1a
“Kau dari tadi terus memandangku, ada apa? Apa ada yang salah dengan penampilanku atau di wajahku menempel sesuatu?” tanya Eliot setelah mendekati Anya yang terus menatapnya.
“A..ah tidak, bu..bukan itu. Aku hanya kagum padamu,” jelas Anya pada Eliot yang begitu tinggi di hadapannya membuat ia harus sedikit mendongak.
“Begitukah? Jangan gugup santai saja, acara formalnyakan sudah selesai. Lagi pula aku tidak nyaman jika harus berbicara kaku,” ujar Eliot sambil tersenyum manis pada Anya, sedangkan Anya ingin sesak nafas saja dibuatnya. Senyum itu sangat manis bagi Anya untuk ia terima.
“Baiklah, aku akan berbicara santai,” kata Anya dengan tersenyum sambil menganga kagum, tapi pandangan tidak lepas dari Eliot di depannya.
Eliot tersenyum lucu melihat gadis di depannya itu, “kau lucu,” seru Eliot. “Boleh kita berkenalan?” tanya Eliot pada Anya.
Anya yang mendapat pertanyaan seperti itu otomatis mengangguk dan menyodorkan tanganya untuk bersalaman dengan Anya.
“Perkenalkan namaku Anya Lianka Lim, kau sangat tampan,” kata Anya memperkenalkan dirinya pada Eliot.
“Aku anggap itu tadi pujian,” balas Eliot diakhiri dengan kekeha. “Perkenalkan namaku Eliot Hans Samanta, sepupu Hans,” ujar Eliot memperkenalkan dirinya.
Semenjak perkenalan itu Anya lebih sering berkontak dengan Eliot ketimbang pacarnya sendiri, Han.
Anya selalu meminta bantuan pada Eliot untuk mengerjakan tugas kuliah semester awalnya, minta ditemani untuk mencari buku yang diperlukan dalam perkuliahan, Anya beralasan Eliot lebih paham tentang sistem perkuliahan daripada Han yang masih di SMA. Han terkadang protes pada Anya karena Anya lebih banyak menghabiskan waktu dengan Eliot daripada dirinya.
“Kak, aku juga bisa membantu kakak menemani ke toko buku,” protes Han pada Anya, saat Anya datang ke rumahnya untuk bertemu Eliot yang meminta bertemu di rumah Han saja.
“Kamu tidak akan paham apa yang aku butuhkan, biarkan aku pergi dengan Eliot saja, ok? Aku akan jaga diri, lagi pula akukan ditemani Eliot jadi aku akan aman,” kata Anya mencoba menenangkan Han.
Tapi bukan kata itu yang Han ingin dengar karena ia khawatir Eliot akan menikungnya dan merebut pacarnya. Ia tidak menyukai Anya terlalu dekat dengan sepupu tampannya itu. Lalu Han berkata, “bukan itu masalahnya Kak, aku-aku,” gagap Han, ia ragu, malu dan takut untuk mengatakan kata-kata yang ada dibenaknya.
Anya menyengit menatap bingung Han, sudah dari awal bahwa janjian untuk bertemu di rumah Han bukan ide yang bagus karena Han akan menatap ia curiga, “Apa?” Tanya Anya.
“Aku-aku, aduh…,” kesal Han pada dirinya sendiri yang tidak mampu untuk mengungkapkan kata-katanya. Ia mengerakkan kepalan tangannya, dan menarik nafas dalam lalu menghembuskannya kasar. “Aku cemburu!” katanya sedikit mengeraskan suaranya.
Lalu Eliot datang dari arah halaman belakang karena ia baru saja berpamitan pada bibinya, mama Han.
“Anya, kau sudah datang rupanya. Maafkan aku kali ini tidak dapat menjemputmu,” tuturnya sambil berjalan mendekati tempat Anya dan Han berdiri berhadapan di ruang besar bercat putih gading itu.
“Tidak masalah, aku pun baru saja sampai dan bertemu Han,” jelas Anya saat melihat Eliot sudah ada di sampingnya. Ia pun tersenyum pada Eliot.
“Oh Han, kau tidak jadi berangkat ke sekolah?” tanya Eliot saat melihat sepupunya itu masih berdiri di ruang tamu itu bersama Anya.
“Jadi hanya saja aku memutuskan datang terlambat karena melihat pacarku datang ke rumahku tapi bukan untuk menemuiku,” jelas Han dengan nada kesalnya.
“Oh maaf Anya meminta bantuanku untuk menemaninya pergi mencari buku, lagipula hari ini aku sedang senggang jadi tidak ada salahnya aku membantu pacarmu ini,” jelas Eliot pula pada Han.
Han kembali menarik nafas dan menghembuskannya pelan, “baiklah, kau temani Anya, dan tolong jaga dia untukku. Dia akan menjadi adik sepupu iparmu,” kata Han dengan penekanan pada kata adik sepupu ipar, yang ia artikan ia akan menikah dengan Anya segera.
Eliot tersenyum mendengar kata-kata Han, “baiklah tuan muda Zeefano, sekarang sebaiknya kau berangkat ke sekolahmu karena aku yakin anggota organisasimu sedang menunggu tuan muda mereka,” sindir Eliot pada Han.
Anya tersenyum tertahan karena Eliot bahkan dapat menaklukkan Han dengan sekejap.
Han pergi begitu saja setelah menatap sebentar Anya pacarnya yang menatap dirinya tanpa ekspresi yang baik untuk menenangkan hati Han.
“Kau hebat, syukur ada kau jika tidak aku tidak yakin Han akan mengalah tadi,” ujar Anya yang tersenyum lebar pada Eliot setelah Han melewati pintu utama dan keluar dari rumah.
“Apa sepupuku itu selama ini overprotective pada mu?” tanya Eliot pada Anya.
“Tidak juga dia bahkan menuruti semua kata-kataku,” jawab Anya. “Ayo kita berangkat,” ajak Anya menarik tangan Eliot.
Eliot tersenyum melihat tingkah Anya, “baiklah calon nona muda Zeefano,” sindir Eliot.
“Berhenti mengejekku, aku belum tentu bersedia menjadi istri tuan muda Zeefano,” kata Anya menghindar.
“Bagaimana kalau menjadi bagian keluarga besar Zee? Apa masih menolak?” tanya Eliot pada Anya sambil membukakan pintu mobilnya untuk Anya.
“Maksudnya?” tanya Anya kembali dengan wajah bingungnya ia menatap Eliot yang akan menutup pintu mobil untuknya.
“Jika aku menggantikan Han apa kau keberatan?” Tanya Eliot sambil tersenyum, lalu ia menutup pintu samping kemudi yang sudah ada Anya di dalamnya.
Anya yang mendengar itu pun memerah dan sangat senang, karena itulah yang ia impikan setelah bertemu dengan Eliot. Anya tersenyum tertahan dan tidak sabar untuk bertanya pada Eliot.
Saat Eliot telah duduk di kursi kemudi dan menutup pintu mobilnya, Anya buka suara dengan tidak sabar, “kau serius dengan kata-katamu tadi?”
Eliot melihat ke sambil sambil menatap lembut Anya, “tentu saja aku serius, bibi tadi juga sudah bertanya calon istri padaku,”
Anya tersenyum bahagia dengan berjuta kupu-kupu yang menggelitiknya, hatinya menghangat, perasaan yang berbeda saat ia bersama Han kembali ia rasakan.
“Aku mau,” jawab Anya pelan, terlampau pelan hingga Eliot tidak mendengarnya dengan jelas.
“Kau berkata apa tadi? Ah tapi kalau dipikir aku terlalu tua untukmu, maafkan aku mengatakan kata-kata konyol itu tadi padamu, jangan merasa tidak nyaman, ok?” jelas Eliot pada Anya.
“Bukan, bukan begitu. Siapa bilang aku tidak bersedia, walau umur kita berbeda cukup jauh tapi aku tidak masalah,” jawab Anya.
“Jadi maksudmu?” tanya Eliot dengan menatap Anya dengan penuh harapnya, mobil mereka bahkan belum beranjak dari halaman rumah bercat putih gading itu.
“Sudah ayo kita berangkat,” gumam Anya dengan membenarkan duduknya kembali menghadap depan.
“Kau menerimaku tadi?” tanya Eliot lagi.
“Aku memikirkannya orang mana yang tampan, kaya, dewasa tapi melamar dengan cara begini,” kesal Anya pada Eliot tanpa melihat kea rah Eliot yang masih menatapnya.
“Kau ini lucu, kau menyukaikukan? Jadi aku tidak akan melepaskanmu,” ujar Eliot, kata-kata itu membuat Anya memerah malu, dengan sejuta rasa bahagia yang menggelitiknya.
Semua itu bukan hanya sekedar ucapan Eliot nyatanya sesaat setelah Han menyelesaikan ujian akhirnya di bangku SMA, Han sudah berbicara pada mamanya untuk melamar Anya dan menikah muda. Ia akan menuruti semua kata-kata orang tua asal kedua orang tua itu setuju dengan keputusannya tersebut.
`b`