“Oke, sekarang pilihan terakhirku hanya pada Delta! Semoga kali ini dia mau mendengarkan permintaanku!” pekik Cherry di dalam kamarnya pada malam hari sekitar pukul 8, dia sedang duduk tegang di atas ranjang dengan tangan kanan menggenggam ponsel dan kepala tertunduk tegang memandangi layar ponsel. Cherry Iristalia, itulah nama dari gadis berambut merah muda pendek yang sedang memasang muka gelisah itu, dia sekarang sedang sangat risau karena perminntaannya telah ditolak oleh banyak temannya lewat panggilan telepon.
Lantas, permintaan macam apa itu, sampai-sampai Cherry menerima penolakan dari teman-temannya? Itu adalah pemintaan khusus untuk meminta bantuan untuk menjadi anggota ekskul pemandu sorak, berlatih dengannya selama beberapa minggu agar ekskul pemandu sorak bisa menampilkan aksi memukaunya pada para siswa baru di acara orientasi sekolah. Tapi seperti yang kita tahu sebelumnya, sebagian besar temannya tidak mau membantu Cherry karena berbagai alasan, dan kini dia sedang menatap nomor temannya yang terakhir, yang di layarnya bertuliskan Radelta Nuzonoiz. Saat hatinya sudah mantap, Cherry langsung menekan tombol hijau di layar ponselnya untuk berbicara dengan Radelta Nuzuonoiz melalui panggilan telepon.
Ketika Cherry lekas menempelkan ponselnya ke telinga kanan, jantungnya berdegup dengan sangat riuh, antara bingung dan gugup, tetapi dia tampak memaksakan diri untuk tetap meneruskan upaya dan usahanya, sembari hatinya terus berharap agar Radelta mau membantunya dengan sukarela. Sayangnya, setelah menunggu selama beberapa detik, yang terdengar hanya suara dengungan saja, Radelta sama sekali tidak mengangkat telepon dari Cherry, entah yang bersangkutan sedang sibuk sehingga tidak bisa mengangkat telepon sekarang, atau memang temannya itu sengaja tidak mengangkatnya karena tidak tertarik untuk berbicara dengan Cherry. Apapun sebabnya, itu hanya membentuk realita pahit bahwa semua teman Cherry tidak berminat untuk membantu dirinya.
“Hah, aku bingung harus bagaimana sekarang,” akhirnya Cherry mematikan dan melempar ponselnya ke tengah ranjang, sedangkan dirinya menyenderkan punggung dengan lemas ke permukaan tembok. Cherry terlihat sangat sedih, seperti orang yang sedang patah hati. “Sebenarnya aku bisa saja mengajukan diri ke OSIS bahwa ekskul pemandu sorak tahun ini tidak mengirimkan pertunjukkan apapun di acara orientasi siswa baru, tapi itu sama saja bunuh diri, karena dengan itu OSIS jadi punya alasan untuk membubarkan ekskul pemandu sorak. Tentu saja aku tidak mau itu terjadi.”
Sekarang, Cherry hanya bisa mengeluh dan mengeluh, sambil kepalanya berusaha mencari solusi untuk keluar dari masalah ini, tapi mau berapa lama pun, ia tidak bisa mendapatkan ide yang bagus untuk persoalan semacam ini. Cherry tidak tahu lagi, kepalanya benar-benar sangat buntu.
Keesokan harinya, Cherry menampakkan diri di lorong sekolah dengan badan yang lemas dan lesu, seperti bunga mawar yang tangkainya merunduk layu, dan tanpa disadarinya, ia telah menjadi pusat perhatian di sana. Sebab, Cherry dikenal sebagai gadis yang riang dan ceria, tidak ada satu pun orang yang menduga akan melihat Cherry seperti itu, banyak orang yang akhirnya berbisik-bisik di belakangnya, karena terheran-heran dengan perubahan sifat Cherry yang drastis.
“Cherry!” Ketika Cherry hendak masuk ke dalam toilet perempuan di lantai empat, dekat dengan ruang kelasnya, dia dikejutkan dengan suara nyaring perempuan dan langkah jejak sepatu yang keras. Ketika Cherry menoleh dan membalikkan badannya, dia menemukan seorang perempuan berambut ombre, gabungan dari warna hitam dan merah di rambut lurus panjangnya. “Sudah kupanggil berkali-kali, tapi kau tidak sadar-sadar, dasar kau ini.” Ucap perempuan itu pada Cherry dengan napas yang tersengal-sengal karena baru berlari kecil menghampiri si gadis berambut merah muda pendek.
“Oh, Delta,” Cherry langsung menyebut nama perempuan itu, yang ternyata itu adalah Radelta Nuzonoid, teman perempuannya yang semalam ia telepon paling terakhir tapi sama sekali tidak diangkat. “Ada apa?”
“Justru seharusnya aku yang bilang begitu padamu, jadi, ada apa? Kau semalam menghubungiku, kan? Maaf, aku semalam sedang ada les, jadi aku tidak memegang ponsel saat itu, aku sudah menelepon balik sepulangku dari les, tapi nomormu sedang tidak aktif.”
Cherry menghela napas panjang. “Jangan dipikirkan, aku hanya sedang bosan saja semalam.”
Radelta mengernyitkan alis dengan penasaran, “Eh? Serius? Tapi batinku merasa itu adalah urusan penting. Ayolah, Cherry, bilang saja, mungkin aku bisa membantumu.”
“Baiklah, ini mengenai ekskul pemandu sorakku, jadi sebenarnya—”
Namun, baru saja Cherry menyebut nama dari ekskulnya, tiba-tiba saja Radelta memekik. “AH! Ya ampun! Aku lupa bawa buku PR hari ini! Sial! Maaf Cherry, sepertinya aku harus kembali ke rumah untuk mengambilnya, apa kau tidak keberatan kutinggal? Mengenai ekskulmu, tenang saja, kita bisa membicarakannya lain kali, oke! Papay~”
Tanpa mendengar penjelasan Cherry sampai tuntas, Radelta pergi begitu saja dari hadapannya dengan senyuman lebar dan lambaian tangan. Ini memang pahit, tapi Cherry sudah menduganya, karena sebetulnya, ekskul pemandu sorak adalah ekskul yang paling diremehkan di sekolah ini, SMA Oragon.
Tidak jarang setiap siswa menertawakan dan menghina ekskul pemandu sorak, karena di tahun sebelumnya terdapat skandal yang cukup besar antara ketua ekskul dengan sang pembina, yang membuat nama ekskul tersebut jadi tercoreng. Tapi Cherry tidak pernah berpikir bahwa efek dari masalah itu bisa bertahan bahkan sampai tahun berikutnya, ketika seluruh anggota ekskul pemandu sorak lulus, atau keluar, yang akhirnya hanya menyisakkan Cherry seorang di sana.
Meskipun demikian, sebagai anggota satu-satunya di ekskul pemandu sorak, Cherry ingin membuktikan pada semua siswa di SMA Oragon, bahwa suatu saat ekskul ini akan menjadi ekskul paling populer dan paling diminati oleh seluruh siswa. Karena itulah, Cherry terus percaya pada keteguhan hati dan tujuannya, walau semua orang menertawakannya, itu tidak akan membuatnya menyerah.
Hingga suatu hari, keteguhan hatinya hampir runtuh ketika Ketua OSIS secara langsung mendatangi kelas Cherry untuk menyampaikan kalimat-kalimat mengancam, seperti ‘harus bubar’ atau ‘ekskul yang tidak berguna’, disitu Cherry hanya bisa diam dan mengangguk-angguk saja, untungnya Sang Ketua OSIS punya kerendahan hati dengan memberikan Cherry syarat bahwa jika ekskul pemandu sorak tidak bisa mengumpulkan banyak anggota baru dari kalangan siswa baru, maka ekskul tersebut akan resmi dibubarkan oleh pihak sekolah.
Setelah Sang Ketua OSIS pamit dan pergi meninggalkan Cherry, gadis itu langsung jatuh terduduk di lantai dengan memperlihatkan tatapan mata yang kosong.
“Aku harus bagaimana sekarang? Apa yang harus kulakukan? Mengapa harus begitu? Bagaimana kalau itu sampai terjadi? Apakah aku akan diam saja? Bagaimana caraku memenuhi persyaratan itu? Apakah itu terlalu mustahil? Apakah aku sanggup? Bagaimana kalau aku gagal? Bisakah aku melaluinya? Kepalaku berputar-putar, aku benar-benar pusing sekarang. Seseorang, kumohon, bantu aku.”