Wakil kepala patroli hutan masih tak bergeming. Ia melihat jelas bagaimana kepala itu terpelintir dengan mudahnya oleh seorang tukang kebun strawberry. Dan tampak sangat jelas sekali, Ko Ji sangat tenang menghadapi situasi ini.
Ia seolah sudah tahu apa yang harus dilakukan. Dengan aba-abanya ia menyelamatkan satu persatu orang-orang yang berusaha melarikan diri dari empat mayat hidup yang menyerang rumah sakit pedesaan itu. Beberapa perawat dan pasien tentu tunggang langgang melihat situasi ini, tapi Ko Ji dengan yakin meminta mereka untuk tenang dan membiarkan ia menyelesaikan masalah ini.
Beberapa ada yang pintar dengan mengunci lantai kedua dan seterusnya. Sehingga mereka yang terinfeksi tidak sempat untuk naik ke lantai atas.
Sedangkan yang berada di lantai dasar, diminta untuk keluar sejauh mungkin dan juga tidak mencoba mendekati target.
Saat Ko Ji tengah menyelamatkan para pasien, tak lama petugas Lee muncul dengan mulut penuh darahnya itu. Ko Ji terkejut karena pagi tadi ia baru saja berrincang dengannya.
Namun siang ini, dia malah sudah berubah menjadi monster.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ko Ji sedikit berhati-hati.
"Dia digigit oleh rusa yang terinfeksi itu. Sampai di sini untuk mendapatkan pengobatan, petugas Lee sudah menjadi demikian," tukas wakil kepala patroli yang akhirnya bisa kembali tersadar dari shocknya.
Ia kini berdiri dengan berani untuk mencoba melawan para mayat hidup yang semakin banyak jumlahnya. Tentu saja itu karena ada beberapa yang terkena gigitan atau serangan dari para petugas ini.
"Apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan memutat kepala patugas Lee juga?" tanya wakil patroli yang sudah berdiri gemetaran sambil memegang tongkat bisbolnya.
Beberapa pasien yang sehat juga berusaha untuk bertarung ikut dengan mereka. Tapi serangan mereka yang membabi buta membuat nyali mereka sedikit menciut.
Apalagi hujan deras tiba-tiba mengguyur desa. Rasanya itu malah menambah kekuatan mereka untuk menyerang. Dengan cepat Ko Ji bergerak. Menyingkirkan satu persatu mayat hidup yang berusaha keluar dari gerbang untuk mengejar para pasien yang selamat.
"Tutup gerbangnya!" perintag Ko Ji yang kini dengan sigap memainkan parang yang ia bawa sebagai senjata.
Wakil kepala kembali terpernangah. Ia malah asyik melihat Ko Ji yang dengan mudahnya menundukkan mereka. Namun ia sendirian. Tentu saja tak seimbang. Bantuan datang dari para penduduk yang datang. Pria-pria pemberani dari kebun strawberry datang dengan senjata mereka masing-masing.
Pertempuran pun tak terelakkan. Mayat hidup yang kalah jumlah akhirnya bisa dihabisi. Meski untuk sementara.
Orang-orang yang menyaksikan itupun bersorak-sorai melihat kemenangan mereka. Dan Ko Ji hanya bisa tertunduk melihat tubuh petugas Lee Yeon yang kini sudah terpisah dari kepalanya itu.
"Aku tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi," ungkap rekan sesama tukang kebun strawberry -- Doni.
Ko Ji terkesiap kembali mendengar suara-suara.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Apa mereka terkena penyakit? Darimana datangnya merek?"
"Cepat! Bantu aku!" ucap Ko Ji terlihat khawatir.
"Ada apa?"
"Kita harus mengunci gerbang desa!" perintah Ko Ji.
Doni yang mendengarkan itu langsung mengikuti saran Ko Ji yang masuk akal tersebut.
"Gerbang desa? Apa mereka akan datang kembali?"
"Kemungkinan begitu. Di luar sana..pasti sudah banyak terjadi huru-hara."
Sebagian memang belum menyadari situasinya. Banyak dari mereka yang masih asik mengerjakan pekerjaan mereka tanpa tahu apa yang telah terjadi.
Meski berita ini sudah disebarkan lewat media, beberapa masih menganggap serangan infeksi ini seperti virus yang sudah-sudah.
Bahkan di kota besar, mereka masih santai berkeliaran tanpa mendengarkan berita dan lingkungan.
So Ji dan EumJi sudah bersiap untuk naik kereta yang akan mengantarkan mereka ke pusat kota. Tapi sebelum itu, So Ji menyaksikan sebuah berita huru-hara yang tengah terjadi di beberapa tempat. Awalnya ia pikir itu hanya aksi demo yang biasa terjadi belakangan ini. Namun, begitu melihat sebuah berita di televisi menanyangkan bagaimana seseorang yang menyerang polisi memiliki keadaan yang mirip dengan wanita yang ia pergoki di dalam bus tadi, So Ji tiba-tiba merasakan keganjalan.
"EumJi coba lihat berita itu!"
"Ada apa?" tanya EumJi bingung.
"Sepertinya terjadi sesuatu --" ucap So Ji agak was-was.
Lalu, kekhawatiran itupun akhirnya terjadi. Beberapa penumpang yang menunggu di dekat peron tiba-tiba ada yang muncul dengan gejala yang sama. Bukan hanya satu melainkan banyak penumpang.
Mereka terbatuk-batuk hingga tersungkur ke lantai. Karena sanking tak bisa menahan diri dari rasa sakit yang mereka derita.
Para petugas medis pun mulai berdatangan dan mereka bingung melihat banyaknya yang mengalami hal serupa. Khususnya mereka akan merasa gatal-gatal dan batuk berdarah hingga tak tertahankan.
Melihat situasi itu, So Ji mulai berpikir. Situasi ini sepertinya sama persis dengan wanita tersebut. Ia lantas mengambil masker dan memakainya untuk menghindari penyebaran virus batuk tersebut.
"Apa kau bawa masker?"
EumJi yang kebingungan hanya bisa gelagapan saat ditanya. So Ji dengan sigap pun membawa EumJi keluar dari peron.
"Kita mau ke mana?"
"Entahlah. Sebaiknya kita pulang saja."
EumJi terbelalak,"Pulang? Kita sudah sampai di sini --"
"Entahlah. Firasatku buruk tentang ini. Aku mengkhawatirkan kakakku."
"Di saat seperti ini harusnya kakakmu yang mengkhawatirkan kita. AARRGG!" teriak EumJi.
Gadis itu berteriak bukan tanpa sebab. Pemandangan yang tak mengenakkan datang dari lantai atas peron. Seseorang jatuh dari atas sana setelah dikejar-kejar oleh sesuatu.
Bukan hanya satu orang yang jatuh dari ketinggian sepuluh meter itu, tapi banyak lagi karena mereka seperti dikejar sesuatu hingga membuat para penumpang tunggang langgang pergi melarikan diri.
"Ada apa ini! Kerusuhan?" pekik EumJi ketakutan.
"Kita ke sana!" tunjuk So Ji ke arah pintu darurat demi menghindari orang-orang yang berlarian tak tentu arah untuk menyelamatkan diri.
So Ji menarik EumJi untuk berlindung sementara waktu di bawah tangga jalan. Melihat bagaimana rusuhnya stasiun bawah tanah ini sudah tentu banyak orang yang terluka karena mereka terjatuh dan terburu-buru. Mereka saling menyelamatkan diri masing-masing hingga tak menghiraukan orang lain. Keadaan memilukan ini membuat So Ji tak bisa berbuat apapun karena ia dan sahabatnya juga memilih untuk menyelamatkan diri.
"Anak kecil itu. Kasihan sekali! Dia nyaris terinjak-injak," pekik EumJi yang khawatir dengan apa yang ia lihat.
So Ji melarang EumJi untuk keluar, tapi gadis berssmbut pendek dan berkaca mata itu nekat untuk menolong anak tersebut. Tapi belum sempat ia keluar dari tangga, rang-orang berjatuhan dari sana dan tampak seseorang penuh darah dan bertingkah seperti mayat hidup.
Bukan hanya satu, melainkan banyak diantara mereka yang berlarian mengejar para penumpang yang ketakutan karena kehadiran mereka. Wajah-wajah menyeramkan mereka itu mampu membuat huru-hara semakin tak terkendali. Dan sialnya, setelah EumJi mengurungkan niatnya membantu sang anak yang telah diambil oleh seseorang, sepasang mata mayat hidup itu menangkap kehadiran EumJi dan So Ji di bawah tangga.
Saling adu mata pun terjadi. EumJi langsung berteriak histeris, memaksa So Ji untuk keluar dari sisi sebelahnya. Mayat hidup itu mengejar mereka hingga ke bawah kolong. EumJi sempat tertangkap namun berhasil ditarik oleh So Ji sekuat tenaga.
Mereka pun terpaksa ikut dalam arus manusia yang mencoba untuk melarikan diri. Namun sialnya, EumJi terlepas dari genggaman So Ji yang terdorong naik ke atas. Sedangkan EumJi tenggelam entah ke mana.
"EumJi! EumJi-ah!"
.
.
bersambung