B untuk Bertemu
“Apa dia mau tumbuh di sini? Bukannya ini bunga semak yang tumbuh di gurun ya?” ujar Allata.
“Mau, aku yakin mau,” yakin May.
“Dulu bunga yang tumbuh di Negara dingin di musim dingin kau bawa kemari, tapi tidak bertahan lama dan sekarang bunga yang tumbuh di gurun, oh astaga lebih baik kau tanam bunga rafflesia yang ku pastikan dia terbiasa dengan udara di Indonesia,”
“Ide yang bagus! Aku akan mencarinya,” seru May semangat, tapi ia kemudian murung karena menyadari sesuatu, “tapi Al, sayangnya bunga itu tidak diperjual belikan, lagi pula aku bisa kena denda jika menanam bunga itu,” ujar May sedih.
“Kau mau aku belikan? Aku akan mendapatkannya jika kau mau,” tawan Allata.
“Kau ini Al, sudahlah lupakan nanti akan aku usahakan bunga ini tidak mati dan aku akan menambah koleksi bunga dari Negara lain lagi,”
“Bunga Rafflesianya jadi mau?” tawan Allata kembali menggota May. Ia suka dengan wajah kesal sahabatnya itu, membuat Allata gemar menggodanya.
“Al…! sudah ku bilang bunga itu langka dan dilarang diperjual belikan, lebih baik kau luangkan waktumu nanti dan temani aku ke Bengkulu,” pinta May pada Allata, sedangkan Allata menatap bingung sahabatnya itu.
Allata menautkan alisnya menatap bingung sahabatnya itu, “untuk apa?” tanya Allata dengan polosnya.
May memiringkan kepalanya seraya berkata, “kita akan piknik di sana, tepat di depan bunga Rafflesia yang sedang mekar.”
“Astaga May kau jatuh cinta pada bunga itu jangan membawaku untuk piknik di depan bunga bangkai itu,” tolak Allata dengan wajah ngeri-ngerinya.
“Kau ini, membuat bangkai kau sanggup makan di depan bunga bangkai malah menolak,” keluh May.
“Kita tidak perlu jauh-jauh ke Bengkulu, kan di Kebun Raya Bogor juga ada tepat saat ia mekar kita akan ke sana,”
“Hmh, dia hilir mudik ke luar negeri dia kira tidak jauh, hanya pergi ke Bengkulu saja dia tidak mau menemaniku,” gumam May mengeluh karena Allata malah mengajaknya ke Kebun Raya Bogor yang ada di Jawa Barat tersebut.
“Aku masih mendengarnya… baiklah nanti jika tetap ingin ke Bengkulu akan aku belikan tiketnya,” ucap Allata akhirnya.
“Terus kamu pergi jugakan nemenin?” tanya May dengan wajah berserinya.
“Aku tidak janji, kau tau sendiri bagaimana pekerjaanku,” jawab Allata, karena pekerjaan utamanya yang membuat ia tidak pasti dapat untuk pergi-pergi begitu saja.
May menatap sedih pada Allata, Allata yang sudah seperti adik untuknya tapi lebih sibuk darinya, dengan pekerjaannya yang berbahaya.
Allata yang merasa ditatap oleh May pun menatap balik sahabatnya itu, saat May akan mengatakan sesuatu Allata terlebih dahulu memotongnya, karena ia tahu apa yang akan dikatakan oleh sahabatnya itu. “Jangan meminta yang tidak bisa kurealisasikan untukmu May,” mohon Allata pada May.
May yang mendengar penolakan yang bahkan belum dia ungkapkan keinginannya tersebut pada Allata, hanya dapat cemberut dan menampakkan raut sedihnya kembali.
Tapi wajah cemberut dan sedih itu hanya sebantar karena ia dapat lama-lama merajuk pada wanita beramput panjang hitam yang lebih muda satu tahun darinya itu.
“Baiklah Nona… tapi janji ya besok malam kau tidak akan kemana-kemana dan menemaniku,” mohon May pada Allata yang memandangnya dengan menautkan kedua alisnya merasa aneh dan curiga.
“Kemana? Jangan aneh-aneh…” curiga Allata pada May, yang ditanggapi senyum aneh dan mencurigakan milik May.
Lalu May mengatakan, “temani aku untuk jalan-jalan, apa kau lupa hari. Malam besok malam minggu Al, aku ingin merasakan keluar setelah pusing dengan tuntutan Ayah dan Ibu untuk mencari pasangan. Kau tidak kasihan dengan sahabatmu ini? Jadi aku membokingmu dulu dan jangan ingkat janji, ok?” jelas May panjang lebar pada Allata.
Dan Allata memandang pasrah pada May, lalu menarik dan menghembuskan nafas pelan, “Ya Tuhan tolong berikan May seorang kekasih agar dia tidak menjadikanku sasarannya lagi,” ujar Allata memohon pada Tuhan, ia tahu betul apa yang akan dilakukan May, dan May akan menjadi liar dengan tingkat memalukannya seperti berteriak saat melihat laki-laki tampan, mendelik tidak suka saat melihat keromantisan pasangan yang melewati mereka atau sedang duduk di bangku taman dan café outdoor. Tak jarang Allata harus menanggung malu akibat ulah May, dan menguatkan hatinya. Karena saat ia berada di dekat May ia tidak bisa bersikap sebagaimana ia sedang menghadapi musuh bosnya atau saat ia sedang menjalankan transaksi gelap dengan rekan bisnis mereka.
Lalu tiba-tiba May menatap Allata serius. “Aku janji tidak akan merealisasikan pikiran-pikiran negatifmu tentangku, aku tobat Al tobat…” ungkap wanita berumur 27 tahun itu.
Allata mendelik, merasa tidak yakin. Ia berpikir jika ada benarnya untuk May mencari pasangan seperti desakan dua orang tuanya. Tetapi, jika sikap May selalu seperti anak remaja SMA awal begitu akan sulit untuk mendapatkan orang yang memahaminya, jika tidak orang itu harus memiliki kepekaan ekstra dan kesabaran yang unlimited. “Kita lihat saja,” seru Allata.
Mendengar kalimat itu, May berbinar bahagia. “Artinya kau setuju untuk meluangkan waktu untukkukan besok?!” tanya May dengan tidak sabaran, karena terlalu rindunya itu untuk jalan-jalan bersama Allata yang selalu sibuk dengan pekerjaannya dan tidak jarang Allata harus merawat luka dan tidak bisa kemana-kemana.
“Kita lihat saja jika tidak ada yang mendadak, dan yang membutuhkanku saat sedang urgen,” jawaban Allata membuat May mendelik tidak suka.
“Kau harus berjanji, dan lebih mementingkan aku,” tegas May. May sedikit geram dengan Allata yang terkadang super dingin dan terkadang pula super hangat bahkan dapat membuat orang terbawa perasaan karena sikap hangat Allata.
Allata menganggukan kepalanya lalu fokus pada tanaman yang di depannya. “Apa sunflower bulan mekar tahun ini sudah siap untuk dipotong?” tanya Allata saat ia melihat kebun bunga matahari yang sudah bermekaran di dalam pot panjang di rumah kata itu. Mereka sangat banyak dan bermekaran bersamaan membuat rona kuning coklat yang kontras dengan warna hijaunya daun. Mereka indah dan dapat dengan muda menjadi pusat perhatian.
“Sudah rencanaku besok akan memotong beberapa dan meletakkannya di depan. Ah… sangat kebetulan bukan besok itu sabtu, aku yakin banyak orang yang akan berburu bunga untuk pasangannya,” seru May pada Allata yang diangguki Allata.
“Kecuali kita tentunya,” ujar Allata dengan kekehan diakhirnya.
Mendengar itu May lantas tertawa terbahak-bahak, karena menyadari bahwa mereka seperti jomlo high quality dengan menyedihkannya menjual bunga untuk para pasangan.
Di sebuah café tepat di dekat kaca dinding pembatas halaman dengan ruangan café tersebut, di sebuah meja panjang ada seorang laki-laki dengan 3 perempuan, 3 perempuan itu adalah seorang ibu dan 2 orang anak perempuannya.
Laki-laki itu adalah Han yang sedang bertemu dengan Anya dan kedua anaknya. Han dengan wajah seriusnya menatap Anya dan merasa tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari penuturan ibu dua orang anak itu.
Anya sudah berkali-kali mengatakan maaf kepada Han, karena merasa bersalahnya, dan ia meminta bantuan pada Han dan memohon agar Han dapat membantunya.
Meninggalnya Eliot membuat Anya terpukul dan hancur dengan sendirinya. Anya tidak lagi mengurus anak-anaknya dan selalu meninggalkan mereka di rumah hanya berdua.
`a`