4. Manis sih

1557 Words
"Genta?" Gadis itu menoleh sekilas, lalu meninggalkan aktivitas menonton televisi. "Ada apa, Mas? Mau minum? Mau makan? Atau butuh yang lain?" Laki-laki di depannya itu hanya menggeleng pelan dengan tersenyum tipis. Raka menepuk kasur di sampingnya yang masih kosong dengan berkata, "Sini deket aku." Genta mengangguk pelan lalu menuruti saja. Ia masih prihatin pada laki-laki itu, karena menuruti kemauannya harus menderita sakit seperti ini. "Kenapa, Mas?" tanya Genta dengan nada lembut. "Nggak. Aku hanya ...," lirihnya "... ingin berbicara sesuatu sama kamu. Bisa kan?" Gadis mengerutkan dahinya lalu menghembuskan napasnya pelan. "Kamu tersiksa menikah dengan aku? Apa kamu terkekang?" Genta menatap Raka dengan sorot yang susah di artikan, "Aku hanya ingin ibu dan almarhum bapak bahagia, Mas, bagaimana pun juga mereka telah membesarkan aku dari kecil hingga saat ini. Dan ini, adalah salah satu cara aku untuk membalas jasa beliau. Aku hanya bisa menuruti apa yang diinginkan beliau saja. Jujur sampai saat ini aku masih bingung, Mas. Tapi aku mencoba untuk menerima kamu tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun. Lagi pula kamu adalah suami sah aku kan? Jadi kenapa tidak?" jawabnya dengan tenang. Raka tersenyum miring. "Aku nggak larang kamu untuk pergi sama siapapun, silakan! Mau kamu punya pacar aku juga nggak marah, tapi jangan pernah pulang malam. Kamu jangan marah kalau aku jalan sama pacar aku, di luar rumah kita pura-pura tidak ada status. Yang tahu hanya keluarga kita dan dua teman kamu itu, selebihnya tidak ada. Pulang sama berangkat sekolah kamu bawa mobil sendiri, atau kalau kamu pengen main sama temen-temen kamu. Aku nggak selalu ada buat kamu, tolong ngertiin itu." Genta menatap Raka tak percaya, ia mengepalkan tangannya dengan tersenyum miring. "Oke! Kalau itu cara mainnya, bakal gue turutin sampai lo kalah. Gue baik kalau lo baik, gue bisa lebih berbahaya kalau lo berani macem-macem sama hidup gue. Satu lagi, kalau gue telpon harus lo angkat entah itu posisi lo dimana, gue nggak mau tahu! Atau rekaman suara lo sampai di telinga kedua orang tua kita. Lo pasti tahu kan akibatnya apa?" Genta memperlihatkan ponselnya dengan rekaman suara Raka yang berhasil ia rekam, laki-laki itu berdecih pelan. Tak menyangka jika perempuan di depannya ini bisa menjadi ular buas. "Oke! Jangan macam-macam sama rekaman itu, gue bakal turutin semua kepengenan lo." "Kalau aja tadi lo jawabnya sama seperti gue, lo aman. Tapi ternyata sisi jahat lo terlalu susah di kendalikan, Pak Raka yang terhormat. Pulang sama berangkat sekolah, gue pengen naik motor! Dan besok harus ada KLX warna hitam, nggak mau tau!" Raka melirik perempuan itu tajam. "Oke! Gue turutin! Tapi lo juga harus turutin kemauan gue." Perempuan itu mengernitkan dahinya pelan, lalu laki-laki itu menunjuk bibirnya. "Nggak! Itu kemauan lo aja, dasar m***m!" Tak ambil pusing, Raka menarik tubuh Genta hingga bibirnya tabrakan dengan ranum gadis itu. Ia melumatnya perlahan, tak ada perlawanan sama sekali. Bahkan perempuan itu hanya diam saja, ia mengigit bibir bawah Genta lalu mengaduh kesakitan. Dengan gesit Genta mengimbangi permainan Raka yang terkesan tergesa-gesa. Laki-laki itu merambah hingga ke leher jenjang istrinya, ia mencumbu dengan penuh nafsu. "Ahh! Cuk-kup," desah Genta di sela-sela ciuman Raka. Tangan laki-laki itu membuka dua kancing atas baju tidur Genta, ia meremas gundukan kenyal yang sangat pas di genggamannya. Akal sehatnya seakan sinar begitu saja, ia tak mendengarkan erangan Genta yang memintanya untuk berhenti. "Massss, ahhhh ud-ahhhh." Tangan Raka tambah semangat meremas gundukan tersebut, ia mencium ranum Genta dengan gejolakan napsu yang membara. "Masssss, ud-ahhhhh ahhh." Raka mengangkat tubuh perempuan itu di pangkuannya, ia mengarahkan tangan Genta ke adik kecilnya yang meminta di bebaskan. Gadis itu menatapnya bingung. "Buat dia puas, Sayang. Kasihan dia tegang," bisik Raka sensual. Genta meremasnya dari luar celana, ia tersenyum jahil. Lalu mencium bibir Raka menggoda. "Maaf ya, gue bukan p*****r lo!" bisik Genta dengan meremas kuat milik Raka. Ia bangkit dari pangkuan Raka, membenarkan kancing baju tidurnya. Lalu tersenyum jahil ke arah Raka. "Puasin tuh sama sabun." ●●● Ting! Gadis itu mengerjapkan matanya perlahan, ia menatap sekitarnya. Lampu kamar masih menyala terang, Raka duduk di sofa tanpa baju atasan. Laki-laki itu tengah serius menatap layar laptopnya. "Masih ngerjain apa, Mas?" Ia membuka ponselnya, melihat notifikasi line yang tiba-tiba banjir. "Ada e-mail masuk, tuh hp ramai banget." "Iya, pakai baju nanti masuk angin. Siapa yang susah?" ucap Genta dengan menatap layar ponselnya. "Bentar, kurang dikit lagi."  Kaum Rebahan(999+) Ferdiana : woy woy! dah pada tidur? Ferdiana : eh, padad mana woy! Renia : bocat nya, mbak Ferdiana : bacot btw Renia : hhmm Ferdiana : woy Genta! Woy Remon! dah pada tidur lo? Ia tersenyum tipis, aplikasi line-nya hanya khusus chating dengan 3 temannya tersebut. Berbeda dengan w******p yang ia pakai komunikasi dengan siapa pun. Genta : paan? Ferdiana : hohoho, penganten dah tidur yee? Renia : saha yg nikah? Ferdiana : ketinggal jaman abis sih lo, Beb, noh temen lo udah kawin sama si cekgu ganteng :v Renia : siapa? lo, Ta? Genta : ya gitu deh hehehehe Renia : sumpah lo! udah sold out?! sama siapa? Genta : pak kimia Ferdiana :  etdahh.... nggak mau sebut merek sekarang ya, biar yang jomblo merasa tak di asingkan Renia   : bangke! demi apa? Pak Raka mau sama lo, napa gue kudang update banget sih! kronologinya gimana, lo kok bisa sama pak Raka? :( Genta : dijodohin sama doi Genta : mau nolak nggak bisa Renia : potek dedeq, bwang!! Remon : sini sini sama saia, dek. abang jomblo uga Renia : ogah!! jomblo ae gue mah, Remon : beneran dek? entar abang sama yang lain mewek lagi. Remon : ABANG REMON TEGA SAMA DEDEQ!! DEDEQ DI TINGGAL NIKAH mewek mewek dah lu, ren. Remon : ta, gimana keadaan pak Raka? dah sembuh? Renia : doi kenapa? Genta : udah lah, istrinya aja gue jelas cepet sembuh Remon : eh anjeyy!! yg udah suami istri mah beda ya gaes Ferdiana  : jomblo kek kita mah cuman remahan rengginang sajo, bwang Genta mematikan ponselnya, ia menatap Raka yang masih seperti posisi dan keadaan lima belas menit yang lalu. "Mas, pakek baju. Jangan pakek AC nanti masuk angin." "Hmmm.. lima menit lagi, bentar." jawabnya dengan suara serak. Genta beranjak dari tidurnya, membuka lemari dan memilihkan kaos hitam polos. Ia lemparkan sembarang arah, hingga mengenai wajah Raka. "Kalau mau ngambilin yang ikhlas," sindir Raka dengan mengenakan kaos tersebut. "Masih untung gue mau ambilin, udah besok di lanjut aja. Ini udah tengah malem, besok masih harus ngajar kan? Jangan sok-sokan kuat deh, kena sambal kacang aja tumbang." Raka melirik tak suka, ia menyimpan datanya lalu mematikan laptop tersebut. Jujur saja matanya sudah lelah sejak satu jam yang lalu, ia paksakan karena materi itu penting untuk rapat besok bersama klien-nya. "Ayo tidur!" ajak Raka dengan menarik tangan Genta, kuat. Perempuan itu menurut, mengikuti langkah Raka. Raka menghadap Genta yang masih membuka matanya. "Katanya mau tidur?" "Nggak bisa tidur," jawab Genta dengan menatap Raka singkat. Laki-laki itu menarik tubuh Genta mendekat, ia mengecup dahi gadisnya lembut. Mendekap dengan penuh hangat, dia memang tak peduli namun hatinya tak pernah tega. Otak dan hati berjalan tak searah, bahkan ia ingin membuat gadis itu menjauh darinya. Tapi, hatinya jelas tak rela. "Kamu tau nggak, aku bisa semanis gula bisa sedingin es. Kalau sewaktu-waktu aku nggak bisa kontrol emosi aku, biarin aja aku sendirian. Jangan dilawan ...," bisik Raka. "... kalau nanti kamu sakit hati karena aku, tolong jangan tinggalin aku. Biarkan aku egois, tapi aku cuma mau nikah satu kali seumur hidup." Dasar kadal, ngalus terus kerjaannya. Tadi sore lo ngomong apa, bangke?! Gila nih manusia satu omongan nggak bisa di pegang, strategi marketingnya jalan terus ternyata. Pasti setelah ini minta yang iya-iya, udah ke baca triknya. Oke, lo jangan sampai goyah sama buaya satu ini! Genta memeluk tubuh Raka, ia mengecup pipi laki-laki itu pelan. "Kalau nanti ...," "Gue mau tidur, bukan dengerin lo pidato! Kalau pengen pidato besok, di kantor!" Raka terkekeh pelan. "Masa kata-kata manis kek gini di kira pidato, anda waras?" "Diem!" bentak Genta dengan mencubit lengan Raka. "Iya, aku diem." Paginya Genta bangun lebih dulu daripada laki-laki itu, dia masih meringkuk di bawah selimut. "Mas Raka?" "Bentar, lima menit lagi. Nanggung nih mimpinya," jawab Raka dengan memejamkan matanya. Perempuan itu telah menyelesaikan ritual paginya, ia mengambil tasnya memasukkan ponsel dan juga charger. "Gimana sama motor aku, udah siap kan?" "Lima menit lagi, Sayang. Ganggu aja sih," keluh Raka dengan membuka matanya. Ia menatap Genta tak suka. Genta menarik tangan Raka, membuat laki-laki itu terbangun. "Mana kunci motornya, Mas? Kamu nggak lupa kan sama janji kamu?" "Iya, enggak. Nanti juga di anter sama anak buah aku, tungguin aja. Sabar," jawab Raka. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi. "Awas aja kalau sampai nggak datang, warisan kamu hangus!" Raka berdecih pelan. "Enggak! Kamu sarapan dulu di bawah, jangan lupa sisain buat aku." Genta mengayunkan kakinya menuju ruang makan, sebelum membangunkan Raka ia masih sempat membuat nasi goreng. Kemampuan masak memasaknya sangat minim, tak lebih dari nasi goreng dan telur dadar. "Sejak gue lahir, baru kali ini pagi-pagi mau masak sendiri. Gila, kemajuan yang sangat signifikan!" Genta menanti Raka dengan memainkan gawainya, ia akui tak bisa jauh dari benda pipih tersebut. "Makan ya makan, kalau main hp ya main. Jangan bareng-bareng gitu," ucap Raka dengan menggulung kemejanya. "Maaf, Mas." "Lima belas menit lagi, motornya sampai. Sarapan dulu aja ya!" ajak Raka yang diangguki kepala oleh Genta. Semua dapat berubah, yang cinta menjadi benci, sebaliknya yang benci bisa jadi cinta. TBC!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD