Semalam Dava dan Kayla telah berhasil di temukan oleh Bagus, keduanya juga tersesat dan menceritakan kejadiannya kepada mereka semua. Dan Pagi keesokan harinya semua siswa dan para senior masih melakukan pencarian Sofia dan Diandra yang sampai saat ini belum di temukan.
Kabar kehilangan Sofia rupanya sudah sampai di telinga papa Bian, dan pagi itu beliau datang bersama rombongan tim sar yang siap untuk mencari Sofia dan Diandra. Papa Bian mulai berhadapan dengan guru dan senior yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, dia protes dan meluapkan kekecewaanya pada mereka.
“ Saya sudah memberikan amanah untuk kalian menjaga anak saya, tapi yang terjadi kalian membiarkannya di dalam hutan sepanjang malam. Jika terjadi sesuatu kepadanya, saya tidak akan tinggal diam.” Ucap Papa Bian dan beranjak untuk ikut mencari Sofia.
Tak ada satu pun yang mengaku telah melaporkan kehilangan Sofiaa kepada papanya, jika saja tak ada yang melaporkannya mungkin permasalahannya tidak akan menjadi rumit seperti ini dan mereka akan berusaha untuk mencari Sofia dan Diandra.
Pencarian pun di lakukan dengan seksama, menggunakan bantuan tim sar tentunya akan lebih memudahkan mereka dalam pencarian. Hingga beberapa waktu berlalu dan akhirnya mereka berhasil menemukan Sofia dan Diandra yang saat itu juga sedang mencari jalan pulang.
“ Sofia.” Sahut papa Bian berlari menghampiri putrinya.
“ Papa?” Sofia terkejut mengetahui papanya ada disini.
Papa Bian langsung memeluk Sofia dan setelah itu mengecek keadaan Sofia yang terlihat baik-baik saja, dan Sofia menjelaskan kepada papanya bahwa Diandra lah yang terluka. Kakinya terkilir saat mencari jalan keluar tadi itu sebabnya mereka berjalan sangat lambat.
“ Syukurlah kalian berdua tidak kenapa-napa.” Ucap Papa Bian kini dapat bernafas lega.
Setelah mereka berhasil di temukan, Papa Bian langsung membawa keduanya pulang setelah mereka mengemas barang-barang mereka. Papa Bian bahkan tak sudi menemui guru dan senior Sofia dan masih kecewa dengan perlakuan mereka yang tidak bertanggung jawab.
Saat di perjalanan pulang, Sofia bertanya kepada papanya tentang siapa yang memberitahunya kalau dia dan Diandra menghilang. Namun papa Bian tidak menjawabnya, dia juga merasa sedikit kecewa terhadap Sofia yang ternyata masih tidak bisa di beri kebebasaan seperti itu.
Setibanya di rumah, papa Bian menyuruh Sofia untuk turun dan masuk ke dalam rumah dan selanjutnya akan mengantar Diandra juga pulang. Saat itu Diandra menolak dan akan pulang sendiri, tapi papa Bian tetap akan mengantarnya pulang.
Hanya lima menit untuk sampai ke rumah tempat Diandra timggal, sebelum cowok itu turun dia di tawarkan pergi ke rumah sakit untuk mengecek kondisi kakinya namun Diandra merasa tidak membutuhkan perawatan rumah sakit sama sekali.
“ Saya nggak apa-apa kok pak.”
“ Yakin.?”
“ Iya pak.”
“ Ya sudah, sekali lagi terima kasih ya karena kamu udah buat Sofia selamat.”
“ Sudah tuga saya pak buat jagain non Sofia.”
Papa Bian tersenyum kecil yang kemudian memutar mobilnya dan segera kembali ke rumahnya.
**
Sofia terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya di tempat tidur yang empuk, ingatannya kembali pada kejadian kemarin dimana dia tidur di atas dedaunan dengan suasana yang sangat berbeda dari kamarnya saat ini.
Tak pernah terbayangkan dalam hidupnya selama ini bahwa dirinya akan tidur di hutan bersama seorang cowok yang tak lain adalah Diandra, bahkan hal itu biasa di lihat hanya di dalam sebuah drama dan ternyata bisa terjadi juga dalam hidupnya.
Meskipun cukup menantang dia tetap merasa senang telah melaluinya, entah apa yang membuatnya sampai merasakan hal ini. Dan masalahnya saat ini datang pada papa Bian, ya benar Sofia harus meminta maaf padanya.
Sofia tahu kalau papanya sedang marah kepadanya, terbukti dari semalam dia tidak melihat papanya untuk meliriknya atau bahkan mengajaknya bicara. Alhasil dia harus memakai teknik andalannya untuk membuat papa Bian luluh dan kembali bersikap seperti sebelumnya.
Untungnya ini adalah hari minggu, papa Bian tidak berangkat kantor dan cenderung menghabiskan waktunya di ruang kerja. Sebelumnya Sofia turun ke dapur untuk mengambil sarapan papa Bian dan di bawa ke ruangan papanya itu.
Sarapan pagi ini adalah nasi goreng seafood spesial buatan Mbok Tati, dan minumannya adalah air putih dan gingseng merah favorite papa Bian. Pelan-pelan Sofia membuka pintu ruangan itu dan segera masuk ke dalam, ia dapat melihat papa Bian sedang sibuk menatap layar laptopnya.
“ Selamat pagi papa, aku bawa sarapan nih buat papa.” Seru Sofia sambil meletakkan nampan itu di atas sebuah meja.
Ia kemudian melirik papa Bian yang tak bergeming sama sekali, Sofia pun mulai beraksi dengan menghampiri papanya. Ia memasang wajah memelas dan imut yang dimana selalu membuat papa Bian luluh dengan mudah.
“ Papa jangan marah sama aku dong, kan aku nggak salah apa-apa. Aku juga udah berusaha jaga diri selama disana, papa lihat aku jangan layar laptop terus.” Seru Sofia sambil menggerakkan tangannya di hadapan wajah papa Bian.
Cara Sofia kali ini rupanya tidak berhasil, dia mengedus pelan yang akhirnya mencari perhatian lewat sebuah puisi yang di buat secara frontal.
Papa..,
Hampir tujuh belas tahun aku selalu mengganggu waktumu,
Hanya untuk bercerita kepedihanku, kesedihanku, dan kegembiaraanku.
Papa..,
Aku mungkin selalu merengek menginginkan ini dan itu,
Dan kau selalu memberikan apa yang ku inginkan.
Kali ini, bolehkan aku meminta maaf padamu, aku sangat mencintaimu papa.
Maafkan aku..
Sofia berbalik ke arah papanya dimana beliau sudah memperhatikannya sejak tadi, Sofia tersenyum malu karena ini kali pertamanya dia melakukan puisi di depan papanya. Ternyata cara ini yang mampu membuat papa Bian luluh.
“ Papa maafin.” Ujar papa Bian di sambut pelukan hangat dari Sofia.
“ Terima kasih pa, aku sayang banget sama papa.” Ujar Sofia penuh kegirangan.
“ Kamu udah jenguk Diandra belum? Kasihan loh dia sampai nggak bisa jalan gitu, kamu lihat dia sekarang gih.”
“ Iya juga, dia udah banyak bantuin aku. Kalau gitu aku jenguk dia dulu ya pa. Makanannya jangan lupa di makan pah.” Ujar Sofia dan bergegas meninggalkan ruangan itu.
**
“ Aw..aw... sakit pak... aduuhh sakit banget pak.” Keluh Diandra saat dirinya mendapat pijatan dari Mang Ujang.
“ Kamu ini anak laki-laki, masa sama ginian aja kalah.” Balas Mang Ujang tetap memberikan pijatan khas orang kampung.
“ Iya tapi ini sakit banget pak, yang ada makin sakit bukannya sembuh.” Komentar Diandra lagi.
“ Tahan dulu, sebentar lagi selesai. Kamu mau besok sekolah masih pincang.?”
“ Ya nggak mau pak.”
“ Ya udah tahan.”
Diandra tidak sadar kalau saat itu ada Sofia yang memperhatikannya, dia baru sadar saat memperbaiki posisinya dan terkejut bukan main. Wajahnya memerah menahan malu apakah Sofia mendengar keluhannya sejak tadi.
“ Non Sofia, sejak kapan ada disana.?” Tanya Mang Ujang.
“ Sejak Diandra ngeluh sakit.” Balas Sofia benar-benar membuat Diandra malu.
“ Biar non Sofia bisa lihat kalau seorang Diandra itu takut banget di urut.”
“ Nggak, siapa bilang.” Lontar Diandra tak ingin terlihat lemah.
Mang Ujang kemudian tersenyum mendengarnya dan memberikan pijatan yang lebih kuat dari sebelumnya, Diandra tampak menahan sakitnya agar suaranya tak keluar. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Sofia dan rela menahan suaranya itu sampai pijatan mang Ujang selesai.
“ Udah selesai, kamu jangan banyak jalan-jalan dulu.”
“ Bapak tinggal yah, mau ke rumah bersihin halaman.” Lanjut mang Ujang dan meninggalkan mereka berdua.
Sofia dan Diandra kini duduk saling bersebelahan, Sofia masih menahan tawa mengingat reaksi Diandra sebelum dia sok kuat. Diandra menyuruhnya berhenti karena hal itu membuatnya sangat malu.
“ Aku buatin ini buat kamu sebagai ucapan terima kasihku.” Sofia memberikan kotak makanan untuk Diandra.
“ Apa ini.?”
“ Buka aja.”
Diandra pun membuka penutupnya dan mendapat sandwich isi di dalam kotak makanan itu, Diandra melirik Sofia yang membuat gadis itu bingung.
“ Kenapa? Kamu nggak suka.?” Tanya Sofia bingung.
“ Kamu kan tahu aku ini anak kampung, mana doyan makan ginian.?” Komentar Diandra.
“ Jadi kamu nggak mau.?” Ucap Sofia memelas.
“ Aku nggak bilang nggak mau, aku coba dulu.” Diandra mulai mengambilnya sepotong dan mengigitnya secara perlahan.
Diandra merasakan kelezatan dari setiap lapisan yang ada dalam sandwich buatan Sofia, awalnya dia ingin memuji rasanya namun setelah melihat eskpresi dari gadis itu dia pun bermaksud untuk mengerjainya.
“ Gimana rasanya? Enak.?”
“ Biasa aja, enakan lemper.” Balas Diandra santai.
“ Ya udah sini, nggak usah di makan lagi.”
“ Bercanda, rasanya enak. Aku suka.” Jawab Diandra sontak membuat Sofia tersenyum kegirangan.
“ Bilang dong dari tadi.”
“ Sengaja, soalnya wajah kamu lucu.”
Sofia merasa malu saat Diandra menyebutnya lucu, dan entah mengapa dia langsung beranjak dan pamit undur diri. Diandra yang melihatnya hanya dapat diam kebingungan, kemudian dia melanjutkan menghabisi sandwich isi buatan gadis itu.
**
Keesokan harinya Sofia datang ke sekolah bersama supir pribadinya, awalnya dia berjalan santai memasuki gedung hingga melewati koridor sekolah. Namun perlahan ia merasakan semua orang sedang memandangnya dengan tatapan yang aneh, dia tak mengerti apa yang mereka lihat dan kenapa mereka menatapnya seperti itu.
Sofia kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat agar dapat sampai di kelas tanpa harus di perhatikan seperti itu, dan saat Sofia masuk ke dalam kelas rupanya mereka yang berada di dalam kelas juga sedang menatapnya dengan tatapan yang sama.
“ Mereka kenapa sih.?” Benak Sofia merasa tidak nyaman dengan tatapan itu.
Kayla, Naura, dan Mayang kemudian menghampiri Sofia dan menunjukkan sesuatu kepadanya. Terdapat satu postingan dengan akun yang tak di kenal baru saja menyebarkan rumor tentang Sofia dan Papanya.
Dalam postingan itu terdapat foto Sofia yang memeluk papanya di sekolah dan foto itu di ambil saat ada festival budaya, yang membuat Sofia sedih adalah caption yang menjelaskan bahwa Papa Bian jatuh cinta pada Sofia dan sangat posesif terhadapnya.
Tak sampai di situ ratusan komentar dari anak-sanak di sekolah itu membuat Sofia semakin sedih, mereka mengatakan bahwa papanya adalah penyuka gadis di bawah umur dan ada juga yang mengatakan bahwa papanya jatuh cinta pada putrinya sendiri.
“ Ini tidak benar, aku sama papa ku tidak seperti yang mereka katakan.” Ucap Sofia tak dapat membendung kesedihannya.
“ Kami percaya kok sama kamu. “ Lontar Mayang sambil menggenggam tangan Sofia.
“ Ini hanya rumor yang sementara, semua orang akan lupa seiring berjalannya waktu.” Sambung Naura.
Sofia tidak tahu siapa yang dengan tega menyebarkan rumor palsu ini ke forum sekolah, dia sangat malu dan juga marah sebab namanya dan papa Bian menjadi buruk di mata semua orang.
Di samping itu dia juga merasa bersyukur karena masih ada yang mempercayainya, Sofia berharap rumor itu menghilang secepatnya seperti yang di katakan Naura barusan.
**
Masih menjadi pertanyaan besar bagi Sofia siapa yang melakukan semua ini, yang pasti si pelau adalah orang yang tidak menyukainya dan sangat membencinya. Tapi sejauh ini Sofia bahkan tidak pernah memiliki satu masalah pun dengan orang lain, lantas siapa yang dengan tega melakukan hal ini kepadanya.
Sofia merasa sangat tertekan dan ia merasa seperti di lempari berbagai macam u*****n yang menyakiti perasaanya, namanya tak berhenti di sebut dan menjadi topik pembicaraan semua orang satu sekolah. Bahkan teman-teman kelasnya sekarang terang-terangan membicarakan soal itu di belakangnya.
Sofia diam saja tak mau menanggapi, ia merasa percuma saja memberitahu mereka yang sudah terlanjur termakan rumor. Yang bisa di lakukan hanya menutup telinga, mengabaikan apa yang mereka katakan tentang dia dan papa Bian.
Selama jam pelajaran pertama berlangsung, Sofia sama sekali tidak memperhatikan guru yang menjelaskan di depan. Pikirannya terpecah belah, kemana-mana dan ia tak bisa fokus sama sekali.
Sepulu menit kemudian bel istirahat berbunyi dan semua siswa bersorak gembira menyambutnya, ada yang langsung melesat ke kantin dan ada juga yang memilih untuk tetap di dalam kelas. Teman-teman Sofia satu persatu sudah mulai meninggalkan kelas, dan saat ini Sofia hanya dapat menunduk diam di kursinya.
“ Kamu nggak mau ikut ke kantin Sof.?” Tanya Mayang.
“ Nggak, aku disini aja.” Balasnya lirih.
“ Ya udah kita duluan ya.” Sambung Naura.
“ Nggak mau nitip sesuatu.?” Tanya Kayla namun tetap di balas gelengan kepala dari Sofia.
Sofia melirik ke belakang ketika mendengar namanya di sebut, di pojok kanan kelas sekumpulan teman-temannya sibuk membicarakan tentang dirinya. Sofia ingin menangis saat itu juga, tak tahan dengan obrolan mereka dia pun beranjak meninggalkan kelas.
Disinilah Sofia sekarang, ruang kesehatan sekolah. Dia sudah mengirimkan pesan kepada teman-temannya kalau jam kedua nanti dia izin sakit dan akan beristirahat di ruang kesehatan saja.
Sofia duduk di salah satu tempat tidur dan meratapi nasibnya saat ini, perasaannya campur aduk dan dia bingung harus menyelesaikannya dengan cara apa. Kehidupan sekolah normal ternyata tidak hanya menyenangkan saja, perasaan sedih pun akhir-akhir ini kian mendatanginya.
“ Aku membutuhkan Diandra saat ini.” Ucapnya pelan sambil menarik selimut dan bersiap untuk tidur.
**