“Itu mereka. Itu anak-anakku! Itu Ro Na dan Ja Hyun!”
Keadaan di luar maupun di dalam tembok mendadak menjadi gaduh. Orang –orang yang berdatangan itu meminta untuk dibukakan pintu gerbang sebelum satu persatu zombie itu mendekati mereka. Sedangkan kegaduhan yang terjadi di dalam gerbang diakibatkan karena terpecahnya kubu yang menolak dan memberikan ijin untuk memasukkan mereka ke dalam gerbang.
Namun situasinya amat sulit. Gerbang pun tak mudah untuk dibuka. Butuh waktu yang lama. Sehingga bila dibuka akan timbul kekhawatiran para zombie akan masuk ke dalam desa.
Mendengar penolakan dari warga itu, So Man tak tinggal diam. Ia mencoba menawan dan menyerang kepala desa untuk mendengarkan apa tuntutan dirinya dan beberapa orang yang mendukung untuk membuka gerbang.
“Apa kalian tidak mendengar teriakan minta tolong itu? Apa sudah tidak ada hati nurani dalam diri kalian?”
Sambil bertanya, So Man dengan kencang pula memiting leher pemimpinnya yang sama sekali tak mengendahkan permohonan istrinya tersebut
“Tenangkan pikiranmu, So Man. Jangan lakukan ini. kau tahu keadaan di luar sana dan bagaimana pengoperasian gerbang ini. Membutuhkan waktu. Kita tak bisa menyelamatkan mereka lagi.”
Kepala Desan Ahn masih mencoba melunakkan sahabatnya itu. Berharap sahabatnya tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Tapi amarah dan keinginan So Man sudah terlampau kuat. Ia yang sejak tadi hanya diam menyaksikan para warga yang egois, membuat dirinya geram dan muak.
So Man masih memiting kepala desa tersebut hingga kepala desa Ahn nyaris kehilangan napasnya. Tapi kemudian ada bantuan lain dari perangkat desa yang mencoba menghentikan tindakan nekat yang dilakukan oleh suami istri tersebut.
Ternyata bibi Bae juga tak tinggal diam. Ia berusaha mencuri remote control yang digunakan untuk mengendalikan gerbang. Namun aksinya keburu gagal oleh anak kepala desa yang sigap menghentikannya.
“Di luar ada anakku! Di luar sana ada anakku! Apa kalian akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu pada mereka?” teriak bibi Bae yang masih belum mendapatkan respon dari perangkat desa. Mereka masih keukeuh untuk tidak membukakan gerbang.
Orang-orang yang berada di luar gerbang pun tidak menyerah. Mereka melakukan segala cara untuk bisa melarikan diri meskipun itu harus dengan cara memanjat pagar yang tingginya mencapai lima meter itu. Suasana menjadi semakin hiruk pikuk karena ada yang mendukung tindakan tersebut namun ada pula yang melarangnya karena selain berbahaya, penduduk desa beranggapan bahwa mereka takut akan terjangkiti.
“Keluarga Han. Kalian tahu kan perkembangan tentang virus ini. Mereka bisa saja menjangkiti kita nantinya. Jika ada yang terluka, maka ia akan menjadi zombie nantinya. Dan jika mereka terpapar, mereka bisa menularkan virus tersebut. Pikirkanlah! Ini juga demi kebaikan kalian –“
“Kebaikanku? Kalian yang sejak awal menunggu keluarga kalian tidak mengatakan hal itu. Kenapa setelah anakku datang, kalian sekarang berkata seperti itu? Apa kalian pikir anak dan saudara kalian yang masuk tidak dicurigai bisa menyebarkan virus?” sanggah bibi Bae yang sudah kehilangan kesabarannya itu.
Semuanya terdiam. Mereka tak bisa mengelak dari ujaran sarkas yang bibi Bae lancarkan kepada mereka. Paman So Man yang mendengar itupun iku menyetujuinya meski awalnya ia menahan diri untuk tidak mendukung istrinya sendiri.
Orang-orang dari luar itupun semakin berbondong-bondong untuk naik ke atas pagar. Siapa yang sangka bahwa para zombie kian bertambah. Keadaan genting pun memaksa kepala desa menurui permintaan mereka, namun dengan syarat hanya menyisakan sedikit ruang untuk bisa masuk. Jika mempertahankan pintu agar terbuka lebar, justru akan membuat warga Sobong dalam bahaya.
Pintu gerbang pun diijinkan terbuka. Beberapa pemuda bersiap dengan senjata mereka untuk berjaga-jaga di pintu masuk. Mereka semua menunggu dengan cemas. Berharap para zombie tidak segera mengejar sehingga mereka yang sehat dan selamat bisa masuk ke dalam desa.
Terlihat dari kejauhan Ro Na dan Ja Hyun mengejar ketertinggalan mereka berlari. Dengan senang, kedua orang tua mereka memberi semangat di dalam gerbang. Setelah bagaimana mereka berjuang untuk menyakinkan warga agar anak mereka bisa masuk ke dalam.
Ro Na dan kakaknya terus berlari sekuat tenaga. Keadaan mereka cukup lusuh dengan baret luka dan darah cukup membuat mereka terlihat memperihatinkan. Meski begitu mereka terus berlari untuk mengejar ketertinggalan. Namun di tengah pelarian itu, Ja Hyun terlihat tak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanannya. Ia sempat terjatuh dan tersungkur beberapa kali. Ro Na lah yang sekuat tenaga pula membantu kakaknya untuk bisa bertahan.
“Kakak! Ayo kak!” rengek Ro Na yang juga tak kalah mengenaskan dengan luka dan juga letih yang ia dapatkan.
Ja Hyun terlihat menyerah. Namun saat ia melihat kedua orang tuanya terus memanggil mereka dengan lambaian tangan mereka itu, Ja hyun berusaha bangun untuk mengumpulkan tenaga. Tapi tiba-tiba dari sisi kanan mereka terdengar suara geraman kuat. Geraman – geraman kuat itu dengan cepat menghampiri mereka yang kelelahan. Teriakan histeris pun terdengar kembali. Para zombie mulai mendekat dan berlarian dengan kecepatan penuh untuk mengejar ketertinggalan mereka.
Ro Na dan kakaknya pun semakin kocar-kacir dengan keadaan ini. mereka segera melanjutkan perjalanan mereka meski harus tertatih dan terjatuh. Sialnya salah satu zombie yang paling cepat berlari berhasil mendekati Ro Na dan Ja Hyun. Ketakutan pun menghantui saat Ja Hyun harus menghadapi zombie tersebut sendirian yang terlihat begitu ganas sekali untuk memangsa Ja Hyun.
Dengan tenaga seadanya, Ja Hyun menghalau zombie tersebut dengan tas ranselnya. Tapi yang ada ia kalah tenaga hingga akhirnya tertindih oleh zombie ganas itu. Ro Na segera mengambil benda keras untuk bisa menghalau zombie tersebut memangsa kakaknya tapi usahanya itu sia-sia karena zombie tersebut tetap tak berhenti menerkam.
“Lari Ro Na! Tinggalkan aku!” teriak Ja Hyun yang sudah mulai putus asa. Mendengar hal itu tentu saja membuat Ro Na ketakutan dan bingung.
Satu sisi ia takut akan diserang oleh zombie lainnya yang sedang berlari mengejar. Satu sisi, ia sedih dan bingung meninggalkan sang kakak sendirian. Keadaan itulah yang membuat orang tua mereka meradang melihat kedua anak mereka dalam bahaya.
Bibi Bae dan suaminya memaksa untuk lekas dibukanya pintu lebih lebar lagi. Tapi tetap saja, pintu bergerak dengan lambat meskipun remote percepatan diaktifkan. Keputusasaan kedua anaknya disaksikan langsung oleh mereka sehingga orang tua mereka pun merasakan kesengsaraan yang mendalam karena tak bisa melakukan apapun untuk menolong.
.
.
BERSAMBUNG
Halo pembaca setia Bring me Home? masih mau lanjut cerita ini? mohon dukungannya dengan klik love dan masukin ini ke library kalian yah. Jangan lupa juga untuk komen saran dan kritiknya :D terima kasih.