Tentang Jarvis

1210 Words
Garry Jarvis adalah anak tunggal dari pengusaha batu bara yang sudah menginjak usia 30 tahun. Berkulit eksotis dengan rahang kokoh dan tinggi hampir 187. Jarvis punya darah Italia dari sang Ibu, Jawa dari Ayah dan Chinese dari nenek. Perpaduan itu membuat fisiknya jauh menonjol dari kebanyakan pria pada umumnya. Kemanapun Jarvis pergi, puluhan pasang mata wanita akan mengiringi. Kekaguman dari orang sekitarnya membentuk karakter Jarvis menjadi narsis, sombong dan merasa lebih tinggi. Akibatnya, bukan hanya teman, Jarvis bahkan tidak punya calon istri. Keadaan itu membuat orang tuanya mengundang beberapa wanita agar dipilih secara langsung. Awalnya Jarvis menolak ide itu mentah-mentah. Buat apa repot-repot membawa gadis pilihan kalau ia sendiri punya daya pikat? Pemilihan menantu yang mirip kontes itu sangat tidak masuk akal bagi dirinya yang sempurna. Hingga kemudian, orang tuanya setuju mengikuti kemauan Jarvis untuk bersandiwara. Tidak bisa dipungkiri, mereka tidak butuh menantu kaya untuk menambah harta. Gadis tulus lugu dan cantik bisa menjadi pertimbangan terbaik agar sifat angkuh Jarvis berubah. Caranya mudah. Jarvis hanya perlu duduk di atas kursi roda, berpura-pura linglung dan sering batuk agar pihak wanita mengira calon suaminya punya fisik lemah. Tidak itu saja, orang tua Jarvis, Ny Carissa dan Pak Januar mengharuskan calon menantu mereka merawat Jarvis tanpa bantuan perawat. Hasilnya sungguh mengejutkan, dari sekian puluh gadis yang datang, tidak ada satupun yang bertahan. Sebagian dari mereka berpendapat kalau itu bukan pemilihan menantu,melainkan pelayan pribadi. Padahal, alasan terbesar mereka mundur lantaran kecewa dengan Jarvis yang cacat. Pria sehat dengan uang cukup lebih bagus daripada calon suami penyakitan berlimpah harta. "Ini yang ke berapa? Paling juga hasilnya sama seperti kemarin," kata Jarvis memakai kaca mata juga sweater yang disiapkan oleh pelayan. Ia kini dengan wajah bersungut terpaksa turun untuk memakai kursi roda. Bukan hanya waktu istirahat, moodnya ikut kacau lantaran harus mengikuti kemauan keluarga. Menolakpun mustahil karena jabatannya di perusahaan terancam dicopot oleh sang Ayah. Pernikahan memang tidak bisa dihindarkan, apalagi untuk keluarga kaya yang butuh garis keturunan. Di ruang tamu, kedua orang tuanya telah menunggu. Mereka memberi isyarat agar Jarvis lekas bersiap. Sebenarnya kedatangan Asih sudah dikatakan oleh sang Ibu di meja makan kemarin, tapi karena tidak merasa penting, Jarvis melupakannya. Ia benci latar belakang Asih yang berpendidikan rendah dan lahir di desa. Mungkin secara fisik dan keterampilan, Asih lebih unggul dari calon lain, tapi itu sama sekali tidak cukup. Jarvis yakin, kali ini tamunya akan pergi dalam waktu kurang dari satu jam. "Mereka masuk, bersikaplah senatural mungkin," bisik Ny Carissa membantu Jarvis merapikan lilitan syal di leher. Sandiwara melelahkan itu mungkin akan cepat selesai kalau ia mampu berakting lebih ekstrim. Terakhir kali, Jarvis pura-pura kejang, mungkin hari ini harus ditambah muntah. Kesannya pasti lebih menjijikkan dan efektif untuk membuat down orang asing. "Jangan melakukan hal yang aneh," kata Pak Januar menatap curiga pada Jarvis yang mengambil potongan roti dari atas meja. Jarvis tidak peduli, ia mulai mengunyah lalu menyimpannya di mulut. Ny Carissa hanya bisa menggeleng tak percaya, mungkin memilihkan calon menantu akan berakhir sia-sia. Anaknya jelas tidak akan tinggal diam dan melakukan segala cara untuk membuat calon istrinya mundur. Ketimbang sebuah perjodohan, ruang tamu itu sudah seperti medan perang. Paman Bagio adalah orang yang pertama masuk, di belakangnya terlihat Asih menyusul dengan langkah kecil. Dilihat dari paras juga tingkah lakunya yang tenang, Ny Carissa langsung tahu bagaimana Asih dididik. Di dahi gadis itu seakan sudah tergambar dengan jelas kalau ia punya sifat mengabdi. Ny Carissa sering menemukan hal sama pada para pelayannya. Otomatis point Asih langsung berkurang satu. Keluarga itu butuh seorang menantu yang serba bisa dan menerima, bukan pembantu baru. Sedang bagi Pak Januar dan Javis, sosok Asih punya standart kecantikannya yang sedikit berbeda. Asih berkulit kuning langsat, rambut ikal panjang dengan alis lebat alami. Hal itu tentu tidak ditemukan pada calon menantu yang datang kemarin siang. Kebanyakan gadis jaman sekarang cenderung berkulit putih, alis cetakan dan bibir sulaman. Jadi melihat sosok Asih, Javis sedikit terkesima. Waktu kuliah di Itali, ia menemui banyak wanita cantik dan sensual. Tapi Asih benar-benar berbeda. Gadis itu seperti manekin, belum tersentuh dan dingin. Asih sebenarnya lumayan terkejut saat melihat keadaan Javis. Bagaimanapun ia tidak menyangka kalau pria yang dijodohkan dengannya tidak normal. Dari kepala hingga ujung kaki, Javis dibungkus bagai mumi. Hanya hidung mata dan alisnya yang terlihat di balik celah syal. Tapi dari itu saja, Asih bisa melihat betapa proposionalnya tubuh juga wajah Javis. Paman Bagio sendiri tidak tahu menahu dan merasa tertipu. Pantas, temannya menawari sebuah kesempatan yang terlalu bagus. Tenyata keluarga kaya itu punya tuan muda yang cacat dan tidak sehat. Entah berapa kali Javis batuk di sela pembicaraan penting mereka. Namun Asih mendadak punya pikiran berbeda. Ia yang sudah lama risih dengan pandangan para pria, merasa itu adalah kesempatan bagus. Menikah dengan orang yang tidak sehat justru akan menghindarkannya dari urusan ranjang. Asih rasanya tidak keberatan kalau menukar semua itu untuk sebuah ketenangan batin. Terlebih di matanya, Pak Januar dan Ny Carissa bukan tipe majikan yang kejam. Mungkin pekerjaannya tidak jauh berbeda, beres-beres dan membantu urusan dapur. Hal seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari Asih sejak kecil. Intinya, Asih tidak peduli selama itu bukan masalah ranjang. Sayangnya, Paman Bagio mundur lebih dulu. Pria paruh baya itu tiba-tiba berdiri saat Ny Carissa mulai bicara tentang syarat agar Asih diterima jadi menantu. Sekalipun tamak, ia masih punya hati nurani. Rumah itu layaknya sangkar emas berduri, saat setuju untuk masuk, bukan hanya tidak bisa keluar,tapi juga berdarah dan mati. Paman Bagio bisa membayangkan banyaknya wanita yang pastinya menolak untuk tinggal. Ketimbang Javis, lebih baik pemuda desa yang punya sawah besar. Mengurusi lelaki sakit dari keluarga kaya tidak akan dihargai. Apalagi dilihat dari keadaannya, Javis tidak akan bisa memberi Asih keturunan. Lengkap sudah alasan kenapa Paman Bagio harus segera angkat kaki. "Maaf, sepertinya teman saya memberi informasi yang salah." Ia lantas memberi isyarat agar Asih ikut berdiri. Mereka sudah banyak membuang waktu dengan mendengar omong kosong. Memilih menantu bukan perkara bisa memenuhi puluhan syarat, tapi adanya ikatan si pria pada calon pengantinnya. Kalau dari awal saja pihak laki-laki banyak menuntut, bisa dipastikan saat menikah nanti, mereka tidak akan menghargai keberadaan Asih. "Sih?" Paman Bagio melebarkan matanya saat Asih tidak beranjak dari sofa. Rupanya gadis itu tidak mengublis, masih duduk sembari menatap tiga sosok di depannya bergantian, Pak Januar, Ny Carissa dan terakhir Javiar. Melihat sikap berbeda dari diri Asih, Ny Carissa curiga kalau-kalau kedatangan tamunya itu punya niat tersembunyi. "Paman, biarkan Asih mendengar syarat-syarat itu sampai selesai," pinta Asih membuka suara untuk pertama kalinya. Ia mengeluarkan kalimat yang begitu lembut hingga Pak Januar bergeming, seolah menemukan benda berkilau yang langka. Sepertinya Asih benar-benar dipersiapkan sebagai seorang istri yang penurut dan pengabdi. Ny Carissa sadar, mungkin penilaian awalnya salah. "Kelihatannya kamu tertarik dengan tawaran kami, tapi jelaskan dulu apa alasanmu," ucap Ny Carissa hati-hati. Dulu sebelum pensiun, ia pernah bekerja sebagai psikolog. Jadi mengenali sifat dasar seseorang dari gerak-gerik adalah hal mudah bagi Ny Carissa. "Saya menyukai tuan Javis, saya rasa alasan itu sudah cukup." Jawaban Asih begitu lugas, tenang dan dingin. Tatapannya pun lurus, tidak terbata sama sekali. Itu adalah ciri-ciri orang jujur. Semua yang ada di sana dibuat tidak berkutik. Terutama Javis. Pria tinggi itu lupa dengan rencana awalnya untuk pura-pura muntah. Paras Asih yang cantik tanpa ekspresi membuat Javis penasaran dan ingin menghancurkan. Andai Asih diterima, Javis akan menganggapnya mainan baru, bukan seorang istri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD