Renata tiba di hotel Anggoro beberapa menit sebelum jam 12 waktu Singapura. Meeting selesai lebih cepat dari dugaannya. Dia sudah tidak sabar menemui lelaki itu. Sialan! maki Renata dalam hati. Dia benar-benar sudah ketagihan bercinta. Seperti ini rupanya rasa pengantin baru. Sekali, dua kali dalam sehari seperti tidak pernah cukup.
Dulu dia masih bisa menahan-nahan. Namun kita bukan waktunya untuk menahan. Selama Anggoro masih available, dia bisa menikmati seks kapan pun dia mau.
"Apa? Kamu mau pulang ke Jakarta? Dan nggak tahu kapan ke Batam lagi?" Renata memekik histeris ketika Anggoro mengatakan jika mereka tidak akan pulang ke Batam sama-sama.
"Kupikir masih bisa menemuimu di Batam dan ... dan ...." Renata kehilangan kata-kata.
'Dan masih bisa b******u denganmu di Batam meski harus mencuri-curi waktu.'
Itu yang ingin diungkapkan Renata.
"Hei, sebegitu sukanyakah dirimu sama barangku ini?" tanya Anggoro yang heran dengan sikap Renata. "Kamu bisa bermain dengan suamimu atau mainan yang bisa kamu beli di toko yang kemarin kita lihat di Orchard. Nggak ada bedanya."
"Beda!" Suara Renata hampir tercekat. Entah bagaimana mengatakan pada Anggoro betapa frustasinya dia jika bercinta dengan Revanno.
"Kamu nggak ngerti masalahku. Selamanya nggak bisa ngerti. Ak--aku ...." Renata mengambil napas dalam-dalam. Ketika oksigen sudah memenuhi paru-paru dan otaknya, dia mulai bisa berpikir jernih.
Anggoro punya istri, tentu saja istrinya lebih berhak atas dirinya daripada Renata. Sama seperti dia yang bilang masih mencintai Vanno dan memilih tidak mengakhiri pernikahannya meski Anggoro sudah meminta untuk menikah dengannya.Dia baru menyadari betapa egoisnya dirinya. Menginginkan dua lelaki bersamaan hanya untuk dia seorang.
Anggoro berusaha menenangkan Renata yang terlihat sedikit panik. Jika bukan cinta, apa lagi yang membuat perempuan ini terlihat khawatir dia tinggalkan? Masa hanya karena seks?
"Ceritakan, Ren. Kalau kamu nggak cerita, aku nggak akan tahu apa-apa. Kita sudah berbagi tubuh, kurasa sudah sewajarnya kita juga berbagi hal yang lain."
Renata mengisi lagi paru-parunya dengan oksigen. "Maafkan kelakuanku, Ang. Bukan hak aku melarang kamu pulang ke istrimu. Aku egois." Renata tertawa getir.
"Kesinilah. Peluk aku." Anggoro merengkuh Renata dan membiarkan detak jantung mereka berbunyi seirama. "Lebih enakan?" tanyanya sambil membelai punggung Renata yang langsung menegang.
"Kamu membuatku menginginkan yang lebih."
Anggoro melepaskan pelukannya dan membentangkan kedua tangannya. Dia berjalan mundur ke belakang sampai kakinya membentur sisi kasur.
"Iam yours!" teriaknya.
Renata menggigit bibir bawah karena gemas dengan kelakuan Anggoro. Ketika lelaki itu menjatuhkan diri ke kasur dan berbaring seperti kapal terbang, Renata berlari kecil dan menduduki tubuhnya.
"Kamu akan mendapatkan hukuman karena menggodaku, Ang," katanya sambil mengangkat kaos Anggoro.
o0o
Renata pulang sendiri ke Batam. Dia menyempatkan diri berbelanja untuknya dan Vanno. Dia harus punya alasan kenapa begitu sore tiba di Batam padahal sudah selesai meeting dari jam 11 waktu Batam. Dia menghubungi Vanno, memberitahunya bahwa dia sudah di dalam ferry. Selama perjalanan, Renata menyandarkan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata dengan kaca mata hitam menutupi matanya. Tubuhnya lelah, tapi bahagia. Kebahagiaan aneh yang tidak dia peroleh ketika bersama Vanno.
Renata ingin menghubungi Anggoro tapi dia sudah berjanji pada laki-laki itu tidak akan menghubungi duluan. Renata juga tidak menyimpan nomor Anggoro, dia cukup menyimpannya di kepala. Pikirannya terus berkelana ke masa-masa di Singapura. Bersama Anggoro, dia seperti tumbuhan layu yang disiram lagi.
Masih ingat perkataan Anggoro yang terakhir sebelum mereka berpisah.
"Selain suamimu, hanya aku yang boleh menyentuhmu. Jangan berbuat macam-macam selama nggak ada aku, ya, Ren. Singkirkan kekasih khayalanmu, kalau kamu nggak tahan kamu boleh hubungi aku segera. Aku bakal cari tiket dan segera terbang menemuimu."
Renata tersipu. Segitunya pengorbanan Anggoro. Dia belum sempat bertanya sekaya apa Anggoro sampai bisa seenaknya mengeluarkan uang untuknya. Lelaki biasanya tidak mudah royal pada perempuan kecuali jika ada maunya. Demikian juga Anggoro. Mungkin dia menganggap Renata perempuan yang bisa ditiduri selain istrinya. Karena bermain-main dengan p*****r itu membahayakan.
Pelacur ... Hhh, dia juga p*****r, karena sudah berbagi ranjang dengan Revanno. Tiba-tiba dia merasa bersalah dan tubuhnya sudah tidak layak lagi disentuh Vanno.
Tiba di terminal ferry Batam Centre, hari sudah gelap. Dia keluar dari pelabuhan dan menemui Revanno yang menyambutnya dengan senyuman menyejukkan. Berbeda dengan Anggoro yang senyumannya mencerahkan hari, senyuman Revanno menyejukkan, membuat siapa pun betah berlama-lama dengannya.
"Hallo, Sayang. Aku kangen. Kita pulang?"
Renata mengangguk. "Aku lelah banget. Pengen tidur."
"Kamu sudah makan?" tanya Revanno sambil mengambil alih bawaan Renata.
"Belum. Tapi aku nggak lapar."
"Aku buatkan nasi goreng di rumah, ya?"
Nasi goreng sea food buatan Revanno enak sekali dan Renata menyukainya. Dia mengangguk karena tidak ingin membuat suaminya kecewa.
Sepanjang jalan menuju rumah, Renata merebahkan kepalanya di sandaran kursi. Bahkan dia sempat tertidur. Vanno memperhatikan kepala istrinya yang terkulai, dia tidak tega membangunkan Renata yang tertidur pulas.
Setibanya di rumah, Vanno memasukkan mobil ke garasi dan langsung bergegas membuka pintu rumah. Memasukkan barang-barang Renata ke ruang tamu asal-asalan dan menyalakan lampu rumah. Dia berlari kecil menuju kamar dan menyalakan pendingin ruangan. Setelah semuanya selesai, dia kembali ke mobil dan membuka pintu penumpang perlahan. Jangan sampai Renata terbangun. Dia menggendong Renata dengan penuh sayang dan membawanya masuk lalu membaringkannya di tempat tidur.
Vanno berlari lagi ke mobil. Menutup gerbang, mengunci mobil dan masuk ke dalam rumah lalu menguncinya. Setelah itu dia masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Dengan menggunakan kaos Polo dan celana selutut, Vanno mulai membereskan Renata yang terlihat tidak terganggu tidurnya.
Dibukanya perlahan sepatu istrinya, lalu pakaiannya, sehingga hanya menyisakan penutup d**a dan celana dalam. Dengan perlahan pula dia membalikkan tubuh istrinya dan melepas kaitan penutup d**a. Terakhir dia membuka celana dalam istrinya. Setelah tubuh Renata telanjang bulat, dia memandang sesaat untuk mengaguminya. Betapa cantik dan seksi tubuh istrinya. Lelaki manapun pasti akan tergoda jika Renata dalam kondisi seperti ini. Sayangnya dia tubuh seperti ini adalah miliknya, lelaki lemah yang tidak bisa memberikan kepuasan batin pada Renata. Dia tidak tahu bagaimana Renata bertahan selama ini. Dia terlihat bisa menguasai diri dan meredam hasratnya. Jikapun Renata berselingkuh, Revanno memilih pura-pura tidak tahu.
Selesai mengagumi tubuh putih mulus di hadapannya, Revanno masuk ke dalam kamar mandi dan menyiapkan air hangat. Dia membawa baskom berisi air hangat tersebut dan meletakkannya di meja sebelah tempat tidur. Dengan handuk yang telah dibasahi air hangat, Revanno mengelap tubuh Renata perlahan. Dia tidak ingin istrinya itu bangun.
Renata menggeliat ketika Vanno mengelap bagian selangkangannya. Membuat suaminya tersenyum. Vanno menyelesaikan tugasnya dengan mengeringkan badan Renata dengan handuk kering dan memakaikan baju tidur ke tubuhnya. Lalu menyelimutinya.
"Mmmhh, Vanno?" Renata menggeliat dan tangannya mencari-cari Vanno di sisinya.
"Aku di sini. Tidurlah." Vanno duduk sebentar untuk menenangkan Renata dan menunggunya hingga lelap lagi. Setelah itu dia berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk meletakkan baskom dan handuk bekas mengelap Renata.
Setelah semua pekerjaannya selesai, Vanno membaringkan tubuhnya di samping Renata yang berbaring miring menghadap ke arahnya. Wajah istrinya terlihat damai sekali. Dalam hati Vanno bertanya, seberat apa pekerjaan yang dilakukannya kali ini di Singapura sampai Renata pulang dalam keadaan sangat lelah. Sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi. Renata biasa dinas ke Singapura tapi tidak pernah sampai kelelahan seperti ini.
"Mmmhh ...." Renata mengigau dan menggumamkan sesuatu.
"Ang ...."
Ang? Apa itu Ang?
Vanno berusaha mendengarkan lagi igauan istrinya, tetapi tidak terdengar lagi. Ah, mungkin kata acak yang dipilih istrinya di alam bawah sadar. Ang? Vanno menggelengkan kepala dan menarik selimut. Bersiap tidur.©