EPISODE YANG LALU
Seorang gadis yang sedang mengunyah sesuatu itu melirik Ko Ji dengan senyuman sinisnya. Ko Ji sadar, apa yang dia bicarakan itu adalah menyindir dirinya yang tengah menyembunyikan kemampuannya dengan melakukan penyerangan dengan teknik ketinggalan jaman. Padahal, ia bisa saja menghadapi ratusan zombie itu dengan pedangnya seperti yang gadis itu katakan.
“Siapa kau? Apa kau zombie?” tanya Teddy yang mendekati musuh tanpa takut. Dengan cepat Ko Ji mencegahnya untuk mendekati gadis tersebut sembari berbisik, “Dia..bukan manusia biasa –“
Teddy merlirik bingung, “Apa maksudmu? Memangnya siapa mereka?”
“Mereka..bukan manusia –“
Ucapan Ko Ji membua rekan-rekannya bingung. Pasalnya dilihat dari penampilan mereka seperti manusia normal. Tidak seperti manusia yang ada di belakang mereka.
Setelah gadis itu keluar dengan mulut penuh darah, kini tampak rekannya yang lain muncul. Seorang pria dengan tubuh kekar muncul sambil melompat dari jarah yang cukup jauh. Hentakkan kakinya cukup membuat tanah membentuk tapak kakinya. Padahal saat ini tanah di sekitar tengah kering karena matahari masih betah bertandang di musim panas.
Sedangkan seorang wanita berambut merah mencolok bertingkah dengan sok anggun dengan gaun merahnya. Kedatangan mereka jelas mengundang perhatian warga desa Sobong. Apalagi mereka telah membunuh salah seorang warga mereka dengan sangat sadis.
“Mau apa kalian?” teriak salah seorang paman yang sudah menyiapkan cangkulnya sebagai alat perlindungan diri. Warga lain yang mencoba memberanikan diri itupun ikut mengambil senjata mereka untuk menghadapi tiga orang misterius tersebut. Sejenak mereka juga heran, darimana mereka masuk? Padahal seluruh gerbang telah tertutup.
“Darimana asal kalian!”
“Hei pak tua..kenapa banyak sekali pertanyaanmu. Apa kau sudah bosan hidup?” ucapan Irena itu jelas semakin menambah kemarahan warga Sobong. Keangkuhannya membuat yang lain tersulut untuk melawannya.
Tapi lagi-lagi Ko Ji menghalangi mereka. Apalagi Taechi yang sejak tadi sudah menahan diri untuk tak menyerang. Semua orang percaya akan kemampuan tinju dan beladirinya. Karena itu, Taechi sangat siap sekali jika harus melawan mereka satu persatu.
“Kami ke sini untuk mencari seseorang yang sekiranya kenal dengan benda ini,” ungkap Minerva sembari menunjukkan kalung lucky leaf ke hadapan mereka. Ko Ji yang menyadari hal itu, tentu saja bergetar hatinya. Ia terus memikirkan So Ji yang berarti telah mereka temukan dan kini tengah dalam bahaya.
“Di mana adikku!” teriak Ko Ji kesal.
Teddy sempat bingung. Tapi sekarang ia menyadari situasinya. Ketiga orang tersebut telah menculik adik Ko Ji.
“Auw..auramu langsung keluar. Itu cukup mengejutkan.”
Minerva dengan sengaja meminta Baron untuk memakaikan kalung tersebut ke leher Minerva demi untuk meledek Ko Ji yang kecolongan. Ko Ji yang melihat hal itupun hanya bisa mengepalkan kedua tangannya sembari mengeluarkan samurainya. Biasanya Ko Ji akan menghadapi segala masalah dengan sikap tenang dan kepala dingin. Namun entah mengapa kali ini Ko Ji benar-benar tersulut amarah. Ia juga menyesalkan meninggalkan So Ji sendirian di rumah.
“Kalau kau ingin melihatnya lagi, maka bertarunglah dengan kami. Selamatkan dia dengan kekuatanmu,” tantang Minerva yang langsung menunjuk Baron sebagai orang yang harus Ko Ji hadapi.
Apa yang dikatakan Rock Lee perlahan mulai terjadi. Para vampire mulai bermunculan untuk menguasai sebuah wilayah. Sehingga untuk menentukan siapa yang terkuat, mereka akan saling bertarung. Hal seperti ini sama dengan hewan seperti singa yang bertarung untuk mendapatkan sebuah wilayah.
“Untuk melakukan hal ini, kenapa kalian harus menculik adikku dan membunuh warga? Apa kalian tidak cukup mendatangiku saja?” ucap Ko Ji kesal. kekesalannya itu dapat dirasakan oleh Teddy yang sejak tadi mengamati dan mendengarkan percakapan mereka sejak tadi.
Minerva lantas tertawa kecil. Semakin tertarik dengan Ko Ji yang ia anggap sangat polo situ.
“Karena kami lapar. Kau tahu kan jumlah manusia sekarang mulai menipis. Karena itulah kami ke sini.”
Semua orang tercengang dibuatnya. Minerva begitu gamblang mengatakannya hingga membuat para warga semakin ketakutan dan khawatir dengan kehadiran mereka itu. Belum lagi sekumpulan zombie juga masih bertahan di depan gerbang meski sebagian dari mereka telah banyak yang mati berserakan di mana-mana.
Situasi ini semakin membuat resah penghuninya. Mereka seperti terjebak di dalam desa yang mereka pikir menjadi tempat berlindung terbaik.
“Jangan seenaknya! Aku..aku tidak akan biarkan kalian melakukan itu!” ancaman Ko Ji hanya menjadi lelucon bagi Irene dan yang lainnya. Mereka bahkan dengan sekenanya menangkap warga lain dengan kemampuan teleportasi mereka yang cepat. Ko Ji kecolongan. Kali ini yang mereka tangkap adalah seorang ibu muda. Jelas sekali ia sangat ketakutan. Dan semua orang hanya bisa ternganga karena cepatnya wanita itu mendapatkan mangsanya.
“Apa sebagian dari kalian mengira kami sama seperti makhluk menjijikkan itu?” ledek Irene yang seperti tahu apa yang ada dipikiran orang-orang.
“Asal kalian tahu, aku bisa mengusir mereka semua untuk kalian,” tunjuk Irene pada zombie-zombie yang sudah kembali melakukan aksi mereka dengan bertumpuk di depan pagar besi. “Akan tetapi..kalian harus memberi kami makan dengan layak. Bagaimana?”
“Jangan bercanda! Kami tidak butuh bantuan dari makhluk aneh seperti kalian! Siapapun kalian itu..aku akan menghadapi kalian!” teriak Teddy yang mungkin sudah tak bisa menahan diri lagi melihat kelakuan tiga vampire tersebut.
Akan tetapi, Irene sama sekali tak menghiraukan gertakan Teddy itu. Dengan mudahnya ia langsung mematahkan gertakan Teddy tersebut dengan langsung menyerang ibu muda tersebut tanpa ampun. Menggerogoti lehernya dengan menghisap darah sepuasnya. Tanpa berdaya, ibu muda tersebut menerima nasibnya menjadi makanan empuk Irene – si gadis mungil yang begitu kejam.
Semua orang meringis melihat nasib sang ibu muda tersebut. Bahkan anaknya juga melihat hal tersebut hingga membuatnya menjerit dan pingsan. Beberapa dari mereka bahkan menangis karena tak sanggup melihat hal itu. Dan yang bisa Ko Ji lakukan adalah hanya diam mematung seperti melihat dirinya sendiri ketika berubah menjadi buas.
Tubuh Ko Ji bahkan bergetar hebat. Ia bisa bayangkan bagaimana nikmatnya darah manusia. Apalagi bisa meneguknya sepuas itu. Selama ini Ko Ji menahan dirinya dengan hanya memangsa hewan. Terakhir kali tak sengaja bisa meminum darah manusia ketika ia membantu menangkap perampok.
Malam itu Ko Ji dengan mudahnya menangkap target. Namun saat ia berusaha mengejar, Ko Ji terlalu kuat mencengkram hingga perampok tersebut tewas. Cipratan darahnya mengenai wajahnya. Ketika itulah ia bisa merasakan darah manusia. Kekuatannya dua kali lipat daripada hewan. Namun setelahnya, rasa bersalah bersarang dihatinya. Sejak hari itu pula, peristiwa itu adalah kali pertama Ko Ji terlibat pembunuhan dan ia menjadi penjahat yang tak tertangkap.
Peristiwa itu menjadi hal yang takkan pernah bisa Ko Ji lupakan. Dan sekarang ia menderita sendiri saat melihat Irene menunjukkan apa yang tak bisa ia lakukan itu. Kemarahannya semakin memuncak karena mereka sengaja memancing jiwa vampire Ko Ji di hadapan semua orang.
Kemarahan juga tak hanya dialami oleh Ko Ji. Kemarahan juga terjadi pada Teddy hingga ia nekat untuk mendekati Irene yang meremehkannya. Dengan kesal Teddy melayangkan kapak ke arah Irene yang kemudian dapat ditangkis dengan mudah oleh Irene hanya dengan sebelah tangannya saja. Teddy bahkan harus tertangkap olehnya.
“Kau pikir bisa membunuhku dengan kapak murahanmu itu?” Irene menyeringai lagi sembari melirik Ko Ji yang masih saja tak bergerak melawan mereka. Karena hal itulah, Minerva mengeluarkan taringnya sebagai pertanda bahwa ia murka dan tak sabar.
“Sepertinya kau memang ingin berdiam diri saja. Atau kau melakukan itu karena ingin tetap menyembunyikan identitas aslimu itu?”
Secara langsung Minerva menggertak Ko Ji yang masih bertahan. Semua itu ia lakukan memang karena ia ingin melindungi warganya. Tapi mereka malah bergumam untuk segera memberikan perlawanan. Meski sebagian dari mereka sudah menciut melihat ketangguhan vampire itu.
Sementara itu jauh di belakang itu, So Ji sendiri baru tersadar dari pingsannya. Kepalanya terasa sangat berat mungkin akibat dari pukulan Baron itu. Tapi ternyata ada hal lain yang membuat kepalanya terasa seperti dialiri oleh darah yang menumpuk di kepala. Pasalnya So Ji kini tengah digantung dengan posisi kepala di bawah. So Ji panic dan mencoba untuk melepaskan diri. Namun usahanya sia-sia karena ikatan di kakinya terlalu kuat. So Ji mulai menangis ketakutan karena merasa tak berguna.
Ia terus berusaha melepaskan kedua tangannya terlebih dahulu. Karena tergantung dalam posisi yang menyulitkannya bergerak, So Ji lagi-lagi merasa gagal. Tenaganya terkuras hingga tak bisa melepaskan kedua tangannya itu.
“Kakak –“
So Ji mulai pasrah. Melihat sekitar seperti takkan ada yang menolongnya. Ketakutannya semakin bertambah, saat suara keributan mulai terdengar di dekat gerbang. Ternyata ia sudah berada dekat dengan gerbang. Para vampire itu benar-benar membawanya sebagai umpan.
Sekelebat ingatan tentang tujuan mereka yang ingin memancing kakaknya untuk melakukan sesuatu. Karena takut akan terjadi sesuatu pada sang kakak, So Ji kembali berusaha untuk melepaskan diri. Kali ini ia mencoba lagi untuk melepaskan kedua tangannya sebelum ia mengayunkan diri menuju tiang kayu yang jaraknya tak terlalu jauh darinya. Di tiang tersebut, ada cermin yang digantungkan di sana.
So Ji terus berayun hingga ia nyaris menjangkau cermin tersebut. Hingga satu tindakan nekat demi mendapatkan serpihan cermin itu terlintas dipikirannya. So Ji membiarkan kepalanya terantuk ke sana. Usahanya berhasil meskipun ia harus mendapatkan luka di keningnya. Dari serpihan kaca itulah So Ji mulai mengayunkan diri lebih dekat lagi dengan cermin agar bisa memutuskan ikatan tali di kakinya itu.
Dalam posisi terbalik, So Ji mulai berusaha menaikkan tubuhnya seolah tengah sit up. Dengan bantuan pecahan cermin yang ia pegang sekarang, akhirnya lewat beberapa kali percobaan sit up secara terbalik, So Ji berhasil memberi sayatan kecil pada tali yang menggantungkan kakinya itu. Kemudian cara terakhir untuk membuatnya benar-benar putus, So Ji menggerakkan kakinya secara acak agar tali cepat putus. Dan So Ji pun terjatuh. Usahanya berhasil meski ia harus merasakan tangannya banyak mendapat luka sayatan cermin dan pundaknya yang terkilir karena jatuh dari ketinggian.
Dalam keadaan tertatih itulah So Ji berhasil keluar dari sebuah gudang. Tepat baru beberapa langkah ia keluar dari sana, So Ji melihat paman So Man tertunduk lesu di hadapannya.
“Paman!”
Panggilan So Ji itu diabaikan begitu saja oleh So Man yang memilih balik badan seolah tak melihat dan mendengar apapun. So Ji sendiri pun akhirnya tersadar bahwa pamannya sama sekali tak mempedulikan dirinya.
“Paman sejak tadi di sini?” tanya So Ji kelu.
Ia sudah tahu jawabannya. Pamannya tersebut pasti mengetahui ia dalam kesulitan. Tapi So Man memilih untuk diam tanpa melakukan apapun untuk menolongnya.
So Man berlalu saja tanpa berbalik sedikitpun. Membuat So Ji tergugu dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Meski ribuan maaf ia sampaikan pada keluarga kecil itu, pasti tidak akan mengembalikan keadaan seperti semula.
Karena merasa diabaikan itu, So Ji menyeka airmatanya. Ia lantas melanjutkan kembali pelariannya menuju pintu gerbang. Meski ini tak sopan dilakukan, So Ji pun berbalik tak mempedulikan So Man yang ia lewati begitu saja. Meski begitu, So Ji tetap menyampaikan permintaan maafnya walau takkan pernah dimaafkan oleh mereka.
“Maafkan kami, paman –“
Di tempat terpisah, keadaan semakin mencekam di area gerbang. Teddy kian sekarat saat ia menghadapi Irene yang membuatnya babak belur tanpa ampun. Ko Ji sendiri juga mengalami kesulitannya sendiri. Ia dihadang oleh Baron yang tubuhnya lebih besar daripada dirinya.
Beberapa waktu yang lalu, Ko Ji sudah tak lagi menahan diri. Melihat Teddy dan rekannya yang lain ikut menjadi korban akibat dirinya yang berusaha menyembunyikan diri, akhirnya Ko Ji memutuskan untuk menyerang. Tapi sayangnya, rencananya itu dibaca oleh Baron yang sudah pasang badan untuk berhadapan dengan Ko Ji.
“Lewati aku terlebih dulu,” ucap Baron sembari tersenyum miring.
Seketika itu pria bertubuh tambun itu melepaskan pukulan ke wajah Ko Ji yang tentunya langsung dapat Ko Ji tepis dengan menghidarinya cepat. Melihat celah di belakang pria tersebut, Ko Ji balik menyerang menggunakan samurainya. Namun, dengan mudahnya, Baron balik badan dan langsung menangkap samurai Ko Ji itu dengan lipatan kedua tangannya.
Ko Ji mencoba mendorong dengan serangannya itu, tapi dia malah tertangkap tangannya hingga Baron mematahkan tangan kiri Ko Ji itu.
“Hanya itu kemampuanmu?” ledek Baron yang tak puas mematahkan tangan Ko Ji iapun menendang Ko Ji hingga terdengar suara patahan tulang rusuk di tubuh Ko JI. Tak hanya itu, Ko Ji bahkan terpelanting jauh keluar gerbang yang tingginya lima meter itu.
Semua warga tercengang dengan aksi nekat Ko Ji menyerang para monster itu. Hingga Ko Ji harus menerima banyak luka parah di tubuhnya. Padahal pertarungan baru berjalan lima menit. Melihat benda jatuh dari dalam gerbang, tentu saja itu menjadi incaran zombie yang berada di luar pagar. Mereka lantas berbalik demi mendekati objek yang terlempar keluar tersebut.
Para zombie tersebut pun berlari mendekati tubuh Ko Ji yang masih lemas. Dengan bangga Baron menunjukkan kegagahannya pada Minerva dan meminta ijin darinya untuk melanjutkan aksinya. Minerva menyetujuinya sembari duduk manis di bawah rindangnya pohon.
So Ji yang melihat kejadian itu tentu saja shock berat. Ia berteriak histeris memanggil nama sang kakak yang kini tengah didekati oleh ratusan zombie yang kelaparan.
“Tidak..tidak!”
So Ji berlari melalui Minerva yang terkejut dengan kemunculan So Ji yang berhasil lepas darinya. Irena yang melihat hal itu langsung menangkap So Ji kembali yang masih shock itu. Minerva lantas memberikan instruksi untuk membiarkan gadis itu pergi mendekati pagar kawat.
So Ji terpaku melihat sang kakak masih belum bergerak.
“KAKAKKK!”
.
.
BERSAMBUNG