Jealousy Jealousy

2144 Words
Sejatinya, manusia memang memiliki sifat penasaran, ingin tau banyak hal, namun ada kasus-kasus tertentu yang membuat sifat itu justru menjadi menyebalkan. Kasus itu terjadi pada Antonio Gustomi yang sejak beberapa hari terakhir mengamati mood Daniel. Awalnya hanya untuk pengingat, sebagai seorang sekretaris penting untuk bisa membaca mood atasan. Semakin hari mood Daniel terlihat seperti mood cewek, banyak tidak stabilnya. Pagi bisa datang secerah matahari untuk dua jam kemudian mendung seperti gumpalan awan hitam. “Niel,” “Hm?” Daniel tak mengalihkan tatapan dari layar ponsel, bibirnya sejak tadi menukik ke atas membentuk sebuah senyuman. “Ck. Lo lagi fallin love ya?” Nah, ini. Sifat suka penasaran akan urusan orang lain pasti tampak sangat menyebalkan, Antonio bahkan tidak bisa mengendalikan salah satu sifat alamiah tersebut. Mata Daniel akhirnya mau melirik ke arah Antonio, dia memperbaiki posisi duduknya. “Keliatan banget ya?” “Iya, keliatan kayak orang gila.” Antonio merotasikan bola mata, meja Daniel itu persis disampingnya, jadi dia tak perlu beranjak kemana-mana untuk mengobrol dengan Daniel. “Cari pacar gih, Gus. Biar lo tau gimana rasanya jatuh cinta” Kekehan Daniel terlihat sangat menyebalkan. “Kerjaan gue banyak, nggak sempet cari pacar” Sembari menunggu balasan chat dari Tiara, Daniel meletakkan ponsel diatas meja. Laki-laki itu memutar kursi hingga menghadap ke arah Antonio yang entah sibuk mengerjakan apa. Bolpoin seakan tak pernah lepas dari genggaman sekretaris Mommy Ana satu itu. “Kerjaan emang penting, Gus. Tapi kehidupan pribadi lo juga nggak kalah penting. Bayangin ntar lo tuanya sendirian, setidaknya kalau lo punya pasangan, lo punya temen hidup di masa tua.” Menanggapi ucapan Daniel barusan, Antonio terdiam sejenak, dia tengah menyusun kalimat yang tepat. “Pernikahan itu jauh banget dari bayangan gue sekarang, ntah, kadang gue tanya sama diri sendiri, apa gue trauma? Atau karena alasan lain?” Antonio meletakkan bolpoinnya, dia menatap kosong ke arah depan, “Yang pasti, gue sekarang nyaman sendirian, tanpa pasangan sekalipun gue bisa ngurus diri sendiri" “Masuk akal,” Daniel mengangguk-angguk, “Tapi, lo punya temen cewek, ‘kan?” “No,” Melihat reaksi serta ekspresi Daniel membuat tawa Antonio pecah. Lucu bagi Antonio namun tidak bagi Daniel. Sebab, kenapa orang-orang di sekitarnya tidak ada yang normal? Maksud Daniel adalah, jaman sekarang emang ada orang yang gak punya teman lawan jenis? “Masih suka cewek?” “Ya masihlah!” Kali ini giliran Daniel yang tertawa. Dia sempat takut tadi. “Gue sih nggak mau maksa lo, sori kalo kata-kata gue tadi seakan menggurui banget, seolah tau masa depan dan masa tua itu kayak gimana, tanpa menyadari kalo lo juga punya takdir dan jalan cerita sendiri” “Demam lo? Tumben omongannya bener,” Sebagai jawaban, Daniel hanya nyengir lebar. Dia kembali mengecek layar ponselnya, masih belum ada jawaban dari Tiara. “Btw, pertanyaan gue tadi belum lo jawab,” “Pertanyaan yang mana?” Daniel menoleh seraya mengangkat alisnya, bertanya. “Lo lagi kasmaran? Sama anak kuliahan itu?” Untuk yang satu ini, Daniel menimbang sejenak. Haruskah dia memberitahu Antonio atau sebaiknya jangan. Apalagi langkah yang ia ambil kemungkinan bisa menimbulkan pro dan kontra. “Anggap aja begitu” jawab Daniel enteng. Antonio sedikit mengetahui hubungan Daniel dan anak kuliahan itu, sebab dulu Daniel sering pergi keluar kantor untuk bertemu dengan Tavisha. Sraak. Antonio melirik ke arah samping dimana Daniel mendadak berdiri membuat kursinya terdorong ke belakang. “Gus, gue mau lunch di luar” “Ini lo ngajak gue apa gimana?” “Nggak, cuma ngasih tau aja, mana tau nanti Mommy nanya” “Yailah, kirain ngajak gue” “Kalau mau jadi obat nyamuk sih, gak papa” “Dih ogah, pergi sana!” Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, Daniel menyambar dompet dan kunci mobil, lantas melenggang keluar. Jam istirahat telah tiba, dan Tiara tidak membalas pesan Daniel, maka dari itu dia memutuskan untuk menghampiri Tiara di butiknya. Nekat-nekatan saja lah. Oh iya, sejak pertemuan kemarin, Tiara dan Daniel memutuskan untuk berdamai, melupakan rasa sakit masa lalu, tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Namun, untuk kembali bersama, Tiara bilang dia butuh waktu. Selain itu, Tiara juga memikirkan perasaan Tavisha. Berteman mungkin pilihan terbaik, satu sisi Tiara masih bisa berhubungan–komunikasi dengan Daniel. Disisi lain, Daniel masih bisa melanjutkan hubungan dengan Tavisha. Ada restoran sushi di dekat kantor Daniel, dia memutuskan untuk pergi kesana lebih dulu sebelum ke butik Tiara. Restoran tampak sangat ramai, apalagi ini jam istirahat. Daniel melangkah tergesa menuju rak-rak yang menyajikan berbagai Sushi Platter. Ada yang berukuran kecil, sedang, hingga yang besar. Di tengah sibuknya Daniel memilah, seorang memanggilnya, dari arah belakang. “Mas Daniel!” “Tavisha?” Tavisha berjalan menghampiri Daniel, “Wah, makan disini juga, Mas?” “Ah,..” Daniel bingung harus menjawab apa, “Lo juga makan disini?” Sebenarnya tidak, Tavisha datang hanya untuk membeli dan dibawa ke kampus. Kebetulan restoran sushi disini terkenal. “Iya,” semua itu Tavisha lakukan demi bisa makan siang bersama Daniel, tak peduli jika Clara menunggu di kampus, berharap Tavisha segera datang membawa Sushi titipannya. “Mau gue temenin?” Jujur, sulit bagi Daniel menolak pesona Tavisha. Meski dia terburu-buru ingin segera makan siang bersama Tiara, namun ada separuh hatinya yang mengatakan Daniel harus tetep stay disini menemani Tavisha. “Emang mas Daniel nggak ke kantor?” “Jam istirahat masih lama, Sha.” Daniel tersenyum, maut. Membuat Tavisha terpesona, “Gimana?” “Mau, mau!” Mereka berdua memilih salah satu platter sushi, memesan minum, lantas membawanya ke salah satu meja. “Udah lama kita nggak ngobrol berdua, Mas Daniel sibuk banget sama kerjaan” Tavisha mulai membuka percakapan, sementara Daniel sibuk membuka platter sushi untuk Tavisha. “Sori ya, waktu gue jadi berkurang buat lo” “Kalau untuk pekerjaan sih aku nggak pernah mempermasalahkan itu, Mas.” “Emang gue punya kesibukan apalagi selain kerja, Sha? Sekali billiard bareng Lucas, atau golf bareng Daddy” Tavisha mengangguk, dia mengambil satu gulungan Sushi, melahap makanan itu. Sebenarnya bukan itu maksud Tavisha, tapi ya sudahlah, dia tak ingin mencari gara-gara. “Akhir-akhir ini aku sibuk ujian semester, sibuk ngunyah buku-buku, jadi jarang ngabarin Mas Daniel juga” “Kabarin aja kalau butuh bantuan” “Oh iya, Mas” “Hm?” “Mas Lucas udah punya pacar belum sih?” Daniel mengangkat kedua alisnya dengan tatapan penuh tanda tanya, menyadari pertanyaan barusan, Tavisha buru-buru menambahi sebelum Daniel salah paham. “Maksudku, kalau belum punya pacar, aku mau kenalin dia ke temenku, Clara.” Ya ampun, Tavisha selalu menggemaskan. Daniel jadi nyengir mendengar penjelasan sang dara. “Nggak, Lucas nggak punya pacar.” “Waah, Mas Daniel mau bantuin aku buat jodohin mereka nggak?” Daniel mengangkat kedua tangan, “Nyerah gue, nggak ikut-ikutan. Gue tau banget karakter Lucas kayak gimana, dia mana mau dijodoh-jodohin kayak gitu” “Yaaahh,” “Kalau dia mau, udah dari lama gue jodohin dia ke temen-temen cewek gue. Tapi liat, sampai sekarang dia masih jomblo, entah nunggu siapa..” “Apa jangan-jangan Mas Lucas suka sama Mbak Tiara? Mereka berdua akrab banget, ‘kan? Kayak.. cocok?” Sialan! Untung saja yang mengatakan hal itu adalah Tavisha si anak kuliahan yang imut, seandainya Antonio yang mengatakan hal itu, udah pasti bogeman Daniel mendarat diwajahnya. “Eh? Aku banyak ngomong ya? Sampai Mas Daniel nggak makan dari tadi, mau aku suapin, Mas?” Daniel buru-buru menggelengkan kepala, “Lo aja, Sha, yang makan. Gue udah makan sebelum kesini” BOHONG! “Terus? Mas Daniel kesini bukan mau makan siang?” “Gue kesini atas permintaan Mommy yang minta dibeliin Sushi” “Ya ampun! Kok Mas Daniel malah makan sama aku sih? Aduh, Mommy-nya Mas Daniel pasti nunggu,” Tavisha berubah panik sekaligus merasa bersalah. Daniel terpaksa berbohong, Mommy Ana tidak menyuruh Daniel, dia melakukan itu agar bisa segera pergi dari tempat ini, namun terlalu sungkan untuk mengatakannya secara langsung. “Lo nggak apa-apa gue tinggal sendiri, Sha?” Tavisha mengangguk tanpa menaruh curiga apapun. Setelah mendapat persetujuan dari Tavisha, Daniel berdiri, “Biar gue yang bayar, makan yang banyak ya, sori gue nggak bisa lama-lama nemenin lo makan” “It’s okay, kita bisa makan bareng kapan-kapan” “Duluan ya, Sha, byeee” “Byee, Mas..” Dengan langkah sedikit terburu, Daniel mengambil satu platter sushi berukuran besar, random, lantas membayarnya ke kasir. Laki-laki itu sempat melambai ke arah Tavisha sebelum keluar dari pintu. Di tempatnya, Tavisha hanya bisa menghela napas, dia masih kangen sama Daniel. Tapi mau bagaimana lagi, akhirnya Tavisha memanggil pegawai restoran tersebut, meminta makanannya di kemas ulang untuk dibawa ke kampus. ○○○○○ Butik Tiara ternyata jauh dari kantor Daniel, perjalanannya membutuhkan waktu sekitar empat puluh lima menit, untung saja kemacetan tidak separah biasanya. Laki-laki itu turun dari mobil, menatap bangunan berwarna putih dua lantai di depannya. Senyum Daniel terbit, membayangkan dia akan bertemu dengan Tiara, adu mulut tentang apa saja, menatap wajah masam Tiara juga salah satu bentuk hiburan yang selalu Daniel rindukan. Dengan langkah ringan, Daniel membawa platter sushi masuk ke dalam, dan tatapannya langsung tertuju pada pemandangan di depannya. “Daniel?” Tiara segera melepaskan pelukannya, menatap Daniel seperti pasangan yang tertangkap basah tengah berselingkuh. “Siapa. Ti?” Tanya Sam, raut wajahnya tampak lelah, dengan rambut berantakan. “Oh, sori. Kayaknya gue ganggu ya” Apakah Daniel akan langsung pergi? Tentu tidak! Justru dia melangkah maju, mendekat dan berdiri disamping Tiara. Seolah perempuan cantik di sampingnya ini adalah miliknya, dan tidak ada yang boleh memiliki Tiara selain dirinya. “Tiba-tiba banget lo dateng?” tanya Tiara bingung sekaligus heran. Daniel hanya mengangkat bahu, “Mau makan siang bareng,” katanya seraya mengangkat platter sushi di tangannya. Tiara menatap Sam dan Daniel secara bergantian. “Makan siang doang?” “Gue udah bawain dia makan siang, btw.” Sam ikut dalam pembicaraan Tiara dan Daniel. Dia menunjuk ke arah meja Tiara, disana ada box pizza. “Sam!” “Oh, nama lo, Sam?” Daniel menyeringai, dia tidak takut sama sekali. Dari segi wajah, jelas dirinya lebih unggul dari Sam. Meski Sam lebih tinggi 2 cm dari Daniel. “Hm, lo siapa sih? Tiba-tiba datang, nggak sopan. Gue nggak pernah liat Tiara deket sama siapapun–” “Wah, bro. Itu artinya lo nggak sedeket itu sama Tiara sampai nggak tau kalau dia udah punya pa–” “Daniel!” Hampir saja Daniel keceplosan, ngelantur maksudnya. Orang mereka berdua belum balikan. “Ti?” Sam menoleh ke arah Tiara, wajahnya semakin kusut. “Dia Daniel. Adiknya Bima,” Tentu Sam tau siapa Bima, dia pernah beberapa kali menemani Tiara berziarah ke makam Bima. Namun, Tiara belum pernah mengatakan siapa Daniel sebelumnya. “Ah, I see” “Dia kenal Aga, Ti?” Sekarang Daniel yang bingung. “Kenal, gue pernah ajak dia berkunjung ke makam Bima” Tiara menjawab lirih. Daniel langsung siaga 1, kalau Tiara mengajak seseorang pergi ke makam Bima, tentu dia bukan orang sembarangan. Kedekatannya dengan Tiara perlu diwaspadai. “Udah ya, perkenalannya. Kita makan yuk,” Sebelum terjadi baku hantam (agak berlebihan sih), Tiara menengahi. “Gue nggak mau makan bareng dia” Daniel menunjuk Sam dengan tatapan tak suka. “Yaudah lo boleh pergi” Tiara menjawab santai membuat Daniel melotot tak percaya, dia di usir? Demi laki-laki di depannya ini? Wah! Daniel benar-benar merasa terancam sekarang. “Udah, Ti, biar gue aja yang pergi. Lagipula gue butuh tidur–” “Bukan urusan Tiara.” Tiara hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Daniel. Tiara mengusap bahu Sam, menatap teduh. “Jangan terlalu dipaksakan, telepon gue kalau butuh sesuatu” Sam mengangguk, memeluk Tiara sebentar sebelum melangkah keluar. Daniel meletakan platter sushi diatas meja, laki-laki itu memutar kepala, meregangkan otot-ototnya seolah bersiap untuk sesuatu yang akan terjadi. “Daniel!” Tiara berdecak pinggang menatap tajam ke arah Daniel. “Wow, keluar galaknya.” “Bisa nggak kasih kabar dulu kalau mau kesini?” “Gue udah chat lo ya, Ti. Coba buka hape lo,” Yah, sejak tadi Tiara memang tidak memegang hape, dia sibuk mendengarkan curhatan Sam tentang sebanyak apa tekanan yang didapatkan di tempat kerja. Sam bahkan belum tidur sejak kemarin, tadi dia langsung datang setelah lembur dan baru bisa pulang siang ini. Karena itulah tampilan Sam lebih mirip zombie, versi tampan. “Ya maap..” “Sibuk pacaran sampai nggak sempet buka chat gue.” Daniel merotasikan bola matanya. “Sam temen gue, bukan pacar.” Sedetik kemudian, Daniel melebarkan senyumannya, “Percaya, lo kan cintanya cuma sama gue” untuk selanjutnya laki-laki itu mengedipkan sebelah mata. “Cuih, najis!” “Kasar banget,” Daniel meraih tangan Tiara membawanya agar segera duduk. “Udah jangan ngamuk-ngamuk, kita makan sekarang. Gue laper banget sumpah, kalau nggak keberatan bisa suapin gue?” “Daniel! Balik lo sebelum gue tendang p****t lo itu!” “Hahaha, bercanda sayang…” Sayang… Daniel memang paling bisa membuat jantung Tiara berdebar-debar tak karuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD