Festival Kembang Api

1758 Words
“Kok enggak habis? Kan makanan kesukaan kamu,” ujar Billy melihat sisa makanan Joshep masih banyak. Padahal Billy sengaja memasakan makanan kesukaannya karena merasa sudah lama juga tidak bertemu Joshep. “Lagi gak enak badan, Om. Jadi gak selera,” ujar Joshep memaksakan senyumannya. Saat Joshep akan meninggalkan meja, Billy kembali bersuara. “Kamu kenapa? Mau Om panggilin dokter?” Tanya Billy yang menatap cemas keponakannya itu. Kini semua mata tertuju pada Joshep, tentu mereka juga mengkhawatirkan Joshep yang dari tadi terlihat lesu. “Gapapa kok, Om. Cuma gak enak badan biasa.” Melihat Billy yang akan kembali bersuara, Joshep lebih dulu meninggalkan meja makan. “Josh kenapa, ya? Kok banyak diem. Apa sakit, ya? Biasanya kan dia heboh banget. Apa dia lagi ada masalah di kampus?” Tanya Billy sambil menatap bergantian Aurora dan Kezie. “Aku gak tau, Kak. Aku juga ngerasa gitu, Josh jadi aneh. Belakang ini dia jadi agak pendiem, ngumpul juga udah jarang. Ntar biar aku tanyain deh, Kak.” Aurora tersenyum menenangkan, Billy mengangguk serta membalas senyuman Aurora. Kemudian mereka kembali melanjutkan acara makan mereka yang sempat tertunda. “Ah iya. Ntar malem ada festival kembang api, kalian mau liat?” Tanya Azka yang lebih dulu menyelesaikan makanannya. “Eh seriusan!? Wah kita ke sana ya, Yang.” Jessica menatap Azka penuh harap. “Iya iya, ntar kita kesana ya. Habisin gih makanan kamu.” Azka menggenggam lembut tangan Jessica. Mengelus punggung tangan Jessica dengan ibu jarinya yang membuat bule cantik itu tersipu. Jessica benar-benar beruntung setelah selama ini Azka tetap lembut padanya. Walaupun kadang Jessica sering bersikap kasar, tetap saja Azka yang akan mengalah. “I-iya kita pergi.” Jessica mengalihkan pandangannya dari Azka karena salah tingkah dan terlihatlah Billy yang menatap mereka dengan wajah konyolnya. “Apa liat-liat!?” “Enggak. Cuma liatin anak remaja yang pacaran trus yang cewek malu-malu tapi keliatan menggelikan,” ujar Billy dengan cengirannya. “Sabar sayang sabar. Gak usah dengerin. Dia mah iri doang kan jomblo,” cibir Azka yang melihat Jessica akan meledak. “Wah... bocah, kurang jauh main kamu! Banyak tuh yang ngajak aku kencan terang-terangan! Cuma ya belum ada yang cocok aja,” ujar Billy sewot. Ia memang pendiam, cool, keren dsb, namun jika sudah diejek jomblo entah mengapa tiba-tiba tanduknya keluar. “Ya iyalah, terang-terangan. Kalau gelap-gelapan mah bikin anak,” celetuk Azka yang langsung dihadiahi Jessica cap lima jari di belakang kepalanya. Ingin rasanya Azka berkata kasar, namun ia urungkan melihat wajah Jessica yang kini menatapnya horor. “Mulutnya ya. Bilang lagi, aku masukin ulekan cabe ke mulut kamu,” ujar Jessica membuat Azka yang tadi akan protes malah menunjukan cengirannya. “Becanda kali, Yang.” “Ya, becandanya jangan gitu. Kamu enggak liat ada Ara sama Kezie disini!?” “Udah ih, Kak. Pada kenapa sih, berantem mulu perasaan,” ujar Aurora menghentikan perdebatan mereka. Azka masih menatap tajam Billy. Billy tersenyum mengejek sebelum beralih menatap Aurora dan Kezie. “Kalian gimana? Ikut festivalnya?” “Iya, aku ikut, Kak. Kayaknya seru,” ujar Aurora dengan semangat. “Festivalnya mulai jam berapa, Bang?” Tanya Azka masih sambil mengelus belakang kepalanya yang tadi kena pukul. Jessica yang melihat itu juga ikut mengelus belakang kepala Azka yang membuat pria itu tersenyum seolah mengatakan jika ia baik-baik saja. “Sekitar jam 8 mungkin. Oiya, aku stay di rumah. Deket kok dari sini, Jessica tau tempatnya,” ujar Billy membuat Aurora yang tadinya tersenyum lebar langsung menatap bingung ke arahnya. “Kenapa enggak ikut, Kak?” “Joshep kan lagi sakit. Gak mungkin lah aku ninggalin dia sendiri di sini. Kalian seneng-seneng aja, biar aku yang nemenin Josh.” Disatu sisi Aurora menghawatirkan Joshep, di sisi lain Aurora kecewa mendengar Billy tidak ikut dengan mereka. Ia fikir dapat menghabiskan banyak waktu dengan Billy tapi ternyata malah pria itu tidak ikut. ‘Seharusnya tadi gue bilang gak ikut aja kali ya, kan bisa stay aja bareng Kak Billy. Yaah... jadi obat nyamuknya Kak Azka sama Kak Jessie dong.’ “Biar aku aja yang nemenin Josh, Kak. Kak Billy pergi aja bareng yang lain. Aku... aku lagi gak mau kemana-mana,” ujar Kezie membuat perhatian mereka teralihkan padanya. “Kamu yakin? Festival kembang api di sini cuma sekali setahun lo,” ujar Billy. Bagaimanapun ia merasa lebih bertanggung jawab atas Joshep. “Aku lagi males kemana-mana, Kak. Biar aku yang stay di sini nemenin Josh,” ujar Kezie lagi. “Lo gapapa sendiri di sini? Gue temenin lo aja, ya?” Tawar Aurora, ia merasa ada yang kurang kerena ke dua sahabatnya tidak ikut. Walaupun ia sangat ingin menghabiskan waktu berdua dengan Billy. Namu tidak mungin ia senang-senang sedangkan kedua sahabatnya tidak. “Gapapa, lo pergi aja. Gue gak sendiri kok, kan ada Joshep. Dia jinak kok kalau sama gue.” Berulang kali Kezie meyakinkan Aurora yang nampak ingin menemaninya. Namun ia fikir untuk kali ini Joshep juga tidak akan merasa baik dengan adanya Aurora disini. “Beneran gapapa?” Tanya Billy lagi pada Kezie. “Gapapa, Kak.” *** Akhirnya hanya mereka berempat yang pergi ke festival kembang api. Jessica dan Azka berjalan di depan dengan bergandengan tangan. Sedangkan Aurora dan Billy tampak canggung berjalan di belakang mereka. Tidak ada percakapan. Billy bingung bagaimana cara memulai percakapan mereka. Sedangkan Aurora yang berjalan di samping Billy membuatnya lebih gugup dari pada mengikuti ujian semester. “Wah... rame banget," ujar Jessica saat mereka baru saja sampai. Padahal masih jam setengah delapan, tapi di sana sudah ramai sekali. "Kita ke sana yuk, Yang." Tunjuk Azka ke tempat dimana berderetnya orang-orang menjual makanan. Azka menarik tangan Jessica, memaksanya untuk berjalan dengan cepat. "E-eh!? Kalian kemana, kok kami di tinggal!" Teriak Billy. "Kayaknya mau beli makanan, Kak. Maklum perut Kak Azka kan kayak gentong. Kakak laper? Mau ke sana juga?" Tanya Aurora menatap Billy yang lebih tinggi darinya. "E-enggak, masih kenyang. Kamu laper?" Tanya Billy balik. Ingin rasanya ia membuang Azka dan Jessica ke laut karena meninggalkannya berdua dengan Aurora, apalagi setelah pembicaraannya dengan Jessica tadi. “Sama, masih kenyang juga, Kak. Ehm gimana kalau kita ke sana? Dari pada nungguin mereka,” ujar Aurora menunjuk pada stan yang banyak menyediakan permainan. “B-boleh.” Billy mungkin memang diakui sukses dalam kariernya, namun dalam urusan perempuan, Billy sangat payah. Mereka melihat beberapa permainan. Banyak permainan unik di sana yang belum pernah Aurora lihat. Aurora berhenti saat melihat suatu yang menarik perhatiannya membuat Billy juga menghentikan langkahnya. "Mau main yang mana?" Tanya Billy. "Ee... itu, bonekanya cantik." Tunjuk Aurora pada boneka beruang pink yang berada di pojok ruangan kecil berdinding terpal itu. "Kamu mau?" "Mau, tapi gak bisa mainnya," ujar Aurora mengerucutkan bibirnya yang begitu membuat Billy gemas melihatnya. Billy mengalihkan pandangannya pada pria di hadapan mereka yang juga melihat Aurora sedang cemberut. Nampak sekali jika pria itu juga terpesona dari tatapannya pada Aurora. ‘Duh... kenapa imut banget sih.’ "Bang, berapa mainnya?" Tanya Billy. “20 ribu 5 kali tembak, Bang.” Billy memberi uang pecahan 20 ribu dan Abang yang menjaga stan tersebut memberinya sebuah senapan. "Liat baik-baik, ya." Billy melirik Aurora dengan senyuman seakan ia akan memenangkan permainan tersebut. Pukk 's**t meleset.' "Tenang aja, Kak. Aku gak liat kok," ujar Aurora sambil menahan tawanya. "I-itu baru pemanasan doang kok." Billy kembali mulai membidik sasaran itu lagi dengan fokus. Pukk Pukk 'Shit.' "Udah Kakak tembak belum?" Tanya Aurora seolah tidak melihat tembakan Billy yang lagi-lagi meleset itu. Billy menahan kesal dan malunya melihat Aurora tersenyum mengejeknya. "Iya, udah. Meleset semua," jawab Billy dengan kesal. "Haha kok marah sih, Kak?" Aurora tertawa melihat wajah Billy, wajah kesal yang kini menjadi favoritnya. "Gapapa.” Lagi-lagi Aurora tertawa melihat Billy yang sewot. Antara malu dan kesal menjadi satu. “Matanya awas copot lo, Bang. Lagi nih, Bang." Billy kembali memberikan uang pecahan 20 ribu pada Abang yang menatap Aurora tanpa kedip. Aurora yang terlihat jauh lebih cantik dari kembang desa impiannya. Billy terus mencoba hingga enam kali percobaan. Hasilnya sama, semuanya meleset. Billy juga kesal karena Aurora yang terus meledeknya. "Bang, ini senapannya gak rusak, kan!?" Tanya Billy kesal karena lagi-lagi tembakannya tidak mengenai target. “Ya gak mungkin rusak atuh, tadi juga udah ada yang menang pakenya kok.” "Udahlah, Kak. Yuk, main yang lain aja," ujar Aurora menarik ujung jaket Billy. "Gak. Aku gak bakalan nyerah sebelum kena. Bang, lagi." Billy kembali menyerahkan uang pecahan 20 rb pada abang penjaga stan itu. Ia merasa tertantang sebelum bisa menaklukan permainan itu. Billy mulai membidik. Mencoba untuk tenang. Saat akan menekan pelatuknya, konsentrasi Billy pecah. Ia merasakan sepasang tangan mencengkram pelan pundaknya. Terasa hembusan nafas hangat menggelitik lehernya, membuat Billy dengan susah melelan salivanya. “Kakak harus konsentasi,” bisik Aurora. ‘A-ara ngapain!? Duh... g-gimana mau konsentrasi!?’ “Bidik agak ke atas dikit dari target. Ambil nafas trus buang pelan-pelan. Kalau rasanya udah pas, tarik pelatuknya.” Walaupun sulit berkonsentrasi dengan posisi mereka seperti ini, Billy tetap melakukan perintah Aurora. Bagaimanapun Aurora sering main bersama Kezie dan Joshep ke pasar malam. Semua permainan sudah ia jajahi. Pukk “Woah kena!! Aku tau, aku hebat mainin permainan kayak gini!!” Teriak Billy sambil menggenggam tangan Aurora membuat senyum gadis itu pun ikut mengembang. Tidak hanya sentuhan pada tangannya tapi ia juga senang melihat semangat Billy dan wajah lucu pria yang lebih tua darinya itu. “Iya Kakak e-” Bukk “Waa kok aku seneng banget ya, padahal cuma mainan hahaha.” Tiba-tiba Billy memeluknya dengan erat, bukan hanya itu Billy juga tertawa. Aurora tentu terkejut dangan pelukan tiba-tiba itu. Tubuhnya membeku, bahkan ia tidak membalas pelukan dari Billy. Merasa tak dapat balasan dari Aurora, Billy baru sadar apa yang telah ia perbuat. Dengan cepat Billy melepaskan pelukannya dari Aurora. Billy jadi kikuk, keduanya. Ia merutuki perlakuan bodohnya itu. Sungguh konyol memeluk seseorang hanya karena berhasil memenangkan permainan kecil. “Hm Ara... m-maaf ya, aku gak sengaja. Duh beneran maaf, ya.” Billy menggaruk tengkuknya yang terasa geli, wajahnya pun terasa panas meski udara dingin malam menyelimuti. “Gapapa kok, Kak. Kenapa harus minta maaf, kayak ngelakuin kejahatan aja,” ujar Aurora saat nyawanya telah kembali, karena tadi rasanya nyawanya melayang entah kemana. ‘Peluk lagi juga boleh kok.’ “Bang, mau boneka yang itu.” Tunjuk Billy pada boneka tadi yang Aurora tunjuk. Abang itupun langsung mengambilnya dan memberikannya pada Billy. “Ini. Kalian pasangan yang lucu. Saya doakan langgeng, terus sama-sama sampai tua,” ujar abang itu setelah memberikan bonekanya pada Billy yang tersenyum kikuk. “Ah kami cuma-” “Makasih, Bang.” Aurora melingkarkan lengannya pada Billy lalu menariknya dari sana. ‘aamiin.’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD