Suaka Marga Manusia

1017 Words
Ia terus memandangi Samara. Gadis itu terlampau lelap tertidur, hingga hampir terjungkal ketika sedikit bergerak.    Ia dengan sigap menangkap tubuh Samara. Samara seketika terbangun. Ia segera berusaha melepaskan diri dari dekapan orang asing itu.    Samara menatapnya lekat. Siapa dia? Kenapa tiba - tiba ada di hadapannya? Dan memeluknya seperti ini? Samara merasa bingung, takut, kesal, dan ingin tahu di saat yang bersamaan.    "Tadi aku lihat kamu ketiduran. Hampir jatuh. Dari pada nyungsep ke lantai terus benjol, ya aku tangkep aja. Maaf kalau kamu kaget." Ia menjelaskan situasi yang sebenarnya tanpa dilebih - lebihkan.    Samara berusaha melepaskan diri dari dekapan cowok itu. Untung lah yang bersangkutan peka. Meski kini Samara tahu sosok di hadapannya bukan hantu. Dan ia adalah orang yang baik. Samara tetap merasa tak nyaman dengan orang asing.    Perhatian Samara teralih pada sesuatu yang menetes di lantai. Likuid berwarna merah. Samara mengikuti arah sumber tetesannya. Dari pergelangan tangan cowok itu.    Pasti karena mendekap Samara tadi, tak sengaja jarum infusnya tertarik, sehingga tangan cowok itu kini berdarah. Perban dan plester yang membungkus jarum pun sudah berganti warna menjadi merah.    Samara meraih pergelangan tangan cowok itu. Ia lalu berdiri. Tanpa bicara apa - apa, Samara menarik lengannya. Otomatis empunya tangan harus ikut kalau tak mau terjadi hal lebih parah pada tangannya.    Untung lah ia sigap. Tangan satunya segera meraih tiang infus. Berjalan cepat mengikuti langkah Samara.    ~ ~ ~ ~ ~ A S M A R A S A M A R A ~ ~ ~ ~ ~    Ternyata Samara membawanya ke bagian administrasi UGD. Samara meminta tolong pada para dokter muda dan perawat yang sedang tidak melakukan apa - apa.    Tanpa sadar cowok itu tersenyum. Terkagum sekaligus geli pada cara Samara menyalurkan rasa paniknya. Sebuah penyaluran rasa panik yang positif. Karena ia refleks mencari pertolongan dan bertindak, dibanding hanya diam dan bingung harus berbuat apa.    Cowok itu dipersilakan duduk di salah satu brankar. Samara menunggu, berdiri di belakang suster yang sedang membuka perban berlumuran darah.    "Kok bisa berdarah gini, Mara?" tanya perawat yang sedang memperbaiki letak jarum infus cowok itu, serta mengganti perban dan plesternya.    Samara merasa terpanggil karena nama Mara disebut. Satu hal yang Samara tangkap. Jika perawat - perawat dan dokter - dokter mengenal pasien ini, itu berarti ia populer di rumah sakit ini. Maksudnya, pasti karena ia pasien yang cukup sering keluar masuk, sampai - sampai dihafali.    "Bisa lah, Sus. Cogan juga manusia. Bisa berdarah juga," jawab cowok itu.    Seketika ia mendapat cubitan gemas dadi perawat yang bersangkutan. "Lain kali hati - hati, Mara!"  nasihatnya.    "Siap, Suster Lisa Blackpink!" Cowok itu melakukan pose hormat pada si suster.    Samara melirik nametag suster itu. Benar, namanya adalah Lisa. Semakin yakin lah Samara bahwa cowok itu mengidap penyakit tertentu yang menjadikannya langganan masuk rumah sakit — seperti Samran.    Bahkan mungkin cowok ini jauh lebih sering. Mengingat Samran tak sepopuler dirinya. Dan Samran juga tidak menghafal nama - nama perawat dan dokter. Kecuali dokter - dokter yang sejak awal menanganinya.    Suster Lisa mencubit lengan cowok itu sekali lagi. Pipinya menyemu merah. "Apaan, sih? Aku jadi ngerasa jadi Lisa Blackpink beneran!"    Cowok itu hanya nyengir kuda menanggapi ungkapan malu - malu si suster. Beres melaksanakan tugasnya, Suster Lisa meninggalkan cowok itu dan Samara untuk kembali stand by.    Cowok itu menepuk sisi brankar kosong di sebelahnya. Meminta Samara untuk duduk di sana. Samara menurut meskipun ada rasa enggan dalam hati.    "Makasih, ya," ungkap cowok itu.    "U - untuk?" Samara gugup menjawab kata - katanya.    "Udah cari pertolongan dengan cepat." Cowok itu tersenyum tulus.     "Aku harusnya yang bilang makasih. Dan maaf udah bikin kamu berdarah."    Cowok itu masih senantiasa tersenyum, lalu mengulurkan tangan kanannya pada Samara. "Kinarian Asmara Damarez. Biasa dipanggil Mara aja. Ya kali mau dipanggil Asma!"    Asmara terkikik sendiri mengakhiri sesi perkenalannya.    Samara mulai bingung dengan kepribadian cowok ini. Apa iya perkenalan harus menggunakan nama lengkap?    Samara menjabat tangan Asmara dengan setengah hati. "Samara."    "Samara aja? Nggak ada panjangannya?"    Samara memutar matanya jengah. Seperti sudah menduga Asmara akan menanyakan hal ini. "Harus banget sebut nama lengkap, ya?"    "Harus, dong! Sebuah pertemanan berawal dari sebuah perkenalan. Perkenalan lebih baik menyebutkan nama panjang, supaya pertemanan itu bisa terjalin dalam kurun waktu yang panjang pula."    'Siapa juga yang mau temenan sama kamu?' batin Samara.    "Ayo buruan kasih tahu!" Asmara tanpa ragu menggenggam jemari Samara.    Samara kaget dengan perlakuan tiba - tiba Asmara. Ia refleks menyebut nama lengkapnya. "Kalyani Samara Bachtiar. Panggilannya Samara aja. Ya kali mau dipanggil Samar!"    Asmara tertawa keras mendengar jawaban Samara. Seakan - akan jawaban itu adalah lawakan fenomenal hasil kolaborasi Vincent dan Desta mantan anggota Club 80's. Padahal Samara menjiplak jawaban itu dari cara Asmara memperkenalkan dirinya sendiri tadi.    "Eh, sadar nggak, sih? Nama kita mirip. Cuman dibolak - balik huruf pertama dan keduanya aja." Asmara kembali tertawa setelah itu.    Samara semakin tak habis pikir dengan kelakuan absurd Asmara. Di sela tawanya, Asmara sesekali menyentuh dadanya. Mungkin dadanya sakit karena ia tertawa terlalu keras.    Dilihat dari fisiknya yang kurus, ronanya yang pucat, juga dari survey singkat tentang keakraban Asmara dengan para tim medis, wajar bila Samara berasumsi bahwa cowok itu punya penyakit parah.    Tapi tidakkah Asmara terlalu ceria untuk ukuran seseorang yang sakit parah?    Hmh ... berarti Asmara masuk dalam kategori manusia langka. Perlu dimasukkan ke SMM alias Suaka Marga Manusia.    Samara tiba - tiba teringat sesuatu -- seseorang tepatnya  .... Samran ....    Tanpa berpamitan, gadis itu melompat dari duduknya. Berniat kembali ke tempatnya menunggu tadi. Samara tak sadar dirinya berlari sangat cepat. Yang penting ia harus segera kembali.    "Samara!" Asmara berusaha memanggil gadis itu.    Bertanya - tanya tentang apa yang membuatnya tiba - tiba pergi. Apa Samara adalah semacam Cinderella yang harus pergi sebelum waktu yang ditentukan, karena sihir keindahannya akan segera kadaluarsa?    Asmara meraih tiang infusnya. Perlahan ia turun dari brankar. Langkahnya mengalun pelan mengikuti Samara yang sudah cukup jauh.    ~ ~ ~ ~ ~ A S M A R A S A M A R A ~ ~ ~ ~ ~    Jangan lupa tekan tanda love warna ungu sampai berubah warna jadi putih    Cukup sekali aja tekannya ya (satu kali untuk satu judul cerita)     Terima kasih     Sincerely     Sheila     -- T B C --   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD