Keinginan

1187 Words
"Apa itu, Van?" tanya Renata setelah tersadar dari klimaks yang melanda. Dia menutupi tubuh telanjanggnya dengan selimut. Suaminya hanya tersenyum salah tingkah dan berusaha menyembunyikan sesuatu di balik punggung. Renata bangkit dari posisi berbaringnya dan berusaha meraih apa yang disembunyikan Vanno. Harapannya pupus kalau apa yang dia rasa barusan itu adalah barang milik Vanno. Dilihatnya lelaki pujaan hatinya itu masih berpakaian lengkap. "Kamu nggak perlu tahu, Ren. Yang penting masalah kita teratasi, kan? Kamu terlihat puas dan menikmatinya tadi, kan?" Vanno menghindar ketika istrinya berusaha meraih barang yang dia sembunyikan. "Sini, Vanno! Biar kulihat apa yang berusaha kamu sembunyikan itu! Sini, nggak!" "Jangan, Ren. Nggak usah!" Vanno berusaha menghindar dan menepiskan tangan Renata yang menggapai-gapai. "Siniin, nggak! Atau aku teriak, nih biar Mama dan Wita dengar?" ancam Renata. "Kamu nggak akan melakukan itu." Vanno berdiri tegak dan dibiarkannya Renata bergerak-gerak liar di tubuhnya, menggapai-gapai ke belakang tubuh Vanno. Bisa dirasakannya tubuh Renata yang berbalutkan selembar selimut tipis. payudaraanya yang kenyal menggesek-gesek dadaa Vanno. Dengan sebelah tangan, Vanno menangkap tubuh Renata yang lebih mungil darinya itu dan mencari bibir istrinya untuk dikecup dan dijelajahi. "Kamu membuatku jatuh cinta terus-menerus, Sayang," bisiknya sebelum dia menjelajahi bibir Renata lagi. "OH, SIAL!" seru Vanno sambil menarik cepat dirinya dari tubuh Renata dan bergegas lari ke kamar mandi yang berada di sudut kamar. Sepertinya Renata tahu apa yang terjadi dan dia merasa sedih. Dia pun berjalan ke arah tempat tidur, memunguti dan mengenakan pakaiannya lalu duduk diam di tepi tempat tidur. Menunggu Vanno. Dilihatnya suaminya keluar dari kamar mandi dengan berlilitkan handuk. Wajahnya terlihat kuyu dan tertunduk. Vanno berjalan ke arah Renata dan duduk di sisinya. "Maaf," kata Vanno. "Untuk apa?" Tak ada jawaban. Hanya desahan napas. Mereka terdiam untuk beberapa saat. "Entahlah. Mungkin untuk semua yang terjadi selama pernikahan kita. Terutama karena ketidakmampuanku." Renata mendesah. Entah untuk hal mana, tapi dia merasa hatinya sedih dan terkoyak. Mungkin seharusnya dia juga minta maaf pada suaminya. Renata bangkit dan berjalan ke lemari pakaian. Dia memandang ke arah tumpukan pakaian Vanno dan menarik sepasang piyama. Lalu berbalik dan berdiri di hadapan Vanno. Tanpa suara, Renata membuka kancing kemeja suaminya satu persatu. Dia harus membungkuk sedikit ketika membuka kancing kemeja terakhir. Setelah semua lepas, di mengenakan piyama pada tubuh suaminya dan mengancingkannya. Masih tanpa suara, Renata berusaha menarik handuk Vanno yang masih terlilit di tubuhnya. Vanno yang tanpa apa pun untuk menutupi bagian bawahnya, memalingkan wajah ketika Renata menghapus bekas-bekas air dengan handuk. Dengan penuh kasih sayang, Renata berjongkok untuk mengenakan celana panjang pada kedua kaki Vanno. Tiba pada bagian akhir, Renata menyentuh sedikit barang Vanno dan memandang wajah suaminya yang menghindari tatapannya. Disentuhnya dagu suaminya dan dia memalingkan wajah tampan itu agar melihat ke arahnya. "Kita masih bisa berusaha kalau kamu mau?" Dia memandang dengan tatapan penuh harap. "Ren ...." "Masih bisa diperbaiki, Van. Kita lakukan diam-diam. Kita datangi dokter terbaik. Terapi, obat, apa pun. Kita punya uang. Aku akan selalu mendampingimu, Van." Renata membelai lembut pipi suaminya. "Ak--aku ... aku nggak yakin, Ren. Aku nggak pernah membuka masalah ini pada siapapun selain kamu. Aku malu." Ditepiskannya tangan Renata dan kembali dia menghindari tatapan istrinya itu. Renata mendesah. Memaksa Vanno mengangkat tubuhnya agar celananya bisa masuk dengan sempurna. Dia berdiri lalu mengecup ujung kepala suaminya. "Aku mau mandi dulu. Tidurlah duluan, jangan menungguku," katanya sambil berjalan lemah ke arah kamar mandi. Di dalam kamar mandi, Renata berusaha mencari barang yang disembunyikan suaminya tadi. Jika dugaannya benar, Vanno menggunakan dildoo untuk memuaskannya tadi. Sebenarnya Renata sedikit risih dan merasa malu, tapi dia tidak bisa bohong kalau dia merasa lebih puas dibandingkan dengan usaha Vanno yang biasanya. Tiba-tiba sebuah bayangan berkelebat di pikirannya. Selama ini, Vanno hanya memuaskannya dengan cara merangsang klitorissnya. Jika tadi dia memasukkan dildoo ke kewanitaannya, itu artinya, Vanno akan berpikir kalau keperawanannya sudah ditembus dengan dildoo. Dan tidak ada rasa perih, darah, atau tanda apa pun yang menyiratkan kalau sebenarnya dia belum pernah berhubungan seks dengan orang lain. Bagaimana ini? Apa dia harus pura-pura kesakitan? Kenyataannya tidak. Karena ini juga bukan yang pertama. Di sisi lain, sebenarnya ini juga menguntungkan untuk Renata. Jika nanti Vanno benar-benar sembuh dan bisa melaksanakan fungsinya sebagai lelaki dengan baik, dia tidak bisa menuntut kalau Renata ternyata sudah tidak perawan. Karena sudah ada barang sintetis yang memasukinya duluan. Vanno juga tidak akan bisa merasakan bedanya. Jadi bagaimana ini? Apa dia harus menerima permainan Vanno yang baru? Namun, dia juga ingin Vanno sembuh. Normal seperti suami lain, bisa memberinya anak. Namun jika Renata tidak ingin perbuatan nakalnya ketahuan, dia harus mau menerima cumbuan Vanno yang baru. Anggap saja sebagai selingan dan fantasi sebagai pasangan. Renata masih mencari di mana barang itu disembunyikan. Namun, dia tidak bisa menemukannya di kamar mandi itu. Tidak mungkin barang itu dibuang Vanno ke kloset. Pasti disembunyikan olehnya. Mendadak pandangannya terarah pada tempat sampah yang menganga sedikit tutupnya seolah kelebihan muatan. Renata mengulurkan tangan dan membukanya pelan-pelan. Sebuah gulungan tisu padat agak besar seperti membungkus sesuatu. Perlahan Renata membuka gulungan itu dan di sanalah benda itu berada. Renata menyingkirkan tisu yang membungkusnya dan membersihkan barang itu dengan air. Sekarang, di telapak tangannya, barang itu berada dan dia sedang memandanginya dengan perasaan yang tak karuan. *** Vanno mendengar pintu kamar mandi dibuka. Matanya pura-pura ditutup seolah dia sudah tidur. Sedari tadi dia mendengarkan suara-suara dari kamar mandi dan berusaha menebak apa yang sedang dilakukan Renata. Apakah dia berhasil menemukan apa yang dia sembunyikan? Dia mendengar Renata berjalan ke arahnya, membuka laci disamping nakas dan memasukkan sesuatu yang sedikit berat ke dalamnya. Suara berdebum pelan terdengar di telinganya. Vanno ingin melihat benda apa yang sudah dimasukkan Renata. Semoga bukan benda seperti dalam pikirannya, walau dia sangsi dengan pikirannya itu. Telinganya mendengar lagi. Sekarang Renata berbaring di sisinya dan menarik selimut. Vanno bisa mencium aroma segar bunga yang menguar dari tubuh istrinya. "Aku tahu kamu pura-pura tidur, Van," kata Renata mengawali pembicaraan. "Tapi tidak apa. Kamu bisa tetap pura-pura." Sepertinya Renata ingin mengatakan sesuatu yang tidak perlu dia jawab. "Aku menemukannya. Di tempat sampah." Nah, kan? "Kamu masih boleh menggunakannya. Kalau kamu tidak keberatan. Walau itu bukan solusi terbaik menurutku. Seharusnya itu hanya variasi." Ya, benar. Seharusnya itu hanya variasi. Vanno juga sakit hati sebenarnya melihat rasa puas yang terpancar dari wajah Renata ketika benda itu menunaikan tugas yang seharusnya menjadi tugasnya. Banyak pertimbangan sebelum akhirnya dia memutuskan akan menggunakan benda itu yang diam-diam dia beli dalam perjalanannya ke Singapura. Sudah direncanakan sejak keberangkatannya, kalau dia akan membawa benda itu dan membujuk Renata ke Jakarta. Ketika akhirnya Renata menangis di telepon karena katanya kangen, dia merasa beruntung karena tidak harus memaksa istrinya untuk datang. Dan semua terjadi sesuai rencana. Renata kehilangan keperawanan olehnya, meski bukan seperti yang terjadi pada kebanyakan orang. Agak sentimentil sebenarnya, mengapa harus dia gunakan benda itu sekarang. Mungkin Renata lupa, kalau tengah malam nanti usia pernikahan mereka genap tiga tahun. "Aku ingin kamu berobat, Van. Aku ingin kamu sembuh dan kita bisa menikmati kehidupan seksual seperti pasangan suami istri yang normal." Dari balik punggungnya Vanno seolah bisa merasakan getaran suara Renata. "Aku ingin punya anak darimu." Perkataan terakhir Renata membuat Vanno ingin benar-benar tidur saja dan tidak merasakan rasa nyeri yang menggigiti dadaanya.©
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD