BAB 9: Dua Kepribadian

1655 Words
“Namaku Lilian, kuharap kita bisa berteman kedepannya,” ucap Lilian kepada semua orang yang duduk memperhatikan. “Baiklah Lilian, sekarang kau bisa duduk di samping Delan,” kata Mia dengan tangan yang menunjuk pada sebuah meja kosong di samping seorang anak laki-laki. “Terima kasih,” jawab Lilian dengan anggukan sebelum memutuskan pergi menghampiri Delan dan mengajaknya berkenalan lebih dulu. Keramahan yang Lilian tunjukan membuat Delan terlihat cukup senang. Senuyuman yang sempat Mia tunjukan sedikit memudar tidak lagi dapat dipertahankan. Diam-diam Mia meneliti gerak-gerik Lilian dengan seksama untuk memastikan bahwa gadis itu tidak menunjukan tanda-tanda yang mencurigakan. Mia sangat begitu khawatir ketika dia tahu bahwa siswa yang memiliki banyak catatan masalah, kini harus berada dibawah pengawasannya. Tadi pagi, saat pertama kali bertemu dengan Lilian secara langsung, Mia tidak merasakan sesuatu yang aneh apapun dengan Lilian. Sikap Lilian yang polos dan terlihat lugu juga murah senyum, sulit dipercaya bahwa gadis itu pernah melakukan kejahatan dan kekerasan. Lilian terlihat seperti gadis seumurannya. Alih-alih tenang, rupanya Mia justru semakin khawatir dan dia harus berhati-hati karena orang yang berkepribadian sangat jahat cenderung tenang dan tidak terbaca. Mia sangat bersyukur jika Lilian memang sudah berubah usai keluar dari tempat rehab, tapi bagaimana jika dia masih tidak berubah? Bagaimana jika dia masih suka menyakiti orang lain? Mia sampai tidak habis pikir saat membaca dengan detail kejahatan yang pernah Lilian lakukan. Lilian pernah membully teman sekelasnya dengan cara menusuk tangannya dengan pensil, ketika Lilian yang berusia enam belas tahun, dia memberi racun pada adiknya yang masih kecil sampai membuat adiknya harus di opname dalam beberapa hari dan setelah itu adiknya meninggal. Ini adalah kejahatan yang menakutkan, bulu kuduk Mia sampai merinding disetiap kali mengingatnya. Mia membuang napasnya dengan berat, wanita itu berusaha untuk kembali tersenyum dan melihat semua muridnya. “Baiklah anak-anak, lanjutkan aktivitas kalian. Sampai jumpa,” pamit Mia sebelum pergi keluar kelas. Kepergian Mia yang keluar kelas membuat semua murid beranjak dan mengerumuni Lilian untuk mengajaknya berkenalan. Cayra yang duduk duduk di kursinya memilih untuk memperhatikan dan memastikan Lilian baik-baik saja. Lilian terlihat cukup pandai berinteraksi dengan orang asing, dia tidak canggung dan membuat orang-orang bisa langsung menyukai dirinya. Cayra tidak perlu lagi membantu Lilian karena dia jauh lebih pandai mencari teman dibandingkan dengan Cayra. Tanpa sengaja pandangan Cayra dan Lilian saling bertabrakan, Lilian langsung tersenyum ramah kepada Cayra seakan memberitahu Cayra bahwa kini dia baik-baik saja. Tidak berapa lama seorang guru datang masuk ke dalam kelas dan mengintruksikan semua orang untuk kembali duduk di tempat mereka karena pelajaran akan segera dimulai. *** “Sebaiknya kau mulai memberanikan diri untuk masuk ke sekolah biasa, jika terus melakukan home schooling, ini tidak akan membawa perubahan apapun,” nasihat Hajun yang tengah berdiri di sisi Victor. “Kakekku juga berpikir seperti itu,” jawab Victor samar. “Kenapa kau belum mencobanya?” “Aku belum menemukan sekolah yang cocok untukku.” “Bagaimana jika sekolah di tempatku?” tanya Hajun. Victor merenggut dan menggeleng tidak setuju karena Hajun berad di sekolah seni. “Aku akan pergi ke sekolah umum biasa saja, mungkin di sana sedikit cocok.” Hajun sedikit tertawa mendengar jawaban Victor, teringat masa kecil mereka dulu yang masih menjalani kehidupan normal seperti orang lainnya. Victor yang masih kecil belum mengalami kecelakaan, dia sempat bertengkar dengan kakak kelasnya karena berebut wilayah tongkrongan bermain. Karena kesal terus mendapatkan gangguan, di minggu selanjutya seluruh wilayah taman bermain yang sempat diperebutkan itu ternyata sudah dibeli oleh kakek Victor. Hajun sedikit khawatir, kebiasaan itu mungkin akan masih pada keluarga Victor mengingat bahwa dia tetaplah seorang cucu yang paling disayang Joseph meski Joseph sering menghukumnya. “Kau mau ikut denganku?” tanya Hajun beranjak. “Jika ingin ikut, jangan membawa bodyguard karena tempatnya sedikit kumuh.” Victor tertawa terlihat terhina, namun pada akhirnya dia tetap beranjak dan mengikuti Hajun yang membawanya pergi entah ke mana. Victor tidak memiliki banyak teman, namun Hajun adalah seseorang paling bisa dia percaya. *** Di tengah-tengah keseriusan belajar, diam-daiam Lilian melihat ke belakang, sorot matanya berubah dingin dan gelap ketikan dia memperhatikan Cayra yang terlihat ceria berinteraksi dengan Javier sampai membuat dia tidak melihat kemanapun selain pada sosok Javier yang berada di sampingnya. Bola mata Lilian bergerak pelan, memindahan objek perhatiannya pada Javier yang sama-sama menikmati pembicaraannya dengan Cayra. Javier, pemuda itu cukup berhasil mencuri perhatian Lilian sejak dia masuk ke dalam kelas, ada sesuatu yang menarik pada pria itu yang membuat Lilian ingin mengenalnya sedikit lebih jauh. Suara alarm terdengar menandakan waktu istirahat telah tiba, guru yang mengajar segera keluar kelas begitu pula dengan semua siswa di dalamnya. Lilian memilih duduk di tempatnya menolak ajakan beberapa orang yang mengajaknya pergi ke kantin untuk makan bersama. Begitu suasana kelas sedikit hening, Lilian beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah Cayra, dengan handalnya Lilian kembali menunjukan senyuman ramahnya di hadapan Cayra dan Javier. “Lilian,” sapa Cayra lebih dulu dan segera berdiri sambil menepuk bahu Javier agar pria itu ikut berdiri. “Perkenalkan, ini Javier, temanku. Javier dia Lilian, saudaraku,” kata Cayra memberitahu. Tangan Lilian terulur lebih dulu. “Hallo, aku Lilian, mungkin kau sudah mendengarnya dari Cayra.” Javier tidak mengubah ekspresi dingin di wajahnya ketika menerima uluran tangan Lilian. “Javier,” jawab Javier singkat dan kembali menarik tangannya dengan cepat. Sikap dingin Javier membuat Cayra sedikit canggung, sayangnya itu tidak berlaku untuk Lilian yang kini justru tersenyum lebar menunjukan rasa senangnya yang tidak bisa diketahui alasaannya oleh siapapun selain dirinya sendiri. “Kau mau makan bersama? Kami akan pergi ke kantin sekarang,” tawar Cayra. Lilian menggeleng. “Aku sudah janjian dengan Delan, sepertinya kita bisa makan siang bersama besok. Maaf ya,” ucap Lilian terdengar menyesal. Cayra tersenyum dengan senang hati, tidak masalah untuknya jika Lilian tidak bisa makan bersama selama Lilian bisa nyaman dengan sekolah barunya. Lilian melambaikan tangannya dan segera pergi sendirian meninggalkan Cayra dan Javier tinggal berdua di dalam kelas. Begitu satu langkah dia keluar dari kelas, dengan handalnya Lilian kembali menghilangkan senyuman ramahnya yang sempat dia tunjukan. Tatapan mata Lilian berubah dingin tidak terbaca, wajah cantiknya tidak bereskpresi, dia juga tidak pergi ke kantin sekolah, namun memilih pergi ke belakang sekolah menyusuri setiap belokan dan pagar tembok. Lilian pergi menghampiri beberapa kumpulan anak-anak preman sekolah yang tengah bersantai sambil merokok. “Kau siapa?” Tanya Evan dengan suara berat dan tatapan tajamnya, Evan terusik karena ada orang asing yang nyelonong datang ke wilayah tongkrongannya begitu saja. Pandangan Lilian mengedar, melihat anak buah Evan yang lebih dari lima orang. ali-alih ketakutan, dengan tenangnya Lilian berkata, “Aku butuh rokok, kalian mau membaginya?” Evan sempat terdiam, dia melihat teman-temannya yang lain dan saling berbicara hanya melalui tatapan. Penampilan Lilian yang sopan dan tidak mencerminkan gadis yang nakal cukup membuat mereka terkejut dan ragu. Keterdiaman semua orang membuat Lilian kian mendekat dan mengulurkan tangannya di hadapan Evan. “Namaku Lilian, aku siswa baru dan aku ingin bergabung dengan kalian.” “Terserah kau saja,” jawab Greg yang berdiri bersandar ke tembok, Greg mengeluarkan kotak rokok miliknya dan membaginya dengan Lilian. Tanpa keraguan Lilian menerimanya rokok itu dan menyalakannya, Lilian memutuskan duduk di sisi Evan. Cara alami Lilian yang merokok, dan peragainya aslinya yang semakin terlihat membuat orang-orang Evan akhirnya mau mengajaknya bicara. Kepulan asap rokok terlihat keluar dari mulut Lilian, beberapa hari tinggal di rumah baru orang tua kandungnya membuat Lilian sangat bosan karena harus terus berpura-pura. Keluar dari tempat rehab usai kedapatan memberi racun tikus pada adiknya membuat Lilian dipantau secara khusus dan terus menunjukan sikap yang baik agar semua orang percaya bahwa dia sudah berubah. Jika Lilian tidak kunjung menunjukan perubahan, maka penjara orang dewasa sudah menantinya. Lilian cukup senang dengan suasana baru tempat tinggalnya sekarang meski orang tuanya tidak terlalu begitu kaya. Lilian berpikir, tidak ada salahnya jika kini dia sedikit menahan diri meski setiap kali melihat Cayra, dia berhasrat besar untuk mencekiknya sampai mati. Lilian membenci Cayra, dan dia berpikir jika saja dulu dia dan Cayra tidak tertukar, Lilian tidak akan pernah melewati masa-masa sulit dalam hidupnya, melihat sisi dunia yang paling gelap sampai akhirnya menikmati kegelapan dunia itu. Ada banyak kejadian buruk menyakitkan yang telah terjadi, rasanya tidak adil jika dia harus hidup menderita semasa kecilnya, sementara Cayra hidup baik-baik saja setelah merebut kedua orang tuanya. Bagi Lilian, cukup adil jika kini giliran Cayra yang menderita. Rokok di tangan Lilian terlihat sudah hampir habis, gadis itu menghisapnya sekali lagi dan membuang asapnya dari mulut. Lilian tertunduk melihat puntung rokok yang masih menyala di tangannya, warna api yang masih menyala di ujung rokok membutnya kembali teringat Cayra. Pasti menyenangkan jika dia bisa melukis permukaan kulit Cayra dengan sisa-sisa ujung rokok yang telah dihisapnya. Tanpa sadar Lilian tersenyum manis, membayangkan hal mengerikan itu dengan perasaan bahagia. *** Cayra melihat ke sekitar dan menyadari jika kini Lilian tidak ada di kantin sekolah, sementara Delan terlihat sedang makan bersama Enzy dan Diego, ketika Cayra menanyakan keberadaan Lilian, tampaknya mereka tidak tahu apapun. Lantas ke mana Lilian? Apa dia tersesat? Cayra meletakan sendok di piring makanannya, gadis itu merongoh handpone dari saku rok. Cayra harus mengirim pesan kepada Lilian dan memastikan keadaannya, beruntungnya Lilian membalas pesannya dengan cepat dan memberitahu Cayra bahwa kini dia tengah menonton pertandingan basket di lapangan bersama teman barunya. “Hari ini aku akan pulang lebih awal,” ucap Cayra kembali melanjutkan makannya dengan tenang. “Kenapa? Bukankah ada kelas tambahan.” “Aku tidak bisa membayar kelas tambahan lagi, kau tahu kan kini ayahku masih sakit dan dia harus mengurusku bersama Lilian, sekarang biaya hidup kami meningkat jadi harus menghemat,” cerita Cayra apa adanya tanpa ada yang tutupi. Kening Javier mengerut tampak tidak setuju dengan apa yang telah dikatakan Cayra. “Kau bisa memakai uang jajanku Cay, itu tidak masalah.” “Tidak perlu Javier, aku akan meminjam buku catatanmu saja,” tolak Cayra dengan senyuman cerianya. Cayra tidak ingin terus menerus menjadi beban untuk Javier, dia bukan gadis yang lemah dan terus meminta perlindungan. Dia akan belajar secara mandiri, dan membuktikan diri bahwa dia mampu.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD