Zee nama panggilannya saat ini berusia 24 tahun, anak kedua dari lima bersaudara dari pernikahan kedua sang ayah bernama Wijaya di mana selisih usia kedua orang tuanya hampir dua kali lipat. Zee terkadang tidak habis pikir bagaimana bisa sang ibu bernama Tania mau dengan pria tua yang mungkin seusia kakeknya atau ayah dari Tania, menurut cerita mereka berdua adalah Tania dijual oleh suaminya karena ternyata orang tuanya tidak menyetujui pernikahan mereka. Zee tidak habis pikir ada orang tua atau mertua macam begitu dan dia hanya bisa berharap tidak terjebak dengan model mertua seperti itu, sejauh ini orang tua Romeo sangat baik dengannya tapi sampai detik ini tidak ada pembicaraan lanjut mengenai hubungan mereka berdua.
Setiap hari suasana rumah tidak pernah sepi jika Lucas berada di rumah, semenjak Lucas memutuskan pindah rumah suasana rumah berbeda. Lucas jatuh pada pesona wanita yang juga sahabat dari Rere, semua tidak ada yang menyukai wanita itu sehingga membuat Lucas melakukan pemberontakan pada kedua orang tua. Kehidupan Zee sendiri hanya berputar pada cafe dan juga menjadi relawan untuk anak tidak mampu bersama ketiga sahabatnya dengan pantauan langsung dari Boy, semua yang Zee lakukan atas dukungan Boy serta sahabatnya Erland yang katanya adalah duda dan menyukai Zee.
"Mami itu milik Lucas jadi papi jangan peluk-peluk mami mulu" Lucas melepaskan pelukan Wijaya dari Tania.
"Abang tu ya buruan nikah sana udah usia berapa? masa masih mau sama mami mulu" yang tidak menghiraukan protes Lucas "papi ingin lihat abang nikah."
"Nanti kalau udah ketemu yang pas," jawab Lucas santai “lagian kalian gak pernah setuju sama Poppy dan entah kenapa selalu Anggi.”
“Siapa yang pas, bang?” Zee menatap Lucas kesal “Anggi aja abang cuekin begitu untung tahan banting dan abang banggain wanita itu seharusnya abang tu tahu mana yang tulus dan gak.”
“Anggi kan akal-akalan mami aja kalau gak ingat dia sahabat Leo udah abang hempaskan dia” ucap Lucas “aww sakit, pi” teriak Lucas ketika mendapatkan jeweran di telinga dari Wijaya.
"Jangan suka bawa cewek ke apartemen tapi bawa kesini kenalin ke mami papi" ucap Tania menatap Lucas tajam "abang gak mau bikin mami mati berdiri kan kalau tiba-tiba ada cewek kerumah ngaku hamil anak abang" Tania memberikan wajah tersedihnya “lagian Anggi itu tulus bantuin mami karena sayang sama mami takut mami kenapa – kenapa, abang aja yang udah gak perhatian sama mami lagi”
“Ya jangan Anggi juga kali berasa abang tu ngasuh Jimmy sama Rei” Lucas memberikan tatapan memohon “Anggi itu mengganggu banget tau heran gimana Leo bisa betah sahabatan sama dia.”
“Anggi itu baik dan perhatian, bang” ucap Leo “abang aja selalu lihat yang negatif dari Anggi coba dilihat dari sisi yang lain.”
“Hati-hati nanti bisa jadi benci jadi cinta loh, bang” ucap mami membuat Lucas menatap horor “Anggi imut gitu banyak yang suka nanti abang nyesel gak dapat Anggi karena telat.”
Zee langsung ketawa mendengar perkataan mami "udah aku pergi dulu mi pi" langsung berdiri mencium tangan mereka berdua meninggalkan perdebatan tidak penting.
"Masih aktif di tempat anak-anak kurang mampu?" Wijaya menarik tangan Zee sebelum melangkah.
Zee mengangguk "mereka butuh sarana dan perhatianl, lagian kami gak melakukan apa-apa hanya sebagian kecil lebih banyak donatur yang kasih dana.”
Wijaya menarik Zee masuk ke dalam pelukannya dimana Zee selalu merasakan perasaan bangga ketika Wijaya memeluknya atas apa yang telah dirinya lakukan, pelukan yang Zee sukai dari cinta pertamanya. Zee segera menarik diri dari pelukan dengan mencium kedua pipi Wijaya sebelum melangkah meninggalkan mereka dan kembali ke rutinitas. Usia Wijaya yang sudah sangat tua membuat Zee berpikir untuk segera menikah, karena Zee ingin yang menikahkannya adalah Wijaya dan juga melihat senyuman Wijaya ketika melihat dirinya menikah.
Tujuan kali ini adalah tempat di mana Zee menghabiskan waktu bersama anak tidak mampu, kemarin mereka mendapatkan buku bekas yang masih layak dari para donatur. Membuka tempat bacaan di lingkungan kumuh terkadang susah karena mereka rata – rata ada yang berada di jalanan dengan meminta – minta dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi Zee dan ketiga sahabatnya.
“Bukunya banyak kali ini” Indah mengangkat buku – buku dari mobil Beno.
“Banyak orang yang masih peduli dengan mereka jadi bersyukur kita bisa dapat banyak bukunya” ketiga orang dihadapan Zee mengangguk “program yang kita bahas diminta sama Mas Boy dan Mas Gerald.”
“Sudah sampai ke telinga mereka?” Irfan menatap takjub yang hanya diangguki Zee.
Mereka tidak ada yang tahu hubungan Zee dan Boy terutama, mereka hanya tahu jika Boy memiliki perusahaan besar yang tidak ada hubungan dengan keluarga Zee. Boy memang mendirikan usaha sendiri meski begitu Tian tetap meminta Boy mengawasi semuanya sambil mempersiapkan Tama, Zee sendiri tidak ada niat untuk mengatakan sebenarnya hubungan mereka.
“Siapa yang akan presentasi?” suara Beno membuyarkan lamunan Zee “jangan Zee nanti mereka main setuju saja.”
Ketiga sahabat Zee ini juga bukan dari keluarga biasa, entah bagaimana mereka sama – sama memiliki jiwa yang peduli dengan sesama meski sebenarnya bisa saja menghabiskan waktu dengan rekan lain untuk berada di tempat dingin dan minum – minuman kekinian di cafe atau mall. Mereka lebih menyukai berada bersama anak kurang mampu dengan begini tahu bahwa mereka harus lebih bersyukur dan memanfaatkan kekayaan mereka di jalan yang tepat, Zee menatap ketiga sahabatnya dengan tersenyum simpul.
“Melamun aja” tegur Indah membuat Zee tersenyum “bagaimana hubungan sama Romeo?.”
Zee mengangkat bahu “entah semua serba gak jelas.”
“Bukankah lebih baik sama Mas Erland?” Zee hanya tersenyum mendengar perkataan Indah “andai Mas Gerald suka sama aku gak akan mikir dua kali, sayangnya sukanya sama kamu.”
“Inget Beno” membuat Indah cemberut mendengar godaan Zee.
Zee sangat tahu bagaimana ketiga sahabatnya ini di mana Irfan memiliki kekasih yang masih kuliah alias junior mereka, entah bagaimana caranya Irfan mendapatkan cewek itu sedangkan hubungan Beno dan Indah sendiri berjalan sejak mereka masuk perguruan tinggi hingga mereka lulus. Drama percintaan mereka selalu disaksikan oleh Zee dan Irfan yang selalu bosan menyelesaikan permasalahan mereka, meski mereka dekat tapi terkadang ada ranah pribadi yang tidak bisa mereka lewati dan sejauh ini baik – baik saja. Zee selalu teringat pesan dari Wijaya mencari lawan itu mudah tapi kawan yang bisa bersama saat duka itu susah dan jika sudah mendapatkannya jangan pernah sia – siakan sedikit pun.
“Buku ini akan sampai pada mereka dan kita bisa melihat wajah bahagia mereka setelah ini, satu hal yang selalu aku tunggu selama kita memulai program ini.”