Chapter 3

1700 Words
Papa Bian terkejut bukan main ketika dia kembali ke mejanya dan tidak menemukan Sofia disana, ia sudah bertanya kepada pengunjung lain namun tak ada satu pun dari mereka yang memperhatikan kemana Sofia pergi. “ Sofia? Sofia.?” Papa Bian kemudian menuju toilet meminta bantuan kepada seorang wanita untuk mengecek tiap bilik apakah Sofia ada di dalam atau tidak, tak lama berselang wanita itu keluar dan memberitahunya kalau di dalam tidak ada siapa-siapa. Papa Bian kemudian keluar dari kafe itu dan mencari Sofia di sekitar kafe, ia sudah berusaha menanyakan orang-orang dengan menunjukkan foto Sofia namun tak ada satu pun dari mereka yang mengetahuinya. “ Aku sudah menduga ini bukan ide yang baik mengajaknya ke tempat seperti ini.” Keluh Papa Bian yang mulai frustasi. Sementara itu di tempat lain, Sofia sedang memesan tiket untuk dapat naik di salah satu wahana yang dia inginkan. Dan di sanalah Sofia sekarang, wahana Kora-Kora menjadi pilihan utamanya saat itu. Betapa bahagianya Sofia ketika dia bisa duduk di wahana itu bersama orang-orang yang juga antusias untuk mencobanya. Perlahan tapi pasti wahana tersebut mulai bekerja, ayunanya dari yang lembut menjadi sangat kuat hingga membuat semua orang bersuara termasuk Sofia. “ Ini sangat menyenangkan.” Seru Sofia. Setelah selesai bermain wahana tersebut, ia ingin sekali lagi mencoba wahana lain. Namun ketika hendak mencobanya tiba-tiba saja ia melihat seorang badut dengan kostum boneka beruang sedang membagikan balon. Meskipun bukan anak-anak lagi namun jiwa Sofia masih seperti mereka yang berusia 10 tahun. Gadis itu melangkah mendekati badut itu dan ikut meminta balon gratis darinya. Sejenak badut tersebut diam menatap Sofia hingga kemudian memberikan dua balon secara gratis kepadanya, Sofia pun mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada badut itu dan segera pergi. “ Tunggu dek.” Sahut badut itu membuat langkah Sofia akhirnya terhenti. “ Iya?” “ Bisa bantu kakak mengambil balon yang baru? Sayangnya balon kakak sudah habis buat di bagikan ke anak-anak lain.” Sofia tampak kebingungan harus menjawab apa, Papa Bian selalu mengajarinya untuk tidak menerima bantuan atau menolong orang asing. Namun saat ini Sofia merasa gemas dengan badut tersebut, kostumnya yang sangat lucu membuat pikiran takutnya pada orang asing mendadak menghilang. “ Boleh.” Jawab Sofia akhirnya bersama badut itu menuju suatu tempat. Sofia mulai merasa aneh ketika badut itu membawanya ke tempat yang cukup sepi, langkahnya pun melambat hingga akhirnya ia berhenti setelah melihat sebuah gudang kosong di depannya. “ Kenapa berhenti dek.?” Tanya badut itu menoleh ke arahnya. “ Maaf, papa ku tadi menelpon menyuruhku untuk segera pulang.” Tanpa babibu lagi Sofia berbalik dan hendak pergi. Badut itu berhasil menarik tas ranselnya, namun Sofia segera melepaskannya tak peduli dengan tas itu lagi dans segera berlari. Karena begitu takut ia sampai tidak memperhatikan langkahnya hingga membuat Sofia harus terjatuh. Ketika dia menoleh ke belakang rupanya badut itu sudah semakin dekat dengannya, dan Sofia langsung berteriak meminta pertolongan. Hingga akhirnya ia mendengar beberapa orang datang menghampirinya dan badut itu sudah melarikan diri membawa tasnya pergi. Orang-orang yang menemui Sofia segera membawanya pergi dari tempat itu, dan ketika Sofia kembali ke dalam barulah ia bertemu dengan papa Bian yang terlihat sangat khawatir melihat lutut putrinya berdarah dan dress yang di gunakannya terdapat noda kotor. “ Papa, maafkan aku.” Ucap Sofia sambil memeluk Papa Bian dengan tangisan. “ It’s okey, kita pulang sekarang.” Ajak Papa Bian dan segera membawa Sofia meninggalkan tempat itu. ** Dari yang paling menyukai taman hiburan berubah menjadi trauma yang mendalam untuk Sofia, dia tidak mengira akan bernasib sial seperti tadi. Dia juga tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika tidak ada yang menolongnya, perkataan papa Bian akhirnya membuatnya sadar bahwa dunia luar memang sangatlah menakutkan. Saat ini Sofia sedang mengurung diri di kamarnya, ia menangis sejak tadi hingga membuat matanya bengkak. Karena Sofia tidak keluar saat makan malam tiba alhasil Papa Bian datang membawakannya makanan, pria itu membuka pintu kamar putrinya dan melihat kamar dalam keadaan gelap. Satu jentikan saklar mampu membuat kamar itu menjadi terang benderang, Sofia menutupi wajahnya dengan selimut karena tak ingin papa Bian sampai melihat wajahnya yang sembab karena menangis. “ Hey, anak papa kok nggak turun makan sih? Padahal mbok Tati buatin masakan kesukaan putri Sofia loh.” Ujar Papa Bian mengambil tempat di bibir kasur Sofia. Diam dan hening, itulah yang terjadi saat ini. Papa Bian sebenarnya sangat marah karena Sofia telah pergi dari dirinya tanpa izin dan kembali dalam keadaan terluka, namun dia tidak ingin emosinya membuat Sofia semakin bersedih. “ Papa udah nggak marah loh, sekarang anak papa bangun dong. Makan dulu, nanti nggak bisa tidur kalo perutnya laper.” Seru Papa Bian sekali lagi. Perlahan Sofia menoleh ke arah Papa Bian, dia mengusap air mata di pipinya kemudian duduk memperbaiki posisinya. Papa Bian kemudian membantu Sofia mengusap air matanya dengan lembut. “ Putri papa jangan nangis lagi, udahan ya sekarang makan biar nggak laper.” Kemudian papa Bian mengambil piring yang berisi nasi, lauk, dan juga sayur ke hadapan Sofia. “ Papa sekali lagi maafin aku ya.” Ujar Sofia parau. “ Iya, papa maafin. Lain kali jangan begitu lagi ya.” Balas Papa Bian mendapat anggukan pelan dari Sofia. ** Sejak hari itu Sofia tidak pernah ingin ke tempat ramai lagi, dia senang hanya berada di rumah sambil menghabiskan waktu dengan belajar, menonton, memasak, hingga mengobrol bersama Mbok Tati dan Mang Ujang saja. Setelah bu Rosa selesai mengajar, Sofia mengajak wanita itu untuk mencoba kue buatannya dan menjadikan Rosa sebagai orang pertama yang mencicipi brownies buatan Sofia. Keduanya duduk bersantai di halaman belakang sambil menikmati sepotong brownies dan minuman dingin buatan Mbok Tati. Rosa melirik lahan yang dulunya adalah kolam berenang kini menjadi lahan untuk tanaman baru, dan semua itu benar-benar dirubah papa Bian semenjak Sofia tenggelam. “ Bu Rosa selain menjadi guru home schooling katanya ngajar di satu sekolah juga ya?” “ Iya, ibu ngajar sekaligus jadi wali kelas di SMA 02 Bakti Jaya.” “ Ibu hebat ya, selain jadi guru home schooling jadi guru di SMA juga.” “ Hmm, kamu kalo SMA nanti masih home schooling juga.?” “ Nggak tau bu, kayaknya sih iya. Papa nggak bolehin aku sekolah di luar, dan aku juga udah ngerasain bagaimana kejahatan di luar itu sangat menakutkan.” “ Kok kamu bisa bilang kaya gitu sih.?” Kemudian Sofia menceritakan kejadian yang di alaminya kemarin kepada bu Rosa, wanita itu mendengarnya dengan seksama dan turut prihatin di buatnya. “ Ya ampun untungnya kamu nggak kenapa-napa, terus gimana sama orang itu?” “ Dia kabur waktu ada yang datang dengar aku minta tolong.” “ Lain kali kalau mau pergi jangan sendirian, dan selalu dengan apa kata papa kamu.” Pesan Bu Rosa membuat Sofia menatapnya teduh. “ Bu Rosa udah kaya mama aku aja, “ “ Maaf kalau ibu terlalu berlebihan.” “ Nggak, aku senang aja. Soalnya yang perhatian sama aku cuma papa, Mbok Tati, Mang Ujang aja. Tapi sekarang karena ada bu Rosa aku jadi lebih senang.” Ucap Sofia sambil tersenyum simpul. “ Kamu memang anak yang manis.” Kata Rosa sambil mengusap kepala Sofia dengan lembut. ** Suara ketukan pintu baru saja membuat seorang pria mempersilahkan untuk masuk, Mbok Tati masuk bersama suaminya menghadap ke papa Bian yang saat itu sedang menemani Sofia mengobrol. “ Pak, bisa bicara sebentar.” Sahut Mang Ujang lirih. “ Bisa mang, bentar ya sayang papa ngobrol bareng mereka dulu.” Kata Papa Bian di balas anggukan pelan dari Sofia. Papa Bian dan kedua pekerja rumahnya itu segera meninggalkan kamar Sofia menuju ruang tengah, mereka duduk saling berhadapan dan percakapan pun di mulai dari Mang Ujang. “ Sebelumnya saya mau minta izin pak, boleh tidak anak saya bisa tidak tinggal di rumah ini untuk sementara waktu soalnya dia mau mendaftar SMA di Jakarta pak.” “ Ya tentu boleh dong mang, soal itu mang Ujang nggak usah izin pun nggak apa-apa.” “ Tetap saja pak, bagaimana pun juga ini rumah bapak Bian. Izin itu perlu.” “ Ya sudah mang Ujang sama Mbok boleh bawa anak kalian tinggal di rumah ini.” “ Anaknya laki-laki atau perempuan.?” Tanya Papa Bian. “ Laki-laki pak, dia seumuran sama non Sofia.” Balas Mbok Tati. Ekspresi Papa Bian mendadak berubah setelah mengetahui bahwa anak mereka adalah seorang laki-laki, namun karena Bian percaya pada keduanya sehingga ia tidak mempermasalahkan hal itu. “ Dan ada satu hal lagi sebelum anak kalian tinggal di rumah ini.” Lontar Papa Bian. “ Apa itu pak.?” Tanya keduanya penasaran. ** Sofia bergeming setelah mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, ia berjalan menuju balkon untuk melihat keluar. Dan saat itu ia melihat seorang anak laki-laki di sambut hangat oleh Mang Ujang dan Mbok tati, Sofia tidak mengenal siapa anak laki-laki itu dan ketika anak itu menoleh ke atas mereka saling melakukan kontak mata yang di akhiri dengan senyuman oleh si anak itu. Sofia tidak membalasnya karena terkejut hingga akhirnya anak itu di bawa masuk oleh kedua pembantunya, Sofia yang kembali di buat penasaran segera masuk lagi dan ingin mencaritahu lebih jelas tentang si anak itu. Dari lantai dua Sofia mengamati anak itu yang berjalan terus sampai ke belakang rumah, karena tak dapat melihatnya lagi ia pun turun dari sana mengikuti langkah mereka dengan sembunyi-sembunyi karena takut ketahuan. “ Ini kamar kamu, ingat ya jangan nakal-nakal di rumah ini.” Ucap Mbok Tati pada anak itu. “ Iya bu, Diandra ngerti kok.” Balasnya lirih. Sofia baru ingat sekarang setelah mendengar anak itu menyebutkan namanya, Mbok Tati pernah cerita soal anak laki-lakinya yang bernama Diandra. Sofia merasa sangat malu untuk sekedar muncul dan menyapanya, padahal sebelum Diandra datang dia sudah menyiapkan mentalnya untuk mengajak kenalan. “ Non Sofi ngapain di situ.?” Tegur Mang Ujang sukses membuat Sofia tersadar dari lamunannya. “ Yang tadi itu anaknya ya Mang.” “ Iya non, dia anak saya.” Jawab Mbok Tati lirih. “ Dia datang liburan atau gimana.?” Belum sempat Mang Ujang menjawab tiba-tiba saja Mbok Tati muncul dan mengalihkan percakapan mereka, Mbok Tati kemudian mengajak Sofia untuk membuat resep kue baru yang akhirnya di turuti oleh gadis itu. Mang Ujang hanya dapat terdiam menyaksikan istri dan anak majikannya pergi, dia juga bersyukur istrinya datang tepat waktu sehingga tak perlu menjelaskan pertanyaan Sofia barusan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD