BAB 9 KRIS DAN MONICA, BAGAI AIR dan MINYAK

1155 Words
Kris masuk angkot tanpa bertanya jurusan yang diambil angkit tersebut, Hingga pada akhirnya angkot yang ditumpanginya berhenti di Tanah Abang. “Alamak! Cam mana ini, masa aku ke pasar?” gerutu Kris. Ia pun turun dari angkot tersebut, saat membayar ongkos angkot Kris pun bertanya angkot yang harus diambilnya, untuk sampai ke kampus. Berbekal petunjuk dari sopir angkot yang tadi ditumpanginya. Kris pun pergi ke deretan angkot yang mangkal lalu masuk angkot, yang sesuai dengan jurusan yang hendak ditujunya. Beberapa menit kemudian Kris sampai jua di kampusnya. Ia pun langsung menuju bagian tata usaha, untuk mengurus kepindahannya dari kampusnya yang lama. Urusan administrasi kepindahannya tidak berlangsung dengan mudah. Ada banyak hal yang harus dilengkapinya, sehingga ia bolak-balik ke fotocopyan, yang jaraknya lumayan jauh dari ruang tata usaha. Beberapa waktu kemudian, ia selesai juga mengurus administrasi kepindahannya. Kris menuju kantin yang ada di kantin tersebut. Pada saat ia sedang menikmati makan siang, ponselnya berdering dan baru saja ia mengangkat ponsel tersebut. Suara mamanya terdengar dengan nyaring. “Halo, Kris anak Mama Sayang! Mengapa kau tak berkirim kabar ke mak dan bapakmu di kampung? Lupakah kau dengan kami?” Kris menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya, setelah menghela napasnya ia pun berkata, “Halo, Mak! Macam mana aku lupa, dengan kalian berdua. Aku ini masih sibuk sekali mengurus kepindahan kuliahku ditambah aku harus menjadi pengawal paribanku yang super manja.” “Kau harus sabar menghadapi paribanmu, om dan tantemu sudah bercerita tentang gadis itu. Kau harus sabar dengannya, sebenarnya kepindahan kau ke ibu kota, juga atas permintaan dari mereka berdua, untuk membantu mengawasi paribanmu, karena kedua orang tuanya sudah hampir menyerah,” ucap ibu Kris di ujung sambungan telepon. “Bah! Macam mana pula, orang tuanya saja sudah tak tahan, bagaimana pula denganku? Gadis itu membuatku naik darah saja bila dekat dengannya!” Kris menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan kuat. Terdengar suara tawa mama Kris. “Paribanmu itu cantik, bukan? Itu saja yang harus kau ingat, jangan kelakuannya yang menyebalkan.” Mama Kris menutup sambungan telepon, karena ia harus kembali berjualan. Kris menyimpan kembali ponselnya dan hendak melanjutkan kembali memakan baksonya. Akan tetapi mangkok baksonya sudah berpindah tempat ke depan seorang gadis. “Aku sebenarnya tidak mau menyusul kau ke kampus ini. Hanya saja aku tidak mau disalahkan, kalau kau tersesat dan mengadu kepada kedua orang tuaku, sambil menangis. Aku hanya sayang kepada isi dompetku, kalau kau mengadu bisa membuatku harus berhemat.” Rasa tidak percaya dengan kehadiran Paribannya, yang tiba-tiba saja duduk satu meja dengannya. “Kau ini tidak tahu sopan santun sekali! Dan akulah orangnya, yang akan memberikan pelajaran itu kepadamu.” Kris menarik kembali mangkok baksonya. Dengan tanpa ragu ia memakan baksonya, menggunakan sendok yang tadi dipakai Monica. “Kau ini menjijikan sekali! Sendok itu bekas mulutku dan tidak seharusnya kau memakainya! Ada sendok bersih di depan matamu!” Monica mengambil sendok bersih dari wadahnya dan meletakan ke mangkok bakso Kris. Kris mendongak ke arah Monica dan menatapnya lekat. “Kenapa kau merasa jijil? Terlambat! Bukannya kau yang duluan mengambil mangkok baksoku tanpa permisi macam pencuri saja. Apa kau takut dengan menggunakan sendok bekas kau pakai, lalu kau membayangkan aku mencium bibirmu?” Mendengar ucapan Kris mata Monica melotot ia lalu memukul tangan Kris dengan keras. “Hah! Mana mau aku kau cium, tidak level sama sekali!” Kris menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyuap bakso. “Aku juga tidak sudi mencium bibirmu. Siapa tahu mulutmu bau amis dan hanya akan membuatku mual saja.” Mata Monica berkaca-kaca, belum pernah ada orang yang berani mengejek dirinya. Ia berdiri dari duduknya, dengan menarik keras kursi yang ia duduki, hingga berbunyi nyaring. Monica menghentakan kaki, layaknya anak kecil yang tengah merajuk, Dengan nyaring Monica berteriak. “I hate you!” Ia lalu berjalan keluar dari kantin tersebut, meninggalkan Kris yang menjadi pusat perhatian dari orang-orang, karena pertengkarannya, dengan Monica barusan. Kris dengan cepat menuju kasir membayar bakso yang ia makan, kemudian denga langkah panjangnya ia menyusul Monica, yang dalam waktu singkat berhasil ia susul. Kris menarik lengan Monica dengan kasar, sehingga langkah gadis itu terhenti dan tubuhnya membentur badan Kris. Badan Monica diguncang dengan pelan oleh Kris. “Aku minta maaf, karena sudah berkata kasar tadi! Hanya saja, kau selalu memancing kemarahanku.” Monica menggigit lengan Kris yang memegang pundaknya, hingga Kris melepaskan pegangannya di pundak Monica. “Ya ampun! Aku tidak menyangka paribanku yang cantik ini, ternyata seorang kanibal!” Kris lalu menarik Monica hingga menempel badannya kembali dan mencium bibir gadis itu, dengan kasar. Puas mencium Monica, Kris mendorongnya dengan kasar hingga Monica terjatuh. “Ternyata kau tidak pandai berciuman! Kasian pria yang akan menjadi kekasihmu nanti, karena kau sama sekali tidak bisa membangkitkan Hasrat seorang pria!” Monica yang terduduk di tanah menatap Kris dengan galak. Ia melakukan gerakan mendadak. Diraihnya pundak Kris dan dengan melompat ia melingkarkan kakinya di badan Kris. Sekarang gentian Monica, yang memberikan ciuman di bibir Kris. Ia sengaja menggunakan lidahnya hingga membuat Kris, yang semula terkejut karena ciuman mendadak Monica, langung saja membalas dan melumat bibir gadis itu dengan lembut dan lama. Lambat laun keduanya dilanda gairah yang membakar mereka. Perlahan Kris bergerak hingga tubuh Monica menempel pada bagian depan mobilnya. Parkiran yang sepi membuat keduanya terbuai dan aman dari gangguan. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama. Kris merasakan badannya ditimpuk dengan batu, disertai suara teguran. “Woi! Ini kampus, bukan tempat m***m!” Kris pun menegakan badan, sambil merapikan rok Monica, yang tersingkap ke atas lututnya. Diulurkannya tangan ke arah Monica, untuk membantu gadis itu beranjak dari atas kap mobil. Namun, Monica menampik tangan Kris dengan keras. Monica bergerak turun dari atas mobilnya. Ia harus menahan rasa malunya, karena sudah dipergoki dalam keadaan yang hampir saja akan disesalinya. Ditambah dengan Kris, yang berhasil membuat dadanya berdebar kencang. Diambilnya kunci mobil dari dalam tas lalu ia pun masuk mobil pada sisi sopr. Akan tetapi, Kris juga ikut masuk melalui sisi pintu yang sama dengannya. “Bergeser secara sukarela atau aku akan memindahkan paksa dirimu?” ancam Kris, sambil duduk di jok mobil yang sama dengan Monica. Dengan terpaksa Monica menggeser duduknya hingga ke sisi penumpang. Ia melihat sinis ke arah Kris. “Aku meragukanmu bisa mengnemudi? Kalau kau sampai membuat tubuhku menjadi lecet, kau harus bertanggungjawab!” Kris hanya melirik Monica sekilas dan menyalakan mesin mobil. Mengemudikannya meninggalkan areal parkiran. Monica tidak tahu ke mana arah tujuan yang diambil oleh Kris, karena ia melewati arah menuju ke alamat rumahnya. Tidak tahan dengan sikap diam Kris, yang tidak mau membuka suaranya juga. Monica pun berkata dengan ketus. “Mau kau bawa ke mana diriku?” Kembali Kris hannya diam saja tidak mau membuka mulutnya. Dan hal itu hanya membuat Monica menjadi semakin kesal saja. “Paribaku, Kris! Kamu menyebalkan! Monica melipat tangan di depan d**a dan memandang lurus ke depan. Ia tidak akan membuka mulutnya lagi. Ia akan melihat ke mana Kris membawanya pergi. Mata Monica melotot meatap tidak percaya ketika Kris mengarahkan mobilnya memasuki halaman sebuah hotel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD