Musim gugur
Kota Loor. September 2021
"Cayra, tingkatkan belajarmu, sebentar lagi kamu akan masuk kelas tiga dan bersiap masuk perguruan tinggi, jika kamu tidak bisa menyeimbangi nilai akademismu dengan teman-temanmu yang lain, kamu bisa tinggal kelas. Masalah ini harus benar-benar diperhatikan meski saya yakin kamu akan memiliki masa depan yang cerah dengan kemampuan es skatingmu."
Cayra tertunduk melihat lembaran kertas ada di atas meja yang kini terus ditunjuk oleh wali kelasnya. Lembaran kertas itu adalah data nilai sekolah Cayra yang akhir-akhir menurun dan memiliki banyak tanda merah.
Hendery menempatkan kedua tangannya di atas meja dan menatap serius Cayra. "Saya tidak ingin menghalangi kecintaanmu dengan es skating, tapi saya harus tetap mengingatkan jika sebaiknya untuk saat ini fokuslah dulu belajar terlebih dahulu karena ini juga penting."
Tangan Cayra yang berkeringat dingin saling bertaut kuat di bawah meja, sejak duduk gadis itu hanya bisa mengangguk mendengarkan rentetan nasihat Hendery dan semua peringatannya.
Cayra tidak bisa menjawab apapun karena memang ini semua kesalahannya sendiri.
"Apa kamu mengerti Cayra?" Tanya Hendery terdengar lebih lembut dan tidak lagi penuh dengan penekanan seperti sebelumnya.
"Saya mengerti," jawab Cayra dengan satu anggukan.
Hendery memberikan beberapa lembar kertas kepada Cayra. "Ini adalah tugas untuk memperbaiki nilaimu, pilih saja salah satunya, mana pelajaran yang kamu suka."
"Saya mengerti."
"Sekarang kamu boleh kembali ke kelasmu. Jika butuh bimbingan hubungi saya dan guru konseling Yeri, saya sudah meminta tolong kepadanya jika nanti kamu mengalami kesulitan memikirkan apa yang harus kamu lakukan."
"Terima kasih," jawab Cayra pelan, gadis itu segera beranjak dan membungkuk memberi hormat sebelum pergi meninggalkan ruangan Hendery.
Akhir-akhir ini Cayra memang lebih banyak menghabiskan waktunya berlatih es skating dibandingkan dengan belajar dan masuk ke kelas, tiga bulan lagi memasuki Desemeber. Cayra sangat ingin tampil menari di acara bergengsi musim dingin yang hanya diselenggarakan selama satu satu tahun sekali.
Acara tahunan musim dingin dan tahun baru diseleggarakan secara besar-besaran di dalam sebuah stadion yang memiliki kapasitas penonton puluhan ribu orang.
Cayra menantikan moment ini lebih dari tiga tahun lamanya setelah beberapa kali mencoba melakukan audisi, kini akhirnya dia terpilih, karena hal itu dia mencoba mempersiapkan pertunjukannya sesempurna mungkin.
Tampaknya, keseriusan Cayra pada latihan es skating akhir-akhir ini membuat dia menjadi lupa dengan pelajarannya. Cayra sudah sering mendapatkan teguran yang memperingatkan mengenai nilainya, tapi untuk kali ini teguran itu cukup serius hingga membuat Hendery meminta Cayra berhenti sejenak dengan es skatingnya.
Cayra membuang napasnya dengan berat, gadis itu melangkah pelan pergi kembali ke dalam kelasnya yang kini tengah ramai karena mulai memasuki jam pulang.
Cayra menarik kursinya dan terduduk, gadis itu terdiam melihat keramaian di sekitarnya, perhatian Cayra berpindah pada teman sebangkunya, seorang pemuda yang kini tengha tertidur lelap dengan wajah menghadap ke arahnya.
Sinar matahari sore yang cerah menerobos jendela dan menerangi sebagian ruangan kelas.
Sudut bibir Cayra sedikit terangkat mengukir sebuah senyuman, Cayra menempatkan wajahnya di atas meja dengan tumpuan lipatan tangan, gadis itu tidak mengalihkan pandangannya dari sosok pria yang tidur sisinya dengan bantalan tumpukan buku. Wajahnya yang tampan itu terlihat bercaya, tersapu oleh sinar matahari sore yang indah.
Setiap lekukan wajahnya terlihat sempurna, rambutnya yang berwarna brown terlihat berkilauan, bergerak lembut di setiap helainya tersapu angin dari jendela yang terbuka.
Senyuman yang terlukis di bibir Cayra terlihat semakin jelas, sorot matanya yang berkilauan begitu lekat dan hangat tanpa mempedulikan hal-hal lain di sekitarnya, Cayra hanya bisa memandangi Javier sepuasnya di tengah-tengah kegelisahan di dalam hatinya.
Javier, dia adalah teman satu bangku Cayra, sahabat terdekatnya, teman masa kecilnya, seseorang yang selalu Cayra anggap berharga.
Sepanjang waktu mereka sering bersama-sama saling melengkapi layaknya sepasang sepatu di mana ada Javier di sana ada Cayra, hubungan yang begitu sempurna tanpa kekurangan, terbalut dalam hubungan yang bernama persahabatan.
Cayra selalu berpikir jika hubungan persahabatan mereka akan berlangsung selamanya meski orang-orang sering mengatakan jika di dunia ini tidak ada persahabatan yang benar-benar murni di antara pria dan wanita.
Pada awalnya Cayra tidak percaya, sayangnya akhir-akhir ini dia justru merasakan apa yang orang lain sempat katakan kepadanya. Yaitu jatuh cinta.
Cayra terbawa suasana dengan sikap Javier begitu lembut, hangat dan perhatian. Javier benar-benar sudah berhasil menumbuhkan sesuatu yang lain di dalam hati Cayra lebih dari sekadar perasaan seorang sahabat.
Cayra sudah mencoba melenyapkan perasaannya karena takut merusak hubungan persahabatan mereka berdua, namun ternyata hal itu sulit untuk dilakukan. Semakin Cayra mencoba melupakan perasaannya, rasa cintanya tumbuh semakin besar dan kuat.
Cayra mengerjap kaget, gadis itu sedikit menggeser mundur menjaga jarak begitu Javier membuka matanya dan membalas tatapan Cayra, tidak berapa lama pria itu tersenyum lembut. "Ada apa?" tanya Javier terdengar lembut.
Cayra menggeleng dengan pipi tersipu malu.
"Bagaimana pembicaraanmu dengan wali kelas?"
Tubuh Cayra menegak seketika, dengan cepat dia mengeluarkan beberapa buku dari bawah meja dan membukanya. "Aku tidak akan naik kelas jika tidak bisa memperbaiki nilaiku. Ada pekerjaan tambahan yang harus aku lakukan untuk mengejar ketertinggalan," cerita Cayra dengan serius.
Javier menjawabnya dengan tawa ledekan, dia sudah cukup sering memberitahu Cayra agar belajar, namun karena Cayra menunda-nunda, kini masalah yang Cayra tunda menjadi masalah besar untuknya.
Javier menguap pelan, pandangannya mengedar melihat ke sekitar dan menyadari bahwa kini beberapa teman sekelasnya sudah mulai pergi pulang sekolah. Javier tidak beranjak pulang, pria itu memilih duduk menemani Cayra dan membantu mengoreksi tugasnya yang tengah dikerjakan.
Satu jam lebih Cayra mengerjakan tugasnya, kini akhirnya gadis itu membenahi buku-bukunya dan memasukannya ke dalam kelas.
"Kau serius akan mengikuti saran Mr. Hendery?" tanya Javier.
"Tidak ada cara lain. Aku harus memperbaiki nilaiku. Mulai minggu depan aku akan ikut kelas tambahan."
"Tapi penampilan es skating yang sudah lama kau tunggu juga penting Cay," jawab Javier terdengar seperti seseorang yang begitu tahu semua tentang Cayra.
Ucapan Javier berhasil membuat Cayra merenung terlihat kebingungan, sungguh sulit untuknya bila harus disuruh memilih antara pelajaran sekolah dan es skating.
"Coba ceritakan kepada paman dan bibi," ucap Javier sambil memperhatikan keterdiaman Cayra. "Sekarang cepatlah, sebentar lagi akan malam," panggil Javier lagi menyentak lamunan kecil Cayra.
Terburu-buru Cayra beranjak dan berlari mengejar Javier, begitu sudah berada di jangkauannya, Javier menangkap tangan Cayra dan menariknya pergi keluar dari gedung sekolah yang kini sudah mulai sepi.
Sinar matahari sore berubah menjadi kemerahan ketika mereka berdua sudah berada diluar gedung sekolah, dalam waktu beberapa menit lagi langit-pun akan gelap.
Diam-diam Cayra tersenyum malu begitu tersadar genggaman tangan Javier tidak terlepas sejak mereka keluar dari kelas.
Wajah Cayra bergerak pelan ke sisi, melihat gantungan tas pemberiannya kemarin malam yang kini bergerak ke sana-kemari bergelantungan di tas Javier. Cayra pikir Javier tidak akan memakainya karena Javier sempat mengatakan bahwa dia tidak suka gantungan boneka yang kekanakan, namun siapa sangka dia akan mengenakannya.
"Kau memakai gantungan itu juga," ucap Cayra.
"Lebih baik aku menanggung malu dibandingkan harus menerima kemarahanmu Cay," jawab Javier terdengar seperti sedang meledek.
"Aku tidak marah jika kau tidak mau memakainya."
"Tapi kau akan cemberut."
Cayra tertawa malu, memang dia sering cemberut jika sedang kecewa, namun itu tidak pernah berlangsung lama.
"Kau mau makan di depan minimarket? Aku dengar ada menu baru," tawar Javier.
Genggaman tangan Cayra mengerat, gadis itu melompat senang seraya menarik keluar beberapa lembar uang dari saku roknya. "Aku teraktir, hari ini ayahku memberi uang jajan lebih."
"Baiklah," jawab Javier dengan tenang.
Cayra dan Javier keluar dari gerbang sekolah, berjalan kaki menyusuri jalanan di antara keramaian orang-orang yang bergerak. Javier sempat mengeluarkan handponenya, tanpa ragu juga pria itu memasang satu headset di telinga Cayra untuk berbagi musik yang dia dengar tanpa melepaskan genggaman tangannya.
Alunan musik yang lembut begitu cocok dengan suasana sore yang akan segera berakhir.
Padangan Cayra mengedar ke segala arah, memperhatikan orang-orang yang di sekitarnya. Ada banyak pasangan anak muda yang terlihat bersama, mereka terlihat dekat satu sama lainnya, begitu sama dengan kedekatan Cayra saat ini bersama Javier.
Terkadang, Cayra sering bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, apakah sikap Javier yang seperti ini layak membuat Cayra salah tingkah dan berpikir bahwa Javier juga mencintainya?
Cayra sudah sering melihat temannya yang memiliki pacar, mereka saling berbagi perhatian, sama seperti apa yang Cayra dan Javier lakukan sekarang. Lantas apa salah jika kini Cayra menduga-duga mungkin Javier juga memiliki perasaan sepertinya?
Langkah Cayra terhenti, gadis itu berdiri di depan halte tengah menunggu bus yang sebentar lagi akan segera tiba.
***
"Aku pulang," ucap Cayra seraya membuka pintu.
Seluruh lampu ruangan tampak menyala menandakan jika orang tuanya sudah pulang. Begitu Cayra masuk ke dalam rumah, gadis itu langsung melihat keberadaan Hezberg yang tengah sibuk menata piring, sementara Ariana tengah memasak di dapur.
Ariana yang tengah memasak, memilih mematikan kompornya sejenak dan segera menyambut kedatangan putrinya dengan sebuah pelukan hangat penuh kerinduan karena belum bertemu selama dua hari terakhir ini.
Ariana sibuk mengurus kelompok paduan suara anak-anak yang mengikuti kegiatan sekolah.
"Pergilah mandi, nanti kita makan malam," titah Ariana seraya membantu menurunkan tas yang tengah Cayra gendong.
"Padahal ada hal penting yang ingin aku bicarakan," ucap Cayra tampak serius.
"Tidak apa-apa, nanti saja sambil makan malam," jawab Hezberg.
***
Makan malam telah tiba, Cayra dan kedua orang tuanya tampak menikmati makan malam mereka sambil berbincang ringan mendengarkan cerita Ariana mengenai pekerjaan yang dia lakukan ketika ditunjuk untuk mengatur kelompok paduan suara anak-anak kecil.
"Cayra, tadi kau bilang ada yang ingin di bicarakan. Ada apa?" tanya Hezberg.
Cayra meletakan alat makannya di atas mangkuk, gadis itu tertunduk terlihat takut dan juga merasa bersalah. "Aku ditegur wali kelas karena nilaiku menurun, Mr. Hendry memintaku untuk berhenti sejenak dalam kegiatan es skating. Setelah aku pikir baik-baik, memang sepertinya aku harus mengurangi latihan es skating sebelum masuk ujian, jika aku tidak bisa mengejar ketertinggalan, aku bisa tidak naik kelas," cerita Cayra terdengar sedih.
Hezberg dan Ariana saling melihat, kedua orang itu tampak diam dan hanya bisa berkomunikasi melalui tatapan. Tidak berapa lama Hezberg-pun berkata, "Apa kau tidak masalah jika latihan es skatingmu dikurangi?"
Cayra menggeleng lemah. "Aku tidak apa-apa, ini yang terbaik untukku."
"Baiklah Cayra, jika ini yang menurutmu terbaik, lakukan saja. Nanti di akhir pekan kau bisa berlatih es skating lebih giat lagi setelah fokus pada pelajaran di sekolah," jawab Hezberg terdengar tenang dan langsung mendukung keputusan Cayra.
"Aku cukup takut jika tidak bisa naik sekolah dan tidak bisa melakukan pertunjukan terbaikku," aku Cyra begitu pelan.
"Cayra, jangan terlalu ditakutkan dan membuatmu kepikiran. Ibu percaya jika kau pasti bisa menyelesaikan ujian dan persiapan es skatingmu dengan baik jika semuanya dikerjakan dengan penuh optimis dan sungguh-sungguh."
"Ayah dan Ibu tidak marah?" tanya Cayra pelan.
Hezberg tersenyum seraya mengusap kepala Cayra. "Ayah akan marah jika kau terus bersedih dan tidak percaya diri lagi Cayra, ayah ingin kau terus bersemangat untuk belajar meski itu tidak mudah. Jangan biarkan rasa takut menghentikan mimpimu. Kau tidak akan pernah tahu apa hasilnya jika tidak mencoba dengan serius, bahkan sekalipun kau gagal, teruslah mencobanya."
Sudut bibir Cayra perlahan terangkat, gadis itu membalasnya dengan senyuman lebar tampak lega begitu mendengarkan ucapan kedua orang tuanya.
***
Keputusan Cayra untuk sedikit mengurangi latihan es skating telah disetujui oleh kedua orang tuanya, dengan berat hati akhirnya Cayra harus fokus belajar. Beruntung saja ada Javier yang cerdas dan selalu memiliki nilai sempurna sehingga Cayra tidak membutuhkan guru less tambahan lainnya karena Javier bisa mengajarinya.
Cayra harus belajar mandiri karena kadua orang tuanya sudah mengeluarkan banyak uang dalam pelatihan es skatingnya selama ini. Cayra tidak ingin masalah pelajaran sekolahnya juga menjadi beban untuk kedua orang tuanya.
Akhir-akhir ini Javier dan Cayra tidak langsung pulang ke rumah usai sekolah. Mereka akan pergi ke taman untuk belajar, terkadang belajar di kelas hingga petugas sekolah datang untuk mengunci sekolah.
Menghabiskan waktu berjam-jam untuk belajar membuat Cayra dan Javier bermain game di warnet untuk refreshing, tidak jarang mereka juga pergi ke tempat karaoke bersama teman-teman sekelas lainnya.
"Suara Javier sangat bagus," puji Honey yang kini tengah duduk di sisi Cayra.
Cayra sendiri tidak berkedip dan menajamkan pendengarannya ketika mendengarkn Javier bernyanyi. Ini bukan untuk pertama kalinya Cayra mendengar Javier bernyanyi, hanya saja disetiap kali Javier bernyanyi tentang cinta, tatapan matanya yang hangat sering kali tertuju Cayra hingga membuat Cayra berpikir bahwa lagu cinta itu mengarah kepadanya.
"Cayra, kapan kalian pacaran?" bisik Enzy bertanya.
Tubuh Cayra menegang dengan mata terbelalak. "Apa maksudmu? Jangan bicara sembarangan, kami hanya berteman," jawab Cayra gelagapan.
"Kau tidak perlu malu untuk mengakuinya, seluruh rakyat yang ada di kelaspun berpikir kalian pacaran."
"Ti-tidak, kami hanya teman," jawab Cayra terbata-bata.
Enzy menyeruput minuman kaleng bersodanya, namun tatapannya yang tajam itu sepenuhnya sedang meremehkan jawaban Cayra. "Jika tidak, kenapa wajahmu memerah?"
Cayra segera menangkup pipinya yang terasa memanas, gadis itu hanya bisa tertunduk malu tidak bis menjawab pertanyaan sederhana Enzy.
"Sangat mengherankan jika kalian hanya teman biasa. Kau tahu kan ada berapa banyak perempuan yang menyukai Javier? Satu-satunya alasan mereka tidak berani mendekat dan mengungkapkan perasaan karena mereka berpikir kau dan Javier berpacaran. Sesekali lihatlah dirimu di cermin Cayra, betapa cocoknya kalian berdua," ucap Enzy lagi memberitahu.
Enzy tersenyum menggoda, gadis itu sampai mencubit pipi Cayra yang kini kian memerah mendengarkan perkataannya. Enzy segera beranjak dari duduknya, lalu mengambil alih mic untuk menggantikan Javier yang baru selesai bernyanyi.
Javier menjatuhkan tubuhnya di kursi, sekilas dia melihat Cayra yang hanya diam mematung sambil meremas-meras ujung rok sekolahnya.
"Cay, kau kenapa?"
"A-apa?"
Javier menangkup wajah mungil Cayra dan menelitinya dengan serius. "Pipimu kenapa?" tanya Javier lagi seraya mengusap wajah Cayra.
"Aku baik-baik saja," jawab Cayra terbata, terbuai di bawah tatapan Javier yang begitu hangat memandanginya.
"Kau serius?"
Cayra mengangguk seraya menurunkan tangan Javier agar berhenti menyentuhnya karena akan menimbulkan kesalah pahaman yang lebih besar untuk orang-orang yang berada di sekitarnya.
Cayra tidak tahan, Javier selalu lebih banyak melakukan kontak fisik ketika berbicara dengannya, karena itulah Cayra sering kali menjadi berdebar sendiri. Jika Javier semakin sering melakukan kontak fisik dengannya, Cayra bisa-bisa tidak bisa menahan diri lagi untuk mengungkapkan perasaannya lagi.
To Be Continued..