Keanehan di Warung Bakso

1177 Words
Sore itu Pasar W sudah mulai sepi dari pembeli, para pedagang pun mulai berbenah untuk pulang, beberapa Toko sudah sejak tadi tutup, sementara di ujung Pasar W seorang pedagang bakso tampak masih sibuk melayani pembeli, hampir setiap hari baksonya selalu ramai, selain memang bakso yang disajikan murah meriah, rasanya yang enak juga pedagangnya, Lek Minto adalah orang yang ramah kepada siapapun yang mampir membeli baksonya.   Di salah satu meja ada dua orang sedang duduk, salah seorang wajahnya merah karena kepedesan.   "Ini pedes bener sambelnya," kata lelaki yang mengenakan ikat kepala berupa semacam slayer warna hitam.   "Sama kok, Mas. Saya membuatnya seperti hari-hari kemarin, gak ada bedanya, Masnya mungkin yang menuangkan sambal terlalu banyak."   Yang seorang lagi tangannya besar dan berotot, ada seperti tato naga yang melingkar di lengannya,    "Bakso saya mana nih, lama amat buatnya."   "Sebentar, Mas, ini saya sedang buatkan, harap maklum karena antriannya memang banyak."   Tak menunggu lama Lek Minto si pemilik gerobak bakso itu datang menghidangkan semangkuk bakso pada pria berotot itu. Ketika dia ingin menyantap bakso yang sudah terhidang di mejanya, ia kaget bukan main karena apa yang dilihatnya di dalam mangkuk bukanlah bakso seperti yang di minta, isinya ternyata gumpalan cacing-cacing bercampur belatung yang di tengahnya terdapat empat buah bola mata berlumur darah segar.   Spontan ia melemparkan mangkuk tersebut ke sembarang arah, beberapa pembeli lain yang terkena lemparan itu menjerit, selain kaget juga merasakan panasnya kuah bakso yang mengenai pakaian dan kulitnya.   Mereka cuma mengumpat kecil dan tidak berani melawan, karena hampir semua yang ada di sana tahu dan kenal bahwa lelaki berbadan besar dan berotot itu tak lain adalah Ilung, Preman pasar yang terkenal kejam dan tak punya rasa belas kasihan, orang-orang lebih mengenalnya dengan panggilan Ilung Tato.   "Kurang ajar lo! dasar tukang bakso sialan. lo mau ngerjain gw hah!" teriak llung seraya bangkit dari duduknya.   Lek Minto yang kebingungan hanya bengong tak tahu harus berkata apa. Untungnya teman sebelahnya yang ternyata adalah Johan segera menghentikan Ilung,   “Sabar bro, lo napa sih marah-marah gitu."   "Gimana gua gak marah coba, yang dia kasih ke gua itu bukan mie campur bakso tapi cacing, belatung dan bola mata yang dicampur dengan darah. Mau cari mati nih tukang bakso."   Beberapa pengunjung yang ikutan menyimak ucapan Ilung pun menjadi bingung di buatnya, karena mereka semua tahu bahwa yang di hidangkan Lek Minto adalah benar-benar semangkuk bakso dengan mie dan kuah, sama seperti yang di sajikan kepada pembeli lainnya.   “Mata lo tuh kayaknya yang perlu di periksa, coba lo lihat lagi tuh mangkok bakso yang udah lo lempar, bener gak isinya seperti yang lo bilang."   Kali ini justru Ilung yang kebingungan karena ternyata yang dilihatnya memang bukan cacing, belatung, bola mata maupun darah, tetapi mie, bakso dan kuah yang sama seperti lainnya.   "Dah yuk kita cabut aja."   Tanpa membayar mereka berdua segera keluar dari tenda bakso Lek Minto, Johan menyalakan motornya, Ilung duduk di bonceng dan mereka langsung kabur dari sana.   Lek Minto hanya bisa pasrah menerima perlakuan kasar Ilung, mau melawan ia tak punya kemampuan yang bisa menandinginya.   "Sabar, Lek Minto, setiap perbuatan pasti akan ada balasannya, nanti juga kena apesnya tuh." kata seorang perempuan yang kebetulan tadi terkena lemparan mangkuk dari Ilung.   Di Markas Yondi sedang menhitung hasil penjualan handphone dan pakaian, hasil jarahan dari Dewi, la menjualnya di Pasar loak di Kota. ia senyum-senyum sendiri karena hasil penjualannya mendapat cukup banyak uang, belum lagi dengan uang cas yang ia dapatkan dari dalam dompet Dewi, sementara beberapa kartu Identitas dan kartu ATM beserta dompetnya di buangnya di jalan saat dia kembali dari Pasar Loak di Kota.   Terdengar suara motor datang dan berhenti di luar markas mereka, sebuah rumah tua yang tak terpakai lagi, Yondi sudah faham bahwa yang datang itu adalah Johan dan llung.   "Dah sampe lo Yon, Gimana hasilnya?," tanya llung.   "Lumayan, Bos, malam ini kita bisa pesta minuman sepuasnya, hahahaha," Yondi menjawab sambil mengibas-ngibaskan uang di tangannya.   "Pinter juga lo, gak percuma lo jadi anak buah gw," llung lantas mengambil uang tersebut dari tangan Yondi.   "Muka lo kayak abis marah gitu bos, abis ribut sama siapa,? tanya Yondi.   Kali ini Johan yang menjawab, "sama si Minto, tukang bakso di ujung Pasar W, ada-ada aja tuh si Ilung."   "Kok bisa?," Yondi mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan Johan, diambilnya sekaleng Bir di meja, membuka dan meneguknya.   "Tadi dia abis ngelempar mangkok bakso yang baru di kasih sama si Minto, katanya yang dia lihat bukan mie, bakso dan kuahnya, tapi cacing, belatung, bola mata serta darah segar."   "a*u, maksude (Anj*ng, Maksudnya)?!” Yondi masih belum yakin yang dibicarakan temannya.   "Kok tanya maksudnya, ya itu tadi. Apa yang ada di mangkuk bukan seperti apa yang dilihat lung!"   "Jadi isinya beneran Bakso?"   "Ya beneran lah. makanya gw langsung ajak dia cabut aja ke sini, gw sih ngerasa ada yang gak beres."   Yondi tampak berfikir keras, sementara Johan hanya duduk santai sambil menikmati sekaleng Bir dengan sebatang rokok mild di tangannya.   lung seakan tak peduli pada obrolan dua anak buahnya, ia hanya fokus pada banyaknya uang yang kini tengah ia hitung di tangannya.   "a*u. Nginum mung seteguk wis kebelet nguyuh ngene, aku ning buri sek, (Anj*ng. Baru minum seteguk sudah kebelet kencing, gw kebelakang dulu)" tanpa menunggu jawaban dari Johan dan Ilung, Yondi langsung beranjak kebelakang rumah kosong itu untuk kencing.   Tak lama ia sudah keluar lagi, "Gw ke depan bentar ya, nyari rokok." Yondi keluar, Johan hanya mengangguk dan kembali meneguk kaleng minumannya.   Tiba-tiba dari arah belakang terdengar teriakan Yondi, "Woi bagi rokok dong, kayaknya gw mau sekalian boker nih!"   Uang di tangan Ilung terlepas, sementara Johan langsung tersedak minuman, mereka sangat kaget, bukan karena suara teriakan Yondi, tetapi karena mereka lihat sendiri tadi, Yondi pamitan keluar mau beli rokok.   Mereka berdua saling berpandangan. Kalau ternyata yang teriak di belakang itu adalah Yondi, lantas tadi yang pamitan beli rokok siapa?   llung memberi kode kepada Johan untuk memberikan rokok yang diminta, dengan perasaan yang mulai tidak enak ia mengambil sebatang rokok dari kotak rokok mildnya, lalu berjalan kebelakang. Sesampainya, di pintu WC ia tertegun,    "Lo beneran Yondi kan?"   "Dah cepetan mana rokoknya!" sesosok tangan keluar dari dalam pintu, memang itu tangan Yondi.   Johan memberikan korek dan rokok pada Yondi, tangan itu menghilang masuk, Johan berbalik untuk kembali ke ruang depan ketika tiba-tiba terdengar teriakan Ilung,    "a*u Kowe!! kowe Demit yo! (Anj*ng kamu!!, Kamu Setan ya!)"   Johan hendak melangkah ketika tiba-tiba dari arah pintu ruang tengah nongol wajah Yondi,   "Ada apa sih, kok Ilung melihat gw sudah kayak melihat setan aja?"   Kali ini ganti Johan yang teriak melihat Yondi, lantas ia berbalik memandang WC. la berjalan pelan mendekati pintu WC, dari dalam terdengar seperti suara air yang di ciduk dengan gayung.   "Yondi ...." panggil Johan.   Yondi yang masih berdiri di depan pintu teriak,   "Woi gw di sini!"   Karena tak ada jawaban, sambil menahan takut yang sudah mulai menguasai dirinya Johan lantas mendobrak pintu WC.   Tidak ada siapa-siapa di dalam. suasana menjadi hening, sampai lambat-lambat terdengar suara Adzan Maghrib, suara Adzan dari Musholla NF, Johan terjatuh dan terduduk lemas, nafasnya memburu dan wajahnya sudah sepucat kapas. Kini ia sadar bahwa dirinya dan Ilung baru saja dikerjai sosok Hantu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD