Prolog

417 Words
"Papi akan menikah lagi." Setelah kalimat itu terlontar dari mulut pria berusia lima puluh tahun, mata Galen dan Gabby seketika terangkat menatap sang papi. Di saat ketiganya sedang menikmati sarapan penuh keheningan, Baskara malah mengucapkan sesuatu yang kurang menyenangkan. "Menikah sama siapa, Pi?" tanya Gabby lebih dulu. "Nanti malam Papi akan ajak dia ke rumah. Kalian harus pulang lebih awal dari biasanya." *Kenapa harus menikah?" Selanjutnya Galen yang bertanya. "Memangnya ada yang salah Kalai Papi menikah lagi? Papi udah sepuluh tahun Menduda sejak mami kalian meninggal. Sekarang kalian berdua pun sudah besar , Nanti juga akan menikah dan meninggalkan Papi." "Masih lama kali, Pi. Gabby juga belum lulus SMA. Kak Galen masih kuliah." "Tapi kalian jarang dirumah," Baskara Menatap kedua anaknya itu dengan serius. "Kakak kamu cuma sesekali ada di rumah, bisa sarapan bersama kayak gini harus nunggu jatah uang bulanan dulu. Sementara kamu Gabby, Kenapa lebih suka di rumah Tante Zahra?" Galen tidak menjawab, dia menyadari ucapan sang Papi itu benar. Namun, selalu ada alasan di balik jarangnya dia pulang ke rumah. "Karena Gabby kesepian, Pi. Sejak Mami meninggal, Papi jadi lebih sibuk di luar sana. Rumah ini udah ngga ada kehidupan lagi, semuanya datang dan pergi sesuka hati."Gabby menyuarakan isi hatinya. "Sekarang. Kan Papi udah lebih sering di rumah. Kenapa kalian masih jarang pulang?" "Terlambat, Pi"Galen menjawab datar, tapi penuh penekanan. Mata Baskara pun menatap lekat sang Putra sulung. Dia terlihat ingin bicara, tapi diurungkan. Diambilnya tisu untuk mengelap mulutnya, kekudian berdiri. Menandakan percakapan selesai. "Kak, Gimana nih?" Gabby menyenggol lengan Galen setelah Papi pergi. "Papi kayanya serius sama simpenan barunya itu. Duh, bisa malu banget aku sama temen-temen kalau beneran dinikahi" "Kamu yakin kemaren liat Papi sama simpenannya? jangan-jangan itu cuma sekertarisnya," sahut Galen. "Masa sama sekertaris mesra gitu, Kak. aku tuh ngga mungkin salah lihat, tuh cewek ngerangkul lengan Papi sambil manja-manja-an gitu. Kalau aku lihatin lebih jelas sih, seeius deh masih muda banget." Galen mengetatkan rahangnya. Gabby mana mungkin berbohong. "Kita lihat nanti malem," ucapnya kemudian. Gabby pun mengangguk pasrah. Dia menyudahi sarapannya dengan cepat. "Aku pergi ya," Pamitnya sembari menyandang tas ke bahu. Galen mengangguk. Setelah semuanya pergi, Galen menatap kursi kosong yang sudah sepuluh tahun ini tidak pernah diduduki lagi. Rasanya dia masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana sang Mami memberikan kehidupan pada tempat ini. Sayangnya, kanker ganas merengut wanita yang begitu mereka cintai. Dalam sekejap, tempat ini mati. **** Jangan lupa b**********n dan Komen Sebanyak mungkin ya. Jangan lupa juga kasih ulasan bintang 5 untuk n****+ ini. Happy Reading!!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD