Meski So Ji tak bisa melihat apapun karena debu pasir yang berterbangan menghalangi pandangannya, tapi So Ji bisa merasakannya bahwa sang kakak berkelahi dengan cara yang berbeda. Ada gerakan cepat dan kuat yang mengelilinginya. So Ji mencoba mendekat, tapi penglihatannya mengabur karena debu. Lalu dari pusaran debu itu, keluar beberapa zombie yang lepas dari pantauan Ko Ji.
Zombie-zombie tersebut mulai bermunculan mendekati gerbang. So Ji yang melihat itupun segera kembali ke gerbang untuk membantu membukanya, namun ia memilih berbalik dulu untuk melihat apa yang terjadi. Pasalnya zombie tersebut langsung terkapar setelah Ko Ji kakaknya menebas kepala mayat hidup itu.
So Ji terbelalak. Bukan karena ia takut melihat kakaknya bisa menebas manusia dengan mudahnya itu. Tapi So Ji terbelalak karena ia melihat senyum yang terukir di bibir kakaknya saat ia mulai membantai mayat-mayat hidup tersebut.
Perkataan One semakin mendekati kebenaran. Satu persatu hal aneh dan tak terduga tentang kakaknya selama ini semakin mendekati kebenaran. Dulu saat masih kecil, So Ji pernah mengalami keanehan tersebut. Entah itu memang bagian dari rahasia kakaknya itu atau tidak, tapi lewat penciumannya yang tajam, kakaknya bisa menemukan dirinya saat tengah diculik oleh pria pedopil.
Kejadian lainnya saat ia tengah berburu di hutan bersama Ko Ji. Seekor babi hutan tiba-tiba mendatangi mereka. Bukannya takut, kakaknya itu malah senang berhadapan dengan binatang liar tersebut. Setelah kejadian hari itu, kakak selalu diandalkan warga untuk menangkap atau membunuh babi hutan. Entah seberapa sulitnya mereka dicari, kakak selalu menemukan babi-babi tersebut dan menyingkirkannya.
Ko Ji dimata So Ji bahkan memang seperti manusia super. Tak pernah kelelahan ataupun tampak tua. Meski umurnya yang sekarang telah menginjak usia kepala tiga, Ko Ji bagi So Ji masih beraut wajah sama. Padahal menurut gadis itu, Ko Ji tak pernah melakukan perawatan apapun. Tapi entah bagaimana, kakaknya itu masih terlihat awet muda.
Segelintir keanehan tentang kakaknya itu menyadarkan So Ji dari lamunannya. Ia kini sedikit demi sedikit mulai mempercayai One yang juga misterius. Kini So Ji bertekad untuk mencari tahu tentang kakaknya sendiri itu. Bagaimana pun So Ji juga berharap bahwa jika memang kakaknya berbeda, ia berharap hal itu tidak akan membahayakan Ko JI.
Kumpulan zombie kian mendekat. Pintu gerbang telah terbuka lebih lebar untuk bisa memasukkan ukuran tubuh manusia. So Ji ingin segera menghampiri Ko JI untuk segera masuk sebelum pintu menutup, tapi Ko Ji malah menyuruhnya untuk masuk ke dalam gerbang lebih dulu.
“Pergilah! Kakak atasi ini terlebih dahulu!” teriak Ko Ji yang masih betah meladeni para zombie.
Namun So Ji menolak untuk pergi. Padahal pintu gerbang telah dikendalikan untuk kembali menutup. Waktu So Ji tidak cukup untuk memilih. Ia harus melakukan sesuatu namun tak tahu apa. Ko Ji terus menahan para zombie hingga ia menengadah ke langit setelah melihat bayangan tubuhnya sendiri.
So ji baru teringat dengan kelemahan para zombie yang ia ketahui.
“Bulan. Jika bulannya tertutup awan, langit akan gelap dan mereka –“
So Ji bergegas ke pagar kawat. Meminta pertolongan orang-orang yang ada di sana, “Tolong! Matikan lampunya! Kumohon!”
Semuanya tampak bingung. Tapi ada sala satu teman Ko Ji yang cepat tanggap mendengarkan permintaan So Ji itu dan iapun lantas segera mematikan lampu penerangan yang ada disekitaran pagar. Seketika suasana sekitar menjadi gelap. Lalu tak lama, awan menutupi sebagian bulan. Suasana benar-benar menjadi gelap. Ko Ji menyadari situasinya dan iapun bergegas masuk ke dalam pagar. Di sana ia melihat So Ji yang masih setia menunggu kakaknya.
“Kau menyadari kelemahan mereka?”
So Ji melepaskan pelukannya lantas berusaha masuk lewat celah pintu gerbang yang mulai menutup lagi.
“Kalau aku tidak tahu, bagaimana aku bisa selamat?”
Suasana memang menjadi gelap karena minimnya pencahayaan. Para zombie yang kehilangan arah pun mulai tak tahu harus menyerang ataupun berjalan. Namun sialnya, matahari mulai muncul setelah perlahan bulan kembali ke ufuknya. Ko Ji tak punya tenaga yang cukup lagi untuk menutup rapat pintu gerbang. Para zombie mulai menghidu keberadaan mereka dan tentu saja cahaya matahari menjadi sumber penglihatan mereka.
Para zombie yang tersisa mulai mengganas dan menyerbu gerbang. Sesuai aba-aba dari seluruh warga yang berlindung di dalam pagar, mereka berhasil menutup pintu pagar tepat sebelum salah satu zombie menelesupkan tangannya masuk.
Semuanya bernapas lega setelah perjuangan panjang menutup gerbang. Sorak sorai pun menggema. Mereka merasa bahwa semuanya sudah aman dan nyaman tapi tentunya tidak dengan keluarga Han yang tengah was-was melihat Ja Hyun yang sempat terluka.
“Aku harus keluar dari sini bu –“ pinta Ja Hyun yang sadar akan kondisi dirinya sendiri.
Luka yang ia dapati di lengan itu memang kecil. Tapi efeknya sudah mulai dirasakan oleh Ja Hyun. Pandangannya mulai mengabuk. Suhu tubuhnya sangat tinggi tapi ia merasakan dingin yang luar biasa. Batuk juga menyerangnya dan tak henti, membuat beberapa warga yang melihat pun bergidik ngeri.
Ko Ji segera menghampiri sepupunya itu dan melihat kondisinya. Seperti yang sudah disampaikan secara umum oleh pemerintah tentang gejala yang ditimbulkan apabila tergigit oleh zombie, tanda-tanda yang sekarang tengah dialami oleh Ja Hyun adalah kondisi yang sama seperti yang disebarkan. Walau kecil luka yang didapatkan, perlahan luka tersebut akan melebar dan perlahan pula manusia yang tergigit pun mulai berubah fasenya.
Mendengar hal itu tentu saja bibi Bae meradang ketakutan. Ia tak terima atas keadaan ini dan terus menangis meratapi nasib anak lelakinya itu.
“Tidak! Tidak akan! Aku tidak mau kau menjadi seperti mereka…tidak akan!”
Meskipun begitu, warga tetap setuju dengan apa yang dikatakan oleh Ja Hyun itu. Mereka takut, jika dibiarkan, Ja Hyun justru akan membahayakan orang-orang yang selamat di dalam gerbang. Raungan para zombie yang terjebak karena tak bisa masuk itu mengiris hati paman So Man. Ia pun tak bisa membayangkan jika anaknya disatukan dengan para zombie menjijikkan di luar sana.
Tapi..menahan anaknya di sini pun hanya akan membahayakan warga yang selamat. So Man kembali di hadapkan pada pilihan yang menurutnya amat sulit.
“Kakak, bagaimana ini?” tanya So Ji pada sang kakak yang masih memikirkan cara bagaimana menyelesaikan hal ini.
“Ibu..maafkan anakmu yang tak berguna ini. Agar aku benar-benar tidak hidup seperti itu, maka dengarkan aku. Ini untuk keselamatan kalian semuanya.”
“Tidak nak. Ibu tidak sanggup. Kenapa nasib keluarga kita seperti ini. kenapa?” isak bibi Bae dan juga suaminya.
Suasana haru benar-benar menyelimuti keluarga tersebut. Membuat sebagian dari warga bersimpati namun tak sedikit pula yang mendesak untuk menjauhkan Ja Hyun dalam lingkungan mereka.
“Ja Hyun harus segera kita pindahkan! Atau jika tidak, kita harus membunuhnya sekarang sebelum terlambat –“
“Beraninya kalian bicara seperti itu! Kakakku masih hidup! Kenapa kalian ingin dia mati!” teriak Ro Na yang tak terima mendapatkan cacian dan kutukan dari para warga yang meminta untuk membunuh Ja Hyun yang telah terinfeksi itu.
Mendengar pertengkaran mereka yang terus berlanjut hingga membuat perkelahian kecil, Ko Ji yang sejak tadi memperhatikan pun akhirnya buka suara. Ia kemudian melerai kedua kubu dengan mengacungkan pedangnya sampai kepada Ja Hyun yang masih dipeluk erat oleh ibunya itu.
Semua mata tertuju pada Ko Ji yang tak percaya bahwa Ko Ji akan melakukan hal itu. Dengan tatapan penuh ketegasan, Ko Ji membuat keputusan untuk ---
“Akan kuselesaikan permintaanmu,” ucap Ko Ji sambil mengacungkan mata pedangnya tepat di ujung hidung Ja Hyun sepupunya.
Dengan tenang meski sambil berurai airmata ketakutan, Ja Hyun pasrah melihat Ko Ji seperti akan menebasnya. Ia menyiapkan mental bajanya untuk menerima nasib yang akan ia terima di penghujung benda tajam berdarah itu.
Semua orang menelan ludah dengan susah payah melihat keberanian Ja Hyun dan Ko Ji itu.
“Yah. Lakukan saja Ko Ji. Aku lebih baik mati menjadi manusia, daripada harus hidup menjadi zombie –“
.
.
bersambung