BAB 3

1015 Words
William mendudukan dirinya di samping kanan Elena. Istrinya itu tengah berbaring miring menghadap ke arahnya. Matanya terpejam walau William tahu istrinya itu tidaklah tidur.William dapat merasakan nafas Elena yang terasa gelisah. William mengeratkan pelukannya pada Elena, menarik istrinya ke dalam pelukannya. Setengah jam berlalu. William tertidur. Kedua bola mata Elena terbuka. Elena menatap suaminya yang tertidur tepat di hadapannya. Hatinya terasa sesak ketia ia kembali mengingat betapa bodohnya dia yang tidak bisa melindungi bayinya sendiri. Elena ingat sekali betapa William sangat senang saat memberitahukan tentang kehamilannya. Elena tidak bisa melepaskan rasa kekecewaannya. Ia tidak bisa tidak menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian ini. Ini semua salahnya. Kepalanya terasa berdenyut-denyut. Entah sudah berapa kilogram air mata yang keluar dari matanya. Elena merasa kacau dan sakit di saat bersamaan. Hatinya berkecamuk dengan rasa penyesalan yang begitu besar. William pasti membencinya. Elena begitu yakin sekali kalau William membencinya. Pria itu hanya kasihan padanya. Elena melepaskan tangannya dari genggaman tangan William secara perlahan. "Kau mau kemana?"tanya William dengan suara seraknya khas bangun tidur. William menatap Elena penasaran ia menegakan tubuhnya menjadi bersandar pada headboard ranjang rumah sakit. Kedua matanya memerah. Jelas sekali menunjukan betapa kantuknya dia saat ini. William pasti kurang tidur dan itu semua karenanya. "Kau mau minun?."tawar William yang di balas gelengan  kepala dengan gerakkan lemah dari Elena. "Aku mau pulang William."suara Elena begitu lemah membuat perasaan William terasa sesak. William meraih pucuk kepala istrinya. Mengusap kepala itu dengan gerakan lembut. "Kita tunggu sampai besok. Malam ini kita di sini saja dulu." Elena menggelengkan kepalanya menolak permintaan William untuk menginap semalam lagi di Rumah Sakit. Elena sudah tidak tahan lagi untuk berada di Rumah Sakit. Elena ingin segera pergi dari sini. Elena sangat tidak tahan dengan bau obat-obatan, itu membuat kepalanya terasa pusing. William menghela nafas panjang. Kedua tangannya meraih kedua tangan Elena.menggenggamnya erat. Begitu erat. Kedua mata itu memandang istrinya dengan menunjukan senyuman yang begitu hangat. "Baiklah kita pulang sekarang." *** Kini keduanya sedang berada di dalam mobil menuju ke kediaman mereka. Elena hanya diam seraya memandang keluar jendela mobil.Tanpa Elena sadari William terus memandangnya. Sebelah tangannya yang berada di pundaknya semakin mengerat seolah memberikan kekuatan agar istrinya itu tegar dan tak terpuruk dalam kesedihan yang mendalam. Lampu lalu lintas berubah hijau yang berarti para pejalan kaki di berikan kesempatan untuk berjalan di tengah trotoar untuk sampai di sebrang. Ada sebuah mobil dimana seorang anak kecil berumur 3 tahun tengah tertawa di dalam mobil yang berada di samping kanan mobil mereka. Hal yang semakin membuat Elena teringat akan bayi mereka yang telah tiada. Elena tertunduk merasa begitu terpukul akan peristiwa yang menimpanya. William menyadari sikap Elena yang berubah. "Hei" William mengusap bahu istrinya dengan sedikit memberikan guncangan hingga membuat Elena melihat ke arahnya. William dapat melihatnya. Tatapan nanar Elena yang begitu sendu sedikit menggores rasa sakit di hatinya. Elena menenggelamkan wajahnya di d**a bidang William. Seketika air matanya menetes jatuh membasahi wajahnya. William memeluk tubuh istrinya dengan erat. Mengusap bahunya dan memberikan kecupan di pucuk kepala istrinya. Elena nampak begitu hancur sama halnya dengan William. Siapapun akan sedih jika mengalami hal semacam ini. *** Mobil itu berhenti di depan rumah mereka. William yang turun terlebih dahulu, kemudian barulah di susul Elena yang kini sebelah tangannya digenggam William lalu di rengkuhnya Elena ke dalam dekapannya. "Kau harus banyak istirahat. Kau dengar kan apa yang Dokter katakan kan?." Elena mengangguk masih dengan wajah sendunya. William menarik Elena ke dalam kamarnya yang kini juga menjadi kamar Elena. William mendudukan Elena di atas tempat tidur lalu ia berlutut di hadapan Elena tanpa melepaskan tautan tangannya. "Kau mau makan sesuatu? akan aku ambilkan untukmu." Elena mengeleng sebagai jawaban. "Aku mau tidur saja." William kembali mengusap pucuk kepala Elena lembut. "Baiklah. Kau memang butuh istirahat. Sekarang tidurlah." Elena beringsut naik ke atas tempat tidur dan memejamkan mata. William menarik selimut untuk menutup tubuh Elena hingga sebatas bahunya. William duduk di samping ranjang Elena seraya menggenggam sebelah tanganya. Sebelah tangannya yang lain mengusap kepala Elena dengan gerakan lembut. Cukup lama ia menatap Elena yang telah tertidur sampai akhirnya ia bangkit berdiri. William merapikan selimut yang menutup tubuh Elena sebelum melangkah pergi dari sana. William keluar dari dalam kamar menuju dapur. "Tuan William."sapa kepala pelayan Eve seraya membungkuk hormat. "Apa ada yang bisa saya bantu?" "Bisa kau buatkan bubur untuk Elena?."Kepala pelayan Eve terhenyak. Ia tersenyum kecil lalu mengangguk. "Akan saya buatkan." *** Elena membuka matanya. Tatapannya terasa kosong menatap selimut yang menutup tubuhnya. "Seharusnya aku mati saja bukan?."gumam Elena dengan tatapan kosong. Kedua tangannya mencengkram kuat selimut yang berada di atas pangkuannya. Krsital bening itu tak juga lelah membasahi wajah cantiknya. Hatinya sesak dan terasa perih. Kepalanya pening akibat tangis yang semakin menggila. Hidupnya seolah hancur karena tak bisa menjaga bayi nya sendiri. Elena memukul kepalanya sendiri, ia terisak hebat. Beberapa kali ia menabrakan kepalanya ke dalam bantal. Ini menyakitkan. nya. perasaan bersalah dan rasa kehilangan bayinya. *** "Ini buburnya tuan."kepala pelayan Eve memberikan nampan yang terdapat mangkuk berisi bubur buatannya pada William.Pria itu bangkit berdiri dari kursi meja makan dan menerima nampak yang kepala pelayan berikan padanya. "Terima kasih Eve."seru William yang kini beralan pergi menuju kamarnya meninggalkan kepala pelayan Eve yang berdiri dengan rasa keterkejutannya mendengar ucapan terima kasih dari mulut William. Sejak berumur 6 tahun. Sejak William berusia 6 tahun terakhir kalinya ia mendengar pria itu berucap kalimat terima kasih. Elena telah merubahnya. Singa gunung yang terkenal ganaspun bisa luluh juga pada akhirnya. William masuk ke dalam kamarnya. Pergerakannya tiba-tiba terhenti ketika ia tak menemukan Elena di dalam kamar.  William menaruh bubur tersebut di atas meja nakas. Lalu ia bergegas untuk mencari ke ruang kerjanya. Elena tidak ada dia sana kemudia ia mencari di ruang pakaian. Kosong. William mendengar suara lemari tergerak. William bergegas keluar ruang ganti menuju toilet. Elena di sana menggengam sebuah gunting. Hal itu membuat William panik seketika. Ia terkejut ketika melihat betapa kacaunya Elena. Wajahnya di penuhi dengan air mata, ekspresinya begitu kalut. Hal ini membuat William merasa hancur. "Jangan mendekat."ucap Elena menahan pergerakan William.Tatapannya sungguh nanar. menatap William yang kini berdiri di hadapannya. William mengambil satu langkah maju untuk mendekati Elena, namun wanita itu langsung bergerak mundur untuk menjauh. "Apa yang mau kau lakukan?!! Singkirkan gunting itu sekarang juga."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD