mereka akan lama, tapi Harumi malah sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Yuuna saat itu, itu membuat Mika geleng-geleng kepala sendiri melihatnya. “Bukan itu masalahnya Mik, ini tadi kan Ibu Jamal datang ke sini, Bu Jamal katanya mau nawarin Yuuna untuk pergi ke ibu kota untuk mengurus toko yang di ibu kota yang akan membuka cabang lagi di sana,” jelas Harumi pada Mika yang kini ikut duduk di samping Harumi. “Oh… jadi itu bikin kamu nunggu Yuuna dari tadi, tapi bukannya cabang di ibu kota sudah ada yang mengurusnya?” tanya Mika. “Memang ada tapi Ibu Jamal ingin mempaharuinya, pengurus yang kemarin itu tentu tidak bisa harus mengurus dua toko sekaligus jadi Ibu Jamal mau nawarin Yuuna dulu, aka nada dua orang pegawai dari sini yang akan di bawa ke ibu kota,” tutur Harumi. “Jadi satunya? Kamu?” tebak Mika dengan wajah penasarannya. Ia menatap Harumi dengan tatapan yang sulit diartikan tetapi ia terlihat santai dengan memalingkan wajahnya kearah Harumi yang ada di seberang meja yang menjadi pemisah mereka duduk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD