Satu

1052 Words
CINTA TANPA TEPI Written by Puput Pelangi Cinta tanpa tepi. Katanya seperti itulah cinta Taraka pada Ramona. Namun, nyatanya, setelah kejadian satu malam yang menimpa keduanya, cinta itu malah berakhir menjadi petaka. Ramona Prameswari tidak menyangka, Taraka Mahatama, laki-laki yang selama ini menjaga dan melindunginya berubah menjadi pria brengs*k yang merusaknya dalam satu malam. Ramona ingin Taraka bertanggungjawab atas janin tak berdosa yang tumbuh di rahimnya. Namun, apa yang harus dilakukannya saat Taraka tidak mau menerima janin itu dan memilih berbalik memunggunginya? Akankah ada akhir bahagia untuk Ramona jika mempertahankan janin di kandungannya itu? Lalu bagaimana dengan Taraka? Haruskah Ramona meninggalkannya demi mempertahankan janinnya? *** Ramona akan menjalani hari-harinya seperti biasa. Walaupun tidak ada Taraka di sisinya, gadis itu tidak akan ragu menghadapi semua yang akan menyambutnya nanti. Tangan berjemari lentiknya bergerak ke perut. Mengusapnya pelan sembari menghela napas lirih. Ada kehidupan baru di sana. Ramona bingung apa yang akan ia lakukan pada bayinya. Menjadi single parent di usia yang relatif masih muda tidak pernah ada dalam bayangan gadis yang kerap disapan Mona itu. Namun, berpikir untuk menghabisi buah cintanya sendiri juga tidak pernah hadir dalam pikiran gadis berumur 21 tahun ini. Bagaimanapun anak itu berhak hidup meskipun tidak diinginkan oleh ayahnya sendiri nanti. Ramona menghela napasnya sekali lagi. Ia benar-benar tidak ingin menjadi pembunuh. Tanpa bisa dicegah, kilasan-kilasan kebersamaan itu kemudian berputar di kepala Ramona, membuat air matanya mengalir pelan dengan isakan lirih yang mulai pecah. Bagaimana kekasihnya begitu baik dan menyayanginya, selalu menjaga dan melindunginya, penuh cinta dan perhatian, kemudian bergulir pada ingatan kelam yang menyebabkan keadaannya yang sekarang. Pemerkosaan. - Flashback - Malam itu, Ramona yang cukup lelah pulang kuliah sehabis membahas persiapan pameran seni yang akan diadakan di kampus mendapati apartemen tempatnya tinggal dalam keadaan gelap tanpa penerangan. Saat itu sudah larut malam. Ramona sendiri pulang diantarkan oleh Januar, salah seorang temannya. Gadis itu mengira kekasihnya, Taraka Mahatama belum pulang ke hunian mereka. Setelah menyalakan lampu utama apartemen, gadis pemilik surai kecokelatan itu langsung pergi ke kamar hendak mandi. Tubuhnya sudah lengket karena keringat. Kendati belum makan, ia bisa makan malam nanti saja setelah menyegarkan diri. Namun, sesampainya di kamar, yang Ramona dapati adalah beberapa kaleng kosong bir yang berserakan di lantai. Hatinya pun terenyuh saat manik hazelnya menangkap sosok Taraka, sang kekasih yang tergeletak di atas karpet bulu dengan sebotol bir di salah satu genggaman tangannya. Isinya banyak yang tumpah, dan sepertinya pemiliknya sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri alias tidur. Ramona paham, sejak dulu Vincent memang memiliki kadar toleransi yang rendah terhadap jenis alkohol yang satu itu. "Kak Raka, apa yang kau lakukan di sini?!" Ramona berjongkok, mengguncang tubuh terlentang Taraka setelah meletakkan tas selempangnya di atas meja belajar. Gadis itu berusaha membangunkan laki-laki itu. "Hmm .... Arghh ...." Bukannya menjawab, Taraka malah mengeluarkan suara-suara tidak jelas. "Bangun, Kak! Jangan tidur di lantai. Kau bisa sakit nanti." Gadis itu mencoba membangunkan Taraka sekali lagi. Tangannya mengguncang lebih keras. Mendapati Taraka yang tetap tidak bergerak, Ramona membuang napas kasar dan menarik Taraka secara paksa sampai laki-laki itu terduduk kemudian memaksanya berdiri. Karena tubuh Taraka yang lebih tinggi dan besar, Ramona mengalami sedikit kesulitan saat memapah kekasihnya itu ke tempat tidur. Napasnya terengah saat gadis itu berhasil membawa laki-laki yang usianya lebih tua sembilan tahun darinya itu berbaring di atas kasur. Taraka benar-benar tampak kacau. Tampangnya hampir terlihat tidak manusiawi dengan surai hitam yang berantakan, setelan jas kerja yang dasinya sudah hilang entah ke mana, dan kemeja kerja warna putih yang tiga buah kancing teratasnya lepas menampakkan d**a bidang miliknya. Aroma yang menguar dari tubuhnya kental akan bau alkohol yang bercampur peluh. "Apa yang terjadi, Kak? Kenapa kau seperti ini?" Ramona bergumam lirih sembari menghela napas. Melepaskan sepatu kulit yang dikenakan Taraka, kaos kaki juga membenarkan posisi tidur laki-laki itu dan menyelimutinya, Ramona bergegas ke kamar mandi. Tubuhnya benar-benar lelah dan perutnya sudah meronta-ronta ingin cepat-cepat diisi. Gadis itu ingat masih ada persediaan mie instan di dapur. Tinggal satu bungkus sebenarnya yang mana merupakan bagian sisa jatah milik Taraka. Tapi melihat kondisi Taraka yang seperti itu, kemungkinan besar ia pasti tidak memasaknya sepulang kerja tadi. Jadi, Ramona bisa memasaknya untuk dirinya sendiri setelah mandi. Ia sedang ingin menghemat uang dengan tidak memesan layanan pesan-antar makanan. Ramona bersenandung kecil. Setelah menghabiskan waktu setengah jam berdiri di bawah guyuran air dingin shower, berendam di bathtub dan mengesampingkan rasa lapar, gadis berambut cokelat itu keluar dari kamar mandi mengenakan bathrobe putih miliknya. Ia membawa tungkainya melangkah menuju lemari pakaian hendak mengambil baju tidur sebelum mengenakannya dan mengeringkan rambut basahnya dengan hair dryer. Ramona memekik keras saat tubuhnya tiba-tiba ditarik seseorang dari belakang, dibalik lalu dibenturkan ke permukaan lemari yang pintunya sudah mau dibukanya tadi. Ia meringis merasakan punggungnya yang berdenyut ngilu. "A-apa yang Kakak lakukan?" Gadis muda itu menatap takut Taraka yang tiba-tiba sudah ada di depannya dengan raut marah yang sulit dideskripsikan dan tatapan tajam menusuk. Jarak mereka hanya beberapa senti dengan kedua tangan Taraka yang mengungkung tubuh Ramona di kedua sisi kanan-kiri. Laki-laki yang sedang marah dan tidak sadar karena mabuk adalah sosok yang menyeramkan bagi Ramona. Dan Taraka yang sekarang berada dalam kondisi yang seperti itu. Ramona takut jika Taraka akan memukulnya setelah ini. Gadis itu memiliki kenangan buruk seperti itu dengan saudara sepupunya yang ada di Australia. Padahal, saat itu niat Ramona yang masih berusia belasan tahun hanya ingin membantu bibinya menenangkan anaknya yang pulang dalam keadaan mabuk dan mengamuk, tapi Ramona remaja malah kena pukul sampai jatuh pingsan. "A-apa yang kau lakukan, Kak?" Ramona mengulang pertanyaannya. Manik hazel cokelatnya bergetar menatap wajah Taraka. Perlahan gadis itu mencoba melepaskan diri dengan berusaha menyingkirkan tangan Taraka. Ramona benar-benar takut dengan Taraka yang sekarang tampak mengeraskan rahangnya dengan wajah yang merah padam. Usaha itu tidak berjalan lancar. Saat tangannya hampir menyingkirkan tangan Taraka, tangan besar laki-laki itu malah mencengkeram pergelangan tangannya. "Kau dari mana saja, hmm?" Taraka membuka suara sambil merendahkan kepalanya jadi lebih condong pada wajah cantik Ramona. Suara husky-nya terdengar sangat berat dan napas bau alkoholnya membuat gadis itu mencegah hidungnya untuk menghirup udara selama beberapa saat. "DARI MANA?!" Taraka membentak saat pertanyaannya tidak segera mendapat jawaban. Ramona jelas sangat kaget. Ia tidak pernah melihat Taraka yang seperti ini selama dua tahun mereka menjalin hubungan. Gadis bersurai cokelat itu menjadi semakin ketakutan. Tbc. Lanjut yuk >>> Ikuti keseruan ceritanya, yaa Bantu subscribe, like, share, dan follow ❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD