Tidak ingin menanggung malu jika sampai hamil di luar nikah, satu bulan setelah kelulusan SMA, Beby memutuskan untuk kabur ke luar negeri. Los Angelas, California menjadi kota pilihannya. Kota dimana dulu dia dilahirkan dan tumbuh besar sampai usia sepuluh tahun. Beby ingin melupakan segalanya.
Menutupi kehamilannya dari semua orang yang dia kenal, terutama dari kedua orang tuanya. Juga tidak ingin bertemu lagi dengan pria jah*nam yang telah menghancurkan masa depannya.
Bekerja sebagai Bar-back di sebuah tempat hiburan malam eklusif di kota besar tidak pernah masuk dalam bayangan Beby sekalipun, apalagi untuk ukuran gadis baru lulus SMA sepertinya.
Dan Club malam yang kental dengan keramaian dan bernuansa elit itu cukup membuatnya terhibur dan melupakan sejenak masalah yang melanda. Baru satu bulan di Los Angelas, namun rasanya sudah sangat panjang perjalanan hidup yang dilalui oleh Beby.
Club ramai, Beby melirik jam di pergelangan tangan menunjukkan waktu hampir tengah malam, musik menghentak, aroma alcohol dan rokok berbaur menjadi satu. Meski bukan week end, tempat ini selalu ramai. Untungnya di tengah kondisinya yang sedang hamil muda, Beby tidak mengalami mual-mual saat mencium aroma minuman beralkohol. Semuanya berjalan dengan baik.
Malam itu, seperti biasa Beby melakukan pekerjaannya. Melangkah menuju sepasang kekasih untuk menyuguhkan minuman. Mereka tidak peduli meski melakukan tindakan tidak senonoh di hadapan banyak orang, sudah menjadi kewajaran bagi mereka. Sedangkan di dunia Timur, hal itu dipandang tidak baik, dan memang buruk. Beby pun tidak suka dengan pemandangan itu. Kegiatan yang seharusnya privasi, tapi malah ditebarkan di hadapan umum.
Beby meletakkan gelas ke meja. Pria yang sedang duduk berdua dengan sang wanita, melirik kedatangan Beby. Kecantikan Beby disertai penampilan fisiknya yang kerap membuat pria terkesima, tak terkecuali pria yang tengah memandangi Beby meski sudah ada wanita yang menggelayut di sisinya. Tangan pria itu tanpa sengaja menyenggol gelas berisi minuman yang baru saja diletakkan oleh Beby. Isinya tumpah. Air meleleh di meja dan sialnya mengalir lalu terjun bebas tepat mengenai rok si wanita.
“Hei, bisakah kau lebih berhati-hati?” pekik si wanita dengan tatapan muak ke arah Beby. Dia sontak bangkit berdiri dan menatap jijik pada pakaiannya sendiri.
“Pria ini yang menyenggol gelasnya sehingga airnya tumpah,” sahut Beby di tengah keriuhan dan keramaian suara dentuman musik. Inilah resiko saat Beby bekerja di club.
Wanita itu menatap si pria di sisinya, meminta penjelasan. Namun si pria angkat bahu seakan memberi jawaban kalau dia tidak melakukan apa-apa.
“Gadis ini bilang kau yang menyenggol gelasnya, lalu kenapa kau diam saja dan membiarkanku menjadi basah begini?” hardik si wanita.
“Kau percaya padaku, kan? Dia bekerja tidak becus sampai-sampai meletakkan gelas saja tidak benar,” jawab si pria membela diri.
“Jaga bicaramu, hei laki-laki banci! Jangan memfitnahku!” hardik Beby kesal.
Tatapan si wanita beralih ke arah Beby. Dengan emosi dia menuding- nuding Beby sambil mengucapkan kata- kata kotor, menganggap Beby tidak bisa bekerja.
Keributan kecil itu mengundang perhatian sosok pria yang baru saja masuk. Pria berpenampilan rapi dan aroma tubuhnya diyakini masih tercium meski sudah tiga puluh menit dia meninggalkan tempatnya.
Sekilas saja dia mengawasi keributan itu, dia sudah tahu apa yang terjadi. Pria tampan berwajah khas blasteran Iran – Indonesia yang sudah beberapa kali memasuki club elit itu mendekati keributan. Dia paling benci dengan penindasan terhadap kaum lemah. Dan dia menganggap barback yang diomeli ada di pihak yang lemah.
Beby yang sampai detik ini terlibat keributan tampak sangat kesal. Dan dia terkejut saat tiba-tiba lengannya ditarik ke belakang dan seorang pria berbadan gagah berdiri di tengah-tengah. Beby hanya bisa menatap punggung si pria beraroma wangi itu. dari arah belakang, dia merasa nyaman berada di balik perlindungan pria itu.
Pria berjas hitam itu melempar setumpuk uang ke meja. “Ambil uang itu! Urusanmu dengan gadis ini selesai!” tegas pria berjas hitam itu.
Sepasang kekasih yang dimabuk asmara itu bertukar pandang.
Beby merasakan lengannya ditarik menjauh dari sana. Dia mengikuti pria yang menariknya itu beberapa meter. Sampai akhirnya pria itu menoleh dan kini keduanya berhadapan.
“Sepertinya kau baru di sini. Lebih baik…” Perkataan pria itu terputus sesaat setelah netranya mendapati wajah gadis di hadapannya, dan dia mengenal gadis itu.
Sama halnya dengan Beby yang tak kalah terkejut menatap pria yang kini bertatapan dengannya itu. Roland Gajendra. Pria ini yang memanfaatkan situasi di saat Beby salah masuk kamar beberapa bulan lalu. Pria ini juga yang memberinya pengalaman traumatis. Pria ini meninggalkan penggalan- penggalan memori kuat yang sulit terlupakan. Pria itu – dikenal sebagai pria kaya, pemilik perusahaan besar di bidang IT Los Angelas , California.
Jauh-jauh Beby pergi ke California berharap supaya ia tidak lagi menatap pria itu. Tapi nyatanya ia salah. Justru pria itu kini ada di hadapannya. persis mereka bertukar pandang. Mata biru itu mengingatkannya pada kejadian beberapa bulan silam. Saat pria itu bersitatap dengan matanya dulu. Memuakkan!
Meski suasana ruangan remang- remang dan pandangan tidak begitu jelas, namun mereka masih bisa mengenal lawan bicara.
Sebelum sempat Beby mengelak, dia merasakan tangan dingin Roland meraih pergelangan tangannya. Seketika Beby mendorong dadaa Roland. Dan… Plak!
Tamparan mendarat di pipi Roland. Andai cahaya ruangan cukup menerangi, maka semburat merah bekas gambar tangan di kulit wajah Roland yang putih akan terlihat sangat jelas.
Tatapan tajam dipenuhi kebencian dari mata Beby, dibalas dengan tatapan tegas penuh ketenangan dari mata gelap milik Roland.
“Lepaskan!” hardik Beby menyentak lengannya yang masih dipegang oleh Roland.
Bukannya melepaskan, Roland malah mempererat pegangannya di lengan mungil Beby. Dia tersenyum simpul. Tampak sangat bahagia telah bertemu dengan gadis cantik itu.