Dihina Karena Gendut
“Apa kamu tidak bisa merawat dirimu?” ujar Regi menatap istrinya denga tatapan jijik.
“Aku sudah mandi kok, Mas,” balas Gemma sambil mencium pakaiannya sendiri.
“Kalau kamu sudah mandi kenapa kamu masih terlihat dekil seperti kainlap seperti itu?” ujar Regi menghela napas panjang
“Mas … jangan ngomong seperti itu. Kamu membuatku sakit hati,” ujar Gemma memelas dan memegang lengan sang suami, ia berharap dapat cinta dan perhatian dari sang suami.
Wanita bertubuh gemuk itu rela melakukan apapun untuk keutuhan rumah tangga mereka. Gemma sudah terbiasa hidup sederhana, makanya saat suaminya mengatakan kalau perusahaannya lagi krisis keuangan ia mencoba membantu beban suami dengan jualan kue online. Terkadang karena pesanannya ramai sehingga ia pun merasa kelelahan dan kurang istrirahat, belum lagi ia juga harus mengurus keempat anak sambungnya yang masih sekolah.
“Bun … baju olahragaku mana?” teriak Atika anak kedua suaminya, anak perempuan itu sangat dimanja bahkan untuk mengambil seragam sekolahnya saja ia tidak bisa. Ia maunya disediakan semua kebutuhannya.
“Ada di lemari Kak,” sahut Gemma dari dapur.
“Bun, buku gambar dedek mana?” teriak nomor tiga.
“Bun aku mau s**u dong,” panggil si bontot.
Teriakan seperti itu sudah hal biasa untuk Gemma, ia menjalani perannya sebagai ibu sambung dengan iklas. Gemma mendengarkan nasihat orang tuanya untuk berbikap baik pada anak-anak sambungnya karena merawat anak-anak adalah tanggung jawab orang tua.
Gemma bergegas ke kamar anak-anak perempuan itu membuka lemari lalu menyodorkan pakaian olah raga Atika, lalu ia membuka laci Gemmasukkan buku gambar ke dalam tas anak nomor tiga, semua ia lakukan tanpa mengeluh lelah. Wanita bertubuh gemuk itu hanya berharap ia mendapatkan cinta yang tulus dari sang suami. Regi mangatakan belum cukup uang untuk mengaji asisten rumah tangga karena perusahaan miliknya sedang mengalami masalah, karena itulah Gemma melakukan semuanya sendiri.
Sementara Regi hanya duduk lalu membaca koran , ia sudah melihat Gemma mondar-mandir ke sana mengurus ke empat anaknya, tapi ia hanya untuk menyedu kopipun ia harus menunggu Gemma.
“Kopiku mana? Kenapa kau lelet sekali mengerjakan pekerjaan rumah.” ujar Regi sambil mendengus kesal.
“Tunggu ya Mas, aku buat s**u dulu,” ucap Gemma menyendok beberapa bubuk s**u ke dalam gelas dan menyodorkannya untuk si bontot, bergerak ke sana kemari membuat tubuhnya kembali berkeringat.
“Ini kopimu.” Gemma menyodorkan gelas berisi kopi di depan suaminya, karena lelah Gemma ingin duduk di kursi makan di samping Regi.
“Kamu mau keringat,” ujar lelaki itu mengibaskan telapak tangannya ke arah hidung.
“Nanti saja aku mandi setelah, setelah kalian pergi.”
“Menjjijikan,” sungut lelaki itu sembari menyerumput kopi di gelas.
Setelah tiga anak sambungnya sarapan, mereka pun berangkat ke sekolah bareng Regi karena kantor dan sekolah mereka satu arah. Gemma bergegas ke dalam untuk mengantar anak yang paling kecil ke sekolah TK, sehingga membuatnya tidak punya waktu untuk mengurus dirinya sendiri, jangankan untuk berdandan cantik seperti ibu-ibu kompleknya, hanya untuk istirahat saja ia tidak punya waktu. Tetapi Regi lelaki yang sudah menikahinya tidak pernah menganggap Gemma sebagai seorang istri, tapi Gemma wanita yang polos, ia berpikir suatu saat sang suami akan berubah.
**
Satu minggu kemudian.
Gemma bergegas ke dapur dan meminum sebuah pil penyubur.
“Apa kamu masih meminumnya?”
“Ya Mas.”
“Kamu ngeyel banget ya dibilangin. Aku sudah bilang kalau aku tidak sudi memiliki anak dari kamu.”
“Tapi Mas aku juga ingin punya anak yang aku lahirkan sendiri.”
“Oh … kamu mau bilang kalau mereka bukan anak-anakmu karena kamu yang bukan melahirkan.”
“Ya ampun Mas … Aku tidak bilang seperti itu. Aku juga sayang sama anak-anak, Aku mau bilang mereka juga tidak keberatan punya anak adik lagi. Setiap kali anak-anak kamu bawa ke rumah ibu mereka aku kesepian di rumah, kalau aku punya anak sendiri aku punya teman.’ tutur Gemma.
“Gemma, di rumah ini sudah ada empat anak. Masa kamu mau nambah lagi, dengar ya Aku tidak mau menambah anak lagi, jadi tak usah minum-minum obat itu lagi, empat orang anak saja sudah membuatku pusing bagaimana kalau lima,” ujar Regi berjalan ke lantai atas.
Gemma hanya diam berdiri, ia menatap tubuhnya di pantulan jendela rumah mereka, tubuh gemuk, daster lusuh dan warnanya hampir pudar. Sudah Lima tahun wanita itu menjadi ibu sambung untuk ke empat anak suaminya. Regi mengatakan padanya kalau ia dan istri pertamanya sudah bercerai. Gemma selalu percaya apapun yang dikatakan sang suami dan keluarganya, ia istri yang sangat penurut. Mendengar Gemma ingin menambah momongan ibu mertuanya menelepon.
“Gemma Regi bilang kamu ingin punya anak?”
“A-a iya Bu,” jawab Gemma dengan suara sedikit terbata-bata.
“Gemma, Ibu sudah pernah bilang, kalau aku tidak ingin menambah cucu lagi,” ujar wanita itu di ujung telepon.
“Tapi Gemma juga ingin merasakan melahirkan anak sendiri Bu.”
“Jangan dulu ya, kita akan ke Jakarta lagi tiga bulan lagi, kalau kamu hamil lalu siapa nanti yang mengurus kami saat di sana.” Gemma diam.
“Baik Bu,” jawabnya lemah.
Sedih, tidak berdaya itulah yang dirasakan Gemma saat itu.Setelah anak-anaknya berangkat ke sekolah dan suaminya juga berangkat ke kantor, Gemma mengantarkan kue ke langganannya. Tetangga sebelah rumah selalu memesan kue bikinan Gemma.
Saat sedang mengantarkan kue tersebut, tidak seperti biasanya, tidak ada asisten rumah tangga yang membuka gerbang walau sudah beberapa kali ia memencet bel.
“Pesanan Kue!” panggil Gemma dengan sopan.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah bel yang ada di depan pagar rumah tersebut.
“Masuk.” ujar suara dari bel tersebut.
Tanpa berpikir panjang Gemma berjalan masuk ke dalam rumah sesuai intruksi si pemilik suara. Ia merasa ragu dan diam selama beberapa saat sebelum memasuki pintu rumah. Ternyata di dalam dalam rumah keluar laki-laki yang telah menunggunya.
“Taruh saja di sana.” ujar lelaki itu sambil menatap Gemma dengan dingin. Laki-laki tersebut memiliki postur tubuh yang tinggi dan warna matanya mengingatkan warna biru laut. Ia berjalan menuju taman, di satu tangannya memegang gelas kopi dan satunya lagi memegang lembaran koran.
“Saya harus meletakkan kue ini dimana?” tanya Gemma, ia baru tahu kalau orang selama ini memesan kue bikinannya seorang lelaki berwajah tampan. Ia merasa malu karena yang punya rumah terlihat tampan dan bersih, sedangkan ia belum membasuh wajahnya dan pakainnya juga sedikit kotor terkena tepung, dilehernya masih tergantung clemek bermotif anak kucing.
‘Aduh ini memalukan … harusnya aku mencuci muka sebelum keluar rumah, pakai clemek pula’ batin Gemma, sambil mengutuk dirinya sendiri.
“Bawakan saja ke sini.”
Gemma berjalan menuju taman dan meletakkan bok kue di atas meja, setelah menyebutkan harga ia pun berdiri karena ingin segera kembali ke rumahnya.
“Duduklah ada yang ingin saya bicarakan dengan Anda.”
“Saya masih banyak pekerjaan Pak,” tolak Gemma.
Laki-laki itu menatap Gemma dengan dingin, hal itu membuat Gemma tidak bisa menolak permintaan laki-laki tersebut. Ia pun duduk di samping pria bertubuh atletis itu.
“Saya ingin memberikanmu penawaran,” ujar lelaki tersebut sambil menatap tajam ke arah Gemma. Sebelum Gemma sempat bertanya, lelaki tersebut melanjutkan perkataanya sambil menatap Gemma datar, “Jadilah istri keduaku, dan lahirkan anak untuk saya.”
“A---apa? Kenapa Anda berkata seperti itu? Saya sudah memiliki suami dan saya tidak akan menghianati suami saya.”
“Kalau kamu berubah pikiran, datanglah padaku,” ujar pria itu dengan tatapan dingin dan misterius.
Bersambung
Kakak yang baik hato tolong berikan vote like untuk karya ini ya, agar authornya semakin semangat terimakasih