18.Nyebelin Atau Gemesin??

2496 Words
Ben POV. “Abang!!!. Udah siap!!!” sapa Puput begitu muncul di ruangan kerjaku. Aku sontak tertawa. Tadi aja mewek, sekarang sudah tertawa lagi hanya karena aku turuti keinginannya untuk pergi jajan keluar kantor. Jam kerjaku juga sudah selesai dan tidak ada pekerjaan yang di kejar deadline, jadi aku iyakan keinginannya. Lagi lagi karena kasihan dan tidak tega melihatnya kebosanan menunggu kedua orang tuanya selesai meeting. Tapi lalu aku harus mengabaikan rekan kerjaku yang mendadak terlihat canggung saat Puput mendekat pada meja kerjaku. “Sore mba Puput” sapa mereka bergantian. “Sore semuanya. Aku jamak aja ya jawabnya. Cape” jawab Puput lalu membuat setidaknya 10 orang dalam ruangan yang sama denganku tertawa. Aku tentu ikutan tertawa sambil membereskan barang barangku ke tas yang selalu aku bawa saat kerja, sekaligus tas laptopku. “Ayo apa bang” rengeknya mengabaikan juga kehadiran orang sekeliling kami. “Iya ayo” jawabku lalu membawa tasku sambil pamit pada teman kerjaku yang lain. Tentu mereka tau kalo aku putra CEO perusahaan. Tapi ya aku berusaha bersikap biasa aja. Soalnya babeh atau bang Noah pun kalo datang ke ruangan khusus staff gambar dan estimator proyek ya biasa aja juga. Yang membedakan, paling hanya aku yang sering meninggalkan ruangan kerjaku untuk bertemu babeh atau bang Noah, lebih ke urusan pribadi sih. Kalo urusan pekerjaan ada kepala tim gambar yang jadi bosku juga. Itu terkadang bang Noah langkahi, kalo dia mau aku yang menyelesaikan urusan gambar suatu proyek yang bermasalah. Soalnya memang suka aku yang di kirim ke proyek. Ya aku sih selalu bersedia, karena memang pekerjaanku. Dan babeh mendukung bang Noah, supaya aku punya pengalaman lebih dari sekedar bisa gambar bangunan saja. “Beneran udah pamit Put?” tanyaku begitu kami masuk lift. “Udahlah, masa belum pamit. Dan pasti papa mamaku kasih izin kalo perginya sama abang” jawabnya lalu berpegangan pada bagian samping kemejaku dekat area pinggangku. Aku langsung tertawa pelan. Pertama untuk tingkahnya yang seperti anak kecil karena saat ada orang lain masuk lift juga dia langsung pegangan kemejaku. Kedua untuk perkataannya yang bilang sudah pamit ke papa mamanya, dan pasti di kasih izin kalo pergi denganku. “Mau tunggu di loby apa mau ikut ke parkiran mobil?” kataku begitu sampai loby dan Puput sudah melepas pegangannya pada kemejaku. “Ikut abang aja. Nanti gue di tawar orang” jawabnya. Sontak aku tertawa lagi lalu mengangguk. Jadi beriringanlah kami menuju parkiran mobilku. Lalu bersamaan masuk mobil. “Bang” jedanya setelah aku menaruh tas yang aku bawa di jok belakang mobilku. “Ngapa?” tanyaku. “Buka dasinya apa. Kaya pergi sama guru BP kalo abang rapi gini” jawabnya. Lagi lagi aku tertawa lalu menurut membuka dasiku. “Siniin dasi abang. Jangan di kuntel kuntel, tar lecek. Abang mendingan gulung lengan kemeja abang. Rapi amat, mau temanin gue jajan doang. Emang mau ke mana sih?” katanya lagi. Tertawa lagi aja akunya, lalu menyerahkan dasi yang aku lepas lalu dia lipat rapi, sementara aku menggulung lengan kemejaku. “Apa lagi?” tanya setelah menuruti perintahnya. Dia menatapku dulu. “Bisa gak muka abang di gimana gitu dulu, biar gantengnya gak ada obat” jawabnya. Terbahaklah aku dan Puput ikutan. “Muka gue udah segini ini, mau di apain lagi Put” komenku sambil menyalahkan mesin mobilku. “Ya kali bisa di vermak dikit, biar gak ori banget sesuai settingan pabrik” jawabnya. Lagi lagi aku terbahak. Lucu bangetkan Puput tuh??. Mungkin itu yang buat aku selalu suntuk kalo kami diam diaman karena salah faham. Pada akhirnya terpaksa aku melupakan rasa keselku yang terakhir pada Puput. Alasannya masuk akal juga untuk pulang bareng dengan bang Keanu. Dia takut sendirian menungguku, sementara aku susah di hubungi. Terus Puput pikir aku tidak kesal atau marah karena memang aku tidak bilang, dan jadi buat semakin salah faham. Memang segala sesuatu mesti di bicarakan kali ya. “Mal Pondok Indah aja apa Cilandak Town Squere?” tanyaku setelah kami keluar area perkantoran Sumarin Group. “PIM!!!” cetusya pada mall kesukaannya. Luas sekalikan PIM?. Dan Puput suka ke mall itu. Searah juga dengan rumah kami. Walaupun aku mesti ke Cinere dulu nantinya mengantar Puput pulang baru balik arah ke ciganjur. Tapi ya tetap searah. “Gue turutin apa pun jajanan yang mau elo beli, tapi makan dulu. Gue lapar banget juga” kataku menjeda rasa senangnya. “Iya, tapi jangan makan nasi ya bang. Males ih, tadi siang udah makan nasi padang sama mama sama papa. Kenyang beud perut gue, rasanya daging rendang masih berenang di lambung gue” jawabnya. Tuhkan, aku jadi tertawa lagi. “Bakso aja ya bang. Abang pesan dua porsi aja kalo gak nampol” katanya lagi. “Emang gue kuli gancong” jedaku. Dia lantas tertawa. “Yakan abang raksaksa, pasti porsi makan abang beda sama gue yang liliput” katanya lagi. Gantian aku tertawa. Segitu Puput banyak maunya, tapi tetap urusan usoli nomor satu. Begitu sampai mall dan tepat masuk waktu magrib, dia langsung mengajakku usoli dulu. “Biar tenang bang, usoli dulu ya” ajaknya. Pasti aku setujui dengan segera mencari mussola untuk kami sholat dulu. “Kalo abang belum chat kasih tau abang udah di luar mussola, tunggu di dalam aja ya” pesanku. Dia mengangguk seperti anak kecil. “Okey, ayo sholat dulu” ajakku sebelum kami berpisah bagian perempuan dan lelaki. Bagian Puput yang solehah ini kali ya, yang akhirnya membuat semua orang yang mengenal Puput jadi memaklumi kemanjaannya. Belum keputusannya memakai hijab di usia remaja. Di saat anak gadis seumurannya malah sibuk dengan fashion kekinian yang kadang serba terbuka. Puput malah menutup tubuh mungilnya dengan baju baju gombrong atau over size. Dia saat gadis remaja lain sibuk mewarnai rambut dan kukunya, Puput malah menutup kepalanya dengan hijab, dan menutupi telapak kakinya dengan kaos kaki. Kalo telapak tangankan masih boleh terlihat. Itu pun bebas dari perhiasan berlebih. Hanya ada cincin emas putih berkepala mickey mouse kesukaannya tersemat di jari manis tangan kanannya, dan jam tangan di pergelangan tangan kirinya, itu pun selalu tertutup atasan yang dia pakai. “Lama lama kasihan mama gue. Cantik banget, solehah banget dengan kemana mana pakai hijab panjang dan gamis panjang. Tapi masa gue yang jadi anak perempuannya malah kemana mana pakai jeans sama kaos ketat. Kaya kontras banget gak sih lihatnya??. Emaknya berpenampilan surga banget, anaknya masa berpenampilan neraka banget” katanya waktu bang Irash tanya soal keputusannya memakai hijab waktu SMA. Ya sudah barang tentu kami bertiga, dengan aku dan Naka tertawa menanggapi. “Kaya apa aja menonjol ya Put?. Tapikan elo rata banget, paling cocok di sebut gajlukkan” ledek bang Irash yang kepalanya jadi aku toyor. “GESREK!!!” jeritku mewakili Puput yang wajahnya merona. Bang Irash tentu terbahak. “Tapi bagus sih Puput akhirnya belajar pakai hijab bang” komen Naka si bungsu dari kami semua. “Ngapa?” tanyaku. “Menyelamatkan kita dari zinah mata. Mau rata sekalipun body Puput, tapikan tetap aja cewek” komen Naka. Puput lagi lagi tertawa. “Biar aman juga sih Put. Keceh elo tuh, blasteran. Jadi elo menonjol dalam hal lain. Rambut elo pirang asli. Mata elo hijau asli. Jadi mending yang masih ori kaya elo, mending di tutupin dah. Benar om Nino jangan di murahin. Paha sama d**a ayam Mc’D aja di kacain. Di ambil aja gak pakai tangan langsung, tapi pakai capitan. Ya masa paha sama d**a orang di comot sembarangan terus di biarin aja. Rugilah” kata bang Irash lalu buat kami semua terbahak. Tapi benarkan yang bang Irash bilang soal tadi. Barang yang harganya mahal, gak hanya di kacain doang, tapi di ambil aja mesti pakai capitan untuk makanan, atau harus pakai sarung tangan untuk barang barang branded. Jadi jelas beda perlakuan orang untuk barang mahal dan murahan. Soal rasa enak pada makanan kadang terabaikan kalo cantik secara tampilan. Atau nyaman atau tidak suatu barang kita pakai, kalo di cap barang mahal, ya tetap aja dapat perlakuan khusus. Jadi kemana mana ya membicarakan Puput doang. Padahal orangnya sudah muncul di hadapanku setelah kami sama sama selesai sholat magrib dan aku sudah kirim pesan untuk dia keluar dari mussola. “Tungguin bang. Pakai sepatu dulu” rengeknya. Ya masa aku tinggal. Ujungnya aku seperti bapak bapak yang mengawasi bocah pakai sepatu. Aku masih pakai stelan kerjaku kan??. Ya macam celana bahan hitam dan kemeja biru standart yang di pakai kebanyakan lelaki untuk pakaian kerja. “Ayo bang!!” ajaknya setelah selesai. Aku mengangguk lalu kami jalan beriringan dengan Puput yang lagi lagi memegang kemejaku di bagian pinggang. Persis anak ilang ya???. Lucu deh pokoknya. Padahal kami seumuran, hanya beda setahunan lebih gitu. “Pokoknya makan bakso ya” katanya mengingatkan. Aku mengangguk saja lalu menuruti lagi kemana pun tujuan Puput. Lagi mode baik baik saja, dan tidak senang mode bad mood. Jadi jangan sampai moodnya drop. “Abang tapi makan baksonya pakai nasi ya, nanti abang masuk angin kalo makan malam cuma makan bakso” katanya lagi setelah kami masuk antrian kios bakso di bagian food court mall. Lagi lagi aku mengangguk, dan membiarkan Puput memesan makanan dan minumanku sekalian. Dia toh tau, kalo aku tidak pernah ribet juga urusan makanan. “Bayar bang” perintahnya lalu menyingkir supaya aku bisa membayar makanan kami. Mba pelayannya aja sampai tertawa melihat kelakuannya. “Adenya ya mas?. Imut banget. Bikin gemes” kata si mba setelah memberikan struk padaku. “Ade ketemu gede” jawabku sambil tertawa. “Oh pacar masnya?” tanya mbanya lagi. Lagi lagi aku tertawa sambil membawa nampan berisi makanan kami. Puput sudah celingukan mencari bangku yang kosong untuk kami makan. “Itu kosong bang. Di situ aja ya” ajaknya. Lagi lagi aku menurut sampai kami duduk berhadapan untuk makan. “Gue aja yang buka sambalnya, abang suka berantakan” jedanya mengambil alih. “Tumben baik banget” ledekku. Dia langsung tertawa. “Abang soalnya dari tadi anteng banget, gak ribet ribet, terus nurut banget juga sama gue” jawabnya. “Biar elo gak ngambek!!!” jawabku. Dia tertawa lagi. “Udah makan, udah tuh. Udah pedes segitu doang juga buat abang mah. Laki yang galak apa, sama sambel aja takut” ejeknya. Ampun banget yakan??. Aku gak galakin aja, ngambek mulu. Gimana kalo aku galakin. Lagian bukan berarti aku tidak suka pedas. Suka suka aja, tapi ya tidak sampai segitunya macam cing Iwan yang memang pencinta makanan pedas. “Pakai nasi juga nih Put” kataku. “GAK!!!. Tar gue kekenyangan” jawabnya lalu mulai makan setelah dia diam sejenak untuk berdoa. Lalu dia mengoceh terus soal jadwal sidang skripsinya yang sebentar lagi sambil terus makan. Aku dengarkan saja, karena lebih tertarik melihat gimana Puput makan. Beneran macam anak bocah yang tidak perduli mulutnya jadi berantakan. Ya tetap berujung sibuk dengan tissue sih, tapi tidak seperti Shasha kali ya, kalo aku pernah pergi berduaan dengan cewek lain selain Puput. Shasha tuh rasanya ribet sekali waktu makan denganku. Bentar bentar lap mulutnya dengan tissue. Puput gak tuh. Sampai wajahnya keringetan dan bibirnya memerah karena kuah bakso yang panas dan pedas yang dia makan, rasanya hanya sesekali dia lap tissue, waktu akan minum dan saat selesai makan. “Habisin” jedaku. “Abang aja. Kenyang. Semangkok meledak bang. Nanti kan gue mau minta jajan es cream abis ini” katanya lalu menyumbangkan sisa bakso yang ada di mangkuknya ke mangkukku. Jadi aku yang merasakan gimana perutku kenyang sekali. Kalo aku menolak menghabiskan pasti Puput cosplay jadi emak emak galak. “Makan gak!!!” perintahnya galak. “Kenyang banget Put” tolakku. “GAK!!!. Gak usah dusta, badan abang raksasa banget. Pasti lambung abang lega” jawabnya. Ampun banget deh. Aku beneran di buat tidak berkutik. Jadi beneran mesti aku habiskan, sampai aku mesti melonggarkan gesperku dan mengeluarkan kemeja yang aku pakai. “Ayo beli es cream bang. Nanti keburu tutup apa habis” rengeknya setelah aku berhasil menghabiskan makananku. Ampun ampunan. Perutku lempeng lagi aja belum, udah merengek lagi minta jajan es cream. Mau ajak lagi aku turutin kemauannya. Dan senang dong kalo es cream rasa green tea yang dia mau makan teryata masih ada. Duduklah lagi aku menemaninya makan semangkuk es cream. “Cobain deh bang. Enak banget” katanya menawarkan juga padaku sesendok es cream yang dia sodorkan ke mulutku. “Gak, kaya ngelalap teh. Mending gue makan lalapan selada apa daun kemangi” tolakku. Heran aku juga. Orang sekarang kenapa suka sekali pada green tea. Mau di kopi, roti sampai es cream. Padahal rasanya seperti makan teh. Kalo rasa taro atau red velvet masih enak deh karena dari ubi ungu dan buah bit. Lah ini green tea dari teh beneran. “Cobain gak!!!. Buruan!!!” paksanya. Mau tidak mau aku menyuap lalu aku meringis merasai rasa es cream rasa green tea yang Puput makan. “Enak yakan…” katanya sambil tertawa. “Enak apaan, mending sekalian elo ngemil teh celup. Elo bongkar bungkusnya terus elo makan isinya” jawabku. Malah terbahak menanggapi. “Ngapa dah?” tanyaku kemudian karena dia melap sendok yang bekas menyuapi aku es cream dengan tissue. “Dih, kaya cipokan gak langsung sama abang. Ogah amat” jawabnya. “ASTAGA….” desisku. Santai aja gitu beneran lap sendok yang tadi aku maksud denga tissue, di depanku loh. “Elo pengikut sekte mana sih Put?” omelku kesal. “Ya udah sih, gak usah ngomel” jawabnya lalu santai melanjutkan makan es cream dengan sendok yang sama. Yakan kalo memang dia menimbulkan kesan yang dia pikir, ngapain memaksaku mencoba es cream yang aku juga gak suka. Ampun ampun deh ngeselinnya Puput tuh. Tapi mungkin lebih ngeselin beberapa hari kemudian di hari weekend pula, kalo tiba tiba dia menelponku dengan mode mewek. “Abang…buruan ke rumah gue” rengeknya dengan isak tangis yang jelas terdengar. “Ngapa?” tanyaku jadi panik juga. Malah mewek. “Elo sakit Put?” tanyaku lagi. “Buruan pokoknya abang ke sini. Gue sendirian doang di rumah. Mama sama papa gak ada, ke rumah eyang” jawabnya. Astaga…beneran buat aku gedebak gedebuk buru buru ke rumahnya. Ternyata dia menelpon bang Irash dan Naka juga. “Puput ngapa sih?” tanya bang Irash di angguki Naka karena kami bertemu di depan rumah Puput akhirnya. “Mana gue tau” jawabku. Bergegaslah bang Irash masuk rumah Puput di ekori aku dan Naka. Tau apa yang kami bertiga temukan?. Malah Puput yang duduk santai sambil makan es cream di ruang tengah rumahnya yang jadi berantakan karena banyak buku pelajaran Puput dan juga laptopnya yang terbuka. “Akhirnya sayang sayang aku datang juga” sambutnya. “Elo ngapa sih Put?” tanya Naka. Aku dan bang Irash lebih tertarik menatap Puput setelah kami menatap ke sekeliling kami. “Gue mau sidang skripsi. Temanin guelah belajar. ENAK BANGET PADA SIBUK SENDIRI AJA!!!” jawabnya galak. “Ya salam….” desis bang Irash. Aku yang tertawa sendiri dan Naka menepuk jidatnya. “Gak ada alasan sibuk ya. Kalo gue gak lulus kuliah, elo semua gue bakalan SANTET!!!!” kata Puput lagi. Menurut kalian gimana??. Nyebelin atau gemesin, nih putri trah Sumarin Tedja yang kaya raya??.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD