“SIALAN!!” maki Rafael sesaat setelah masuk ke dalam mobil pinjamannya.
“Kenapa sih emak-emak sialan itu harus ada di mall?” lanjutnya seraya menghempaskan pantatnya di jok belakang kemudi.
“Aaaah! Seharusnya malam ini gua sama Helena. Gara-gara tetangga kparat itu, semua jadi berantakan, siaaaalan!.” Rafael terus mengumpat sambil melirik jok samping kiri yang kosong. Tadi Helena duduk di sana setelah dijemputnya dari statsiun kereta api dalam kota.
“Sialan, dasar emak-emak laknat!” Rafael masih belum puas memaki sambil berkali-kali memukul stir mobil Kelvin yang siang itu sengaja disewanya, demi menjemput Helena sang pujaan hati.
Kurang lebih setengah jam yang lalu ketika Rafael sedang menikmati makan siang bersama Helena di sebuh food court Membisu Mall.
“Eh, Mas Rafael kok ada di sini?” Tiba-tiba suara seorang wanita menegur Rafael dari arah belakang. Sontak saja Rafael menolehkan wajah mencari sang pemilik suara karna merasa suara itu cukup familiar di pendengarannya.
“Eh, Bi Arsati?” seru Rafael dengan suara yang tertahan. Tak percaya, lebih tepatnya kaget bisa bertemu dengan tetangganya yang super kepo dan bermulut ember penuh mantra-mantra.
“Mas Rafael sedang apa di sini? Kok mesra-mesraan gitu sih sama cewek?” Bi Arsati bicara agak lantang sambil menunjuk Helena yang segera beranjak dari duduknya, bersiap untuk mengambil langkah seribu.
“Eh, se..se..sebentar Bi. Sa..saya bisa jelaskan. I..ini tidak seperti yang Bibi perkirakan, ini… bukan siapa-siapa Bi, ini teman kerja saya, Bi..!” Rafael gelagapan berusaha menenangkan Bi Arsati. Berharap wanita bermulut lebar itu tidak bicara lantang karena mengundang perhatian semua orang.
“Hei kenapa dia kabur?” teriak Bi Arsati menyoraki Helena yang berjalan setengah berlari menjauh dari tempat kejadian perkara.
Helena menduga wanita yang menciduknya adalah ibunya Rafael, maka tak ada pilihan baginya selain kabur. Helena memang belum pernah bertemu dengan ibunya Rafael, namun dia tahu wanita itu yang sejak lama menentang dan memutuskan hubungannya dengan Rafael karena perbedaan keyakinan.
“Eh, Bi tolong ja…jang…an ribut gitu suaranya, aduh!” Rafael menggaruk-garuk kepalanya kesal, “Ini tidak seperti yang Bibi pikirkan!” Rafael makin kelabakan menghadapi Bi Arsati. Di sisi lain, dia pun ingin mengejar Helena yang akhirnya menghilang entah kemana.
“Lah tidak seperti yang bibi pikirkan gimana? Bib memang tidak memikirkannya, Mas. Tapi melihatnya langsung dengan mata kepala sendiri. Bahkan sudah bibi abadikan di ponsel ini,” lawan Bi Arsati tak kalah gertak seraya memperlihatkan ponselnya yang memang masih dalam mode merekam.
“Oke, oke, Bi. Kita bisa bicarakan baik-baik, tapi tidak di sini!” Akhirnya Rafael menyerah dan mengalah. Tak terbayangankan akibatnya jika si mulut ember itu semakin meradang dan membabi buta bertriak-teriak membongkar perselingkuhannya di depan semua orang.
“Sip deh kalau begitu!” timpal Bi Arsati seraya tersungging penuh kemenangan. Dia merasa sangat senang, karena mangsa yang sudah lama diincarnya, akhirnya masuk sendiri dalam perangkapnya.
‘Bener juga kata si Eyang, cepat atau lambat Mas Rafael bakal jatuh dalam pelukanku, hehehe. Terima kasih, Eyang.’ Bi Arsati menatap wajah Rafael dengan penuh kekaguman. Di sana tergambar sejumlah uang yang akan sangat mudah didapatkannya. Lelaki penggemar selingkuh ini memang harus mendapatkan balasan.’ pikir Bi Arstati.
“Oke, terus bibi maunya gimana?” Rafael ingin segera mengakhiri keadaan yang benar-benar sangat memalukannya. Dia telah membawa Bi Arsati sedikit menjauh dari café tempatnya terciduk.
“Bibi tahu caranya kalau Mas Rafael ingin tetap aman.” Bi Arsati memuulai transaksinya engan sedikit mahal.
“Maksunya?” Rafael masih belum paham.
“Agar Mas Rafael bisa tetap berselingkuh dengan wanita manapun dengan aman, kita bisa bicara empat mata. Terserah mau kapan dan dimana, tapi tentu saja tidak sekarng. Bikankah begitu Mas?” Bi Arsati mulai menguasai keadaan.
“i…iya Bi. Terus?” Rafael masih mencoba menerka-nerka arah pembicaraan wanita yang sudah beberapa kali menawainya untuk dipijat indah.
“Tenang aja Mas. Bibi juga tahu kok kenapa Mas Rafael melakukan semua itu. Kamu ingin segera punya anak dan gak puas kan dengan pelananan Erlina kan?”
“Hmm kok tahu. Bi?” Rafael pura-pura membenarkan prediksi Bi Arsati.
“Wajarlah, Erlin itu memang sangat tidak cocok dengan Mas Rafael yang ganteng dan gagah seperti ini. Mas Rafael cocoknya sama cewek yang tadi itu, bibi yakin dia tidak mandul seperti Erlina.” Bi Arsati mulai menebarkan racun pujian mautnya yang mengandung mantra-mantra magis.
“Terus saya harus gimana, Bi?” Rafael mulai kembali kesal. Amarhanya yang tadi sempat diredam nyaris kembali bangkit, namun segera dia lunakkan kembali.
“Kalau mau mengikuti saran bibi, Mas Rafael bukan hanya aman berselingkuh, cepet punya anak, tapi juga sangat mudah naik pangkat dan kedudukan di kantornya.” Iming-iming yang lebih dahsyat diluncurkan dengan sempurna.
“Hah, masa sih, Bi?” Rafael mulai melupakan Helena.
“Tanya saja sama Pak Irwan. Dia kan atasan Mas Rafael di kantor. Dia tahu kok, apa yang harus dilakukan kalau mau cepet-cepet seperti dia. Pokoknya semua dijamin aman. Pak Irwan pun sampai sekarang tetap nyaman sama istri-istri simpananya?” Bi Arsati membentangkan kedua tangganya setengah lingkaran.
“Beneran Bibi kenal sama Pak Irwan Gunara?” Rafael masih tak pecaya dengan pendengarannya sendiri.
“Ah sudahlah, Mas Rafael itu terlalu polos jadi lelaki. Udah ya, nanti tanya aja langsung sama Pak Irwan, dimana dia kenal bibi. Setelah itu temui bibi dan kita bicarakan langkah selanjutnya, oke?” pungkas Bi Arsati sambil membalikkan badan, lalu melangkah anggun meningggalkan Rafael yang masih berada diantara percaya dan tidak.
“Gila, masa iya sih Bi Arsati kenal sama Pak Irwan? Pantesan aki-aki itu banyak banget istri simpenanya, Malah semuanya kaya nurut banget sama dia. Cepet tajir lagi, jabatannya udah kaya naik kereta aja, melesat!” Rafael mengernyitkan dahinya seraya menatap Bi Arsati yang hampir menghilang di antara kerumuman orang-orang yang lalu lalang di sekitar mall itu.
“Hmmm tapi memang perlu dicoba juga. Siapa tahu gua juga bisa cepet naik pangkat seperti Pak Irwan. Punya banyak istri simpanan dan yang pastinya banyak duit buat ngeslot, hehehe,” gumam Rafael sambil beranjak dan pergi menuju mobil yang terparkir di halaman mall.
‘Sialan, mana gua udah sewa mobil lagi, b******k!” Rafael tiba-tiba teringat kembali pada Helena yang kini telah benar-benar menghilang. Ponsel gadis pujaannya itu pun sudah tidak aktif lagi.
Sementara itu di salah satu sudut rumah makan cepat saji sedang ada pembicaraan seru antara Bi Arsati dengan salah seorang ibu muda.
“Bener kan itu Mas Rafael, Mak?” tanya Sinta pada Bi Arsati.
“Bener dong. Tapi sekarang dia bawa cewek yang beda, Sin.” Bi Arsati menjawab santai sambil meneguk kembali es dogernya yang tadi sempat tertunda.
Setelah menciduk dan membuat Rafael mati gaya, Bi Arsati kembali gabung dengan Sinta, tetangga sekaligus bestie sefrekwensinya.
Dua minggu sekali Bi Arsati selalu menyempatkan waktu untuk traveling dan healing with besties-bestienya. Kadang hanya berdua, pernah juga bersepuluh. Namun lebih sering sendiri sambil mencari lelaki muda idamannya.
“Berarti udah tiga kali kita mergokin Mas Rafael selingkuh ya, Mak?” Sinta makin antusias dan bangga dengan penglihatannya yang sangat jeli.
“Ya, tapi dengan dua cewek yang berbeda. Untung mata kamu masih jeli, Sin.” Bi Arsati memuji Sinta yang pertama melihat Rafael bersama Helena duduk mesra tak jauh dari tempat mereka makan. Walau posisi Rafael dan Helena sebenanrya relatif terlindung.
“Hmmm, aku kan masih muda, Mak. Wajar dong kalau mataku masih lebih jeli dari matanya emak. Suamiku aja masih brondong kinyis-kinyis, hihihi.” Sinta bangga dengan diinya.
“Iye, tapi ingat, kamu punya salon yang maju, dan suami brondong yang manut, itu semua berkat siapa? Kalau berani ingkar, siap-siap aja kehilangan semunya!” ancam Bi Arsati pada Sinta yang baru dua bulan tergabung dalam FBMB, Fans Berat Eyang Panembahan, guru spiritual Bi Arsati.
“Ahay, jangan takut. Aku sih bakalan selalu inget dan setia sama jasa-jasa Eyang Panembahan yang sudah tiada terkira itu.” Sinta menjawab dengan hati yang riang.
Sinta sudah berjanji tidak akan mengkhianati Bi Arsati apalagi Eyang Panembahan yang telah membuat perubahan dalam hidupnya. Terbukti kini salon kecantikannya semakin maju dan suami brondongnya pun bisa dia kendalikan dengan sangat baik.
“Iya, asal jangan kaya si Wenti aja!” sergah Bi Arsati agak ketus, seraya meminum kembali sisa es dogernya hingga tetes terakhir.
“Eh, memangnya kenapa dengan Mbak Wenti, Mak?” Sinta pura-pura tidak tahu gosip terkini tentang salah seorang member FBEP.
“Sekarang si Wenti udah jarang gabung sama kita, kayaknya mau ngejauh deh. Liatin aja, kalau sampai berani-berani begitu, aku balikin suaminya jadi b******n lagi. Kayanya si Wenti itu kacang lupa tanahnya. Dulu waktu susah ampe nangis-nangis minta bantuan Emak, sekarang udah berhasil malah begitu.” Bi Arsati mencibir geram.
Sinta hanya menanggut-manggut mendengar penjelasan seniornya. “Cowok emang aneh ya, Mak. Udah punya yang cantik di rumah, masih aja suka sama yang lain. Kaya Mas Rafael itu, heheheh.” Sinta mengalihkan kembali pembicaraan mereka. Buka tak tahu apa alasan Wenti menghindar, tapi dia juga belum yakin kebenarannya.
“Hmmm, apa itu pernyataan lebih cocok buat dirimu sendiri, Sin? Kurang apa Si Rendy. Muda, ganteng, gedong lagi. Tapi istrinya masih aja suka lirik-lirik brondong lain, wew!” Bi Arsati menjulurkan lidahnya pada Sinta.
“Ahay, kalau itu kan cuma selingan aja, Mak. Gak pernah ada yang sampai aku bawa pulang kok, hihihi.” Sinta bela diri seraya terkikik mentertawakan kelakuannya sendiri.
“Iya sih gak pernah dibawa pulang. Kan nyungsep di penginapan, hihihihi!” Bi Arsati pun ikutan terkikik geli dengan kelakuan juniornya yang memang tak jauh beda dengan kelakuannya sendiri. emak emak FBEP memang rata-rata penggila brondong.
“Ah sungguh pengalaman sekali seniorku ini, hihihi,” tanggap Sinta dengan masih terus cekikikan geli.
“Tapi yang terpenting, sekarang Mas Rafael sudah masuk dalam perangkap kita. Orang tuanya tajir, gampang kita porotin. Terus istrinya juga kayaknya gak akan lama lagi bakal jadi member kita. Si Eyang pasti makin seneng kalau bisa dapetin si Erlin. hehehehe.”
“Yes, siapa dulu dong seniornya, Mak Arsati gitu loh!” puji Sinta.
“Makanya jangan macem-macem sama emak. Arsati itu penampilannya emang ndeso, tapi isi kepalanya brilian dan visionir. Makanya gak salah kalau Eyang Panembahan mengangkat emak sebagai asisten pribadinya, hehehe.” Bi Arsati menampilkan sifat sombongnya yang hakiki.
‘Rafael sebentar lagi takluk, tinggal si Erlina istrinya. Besok aku harus nemui dia dan merayunya lagi. Kali ini tidak boleh gagal. Apapaun yang terjadi dia harus jadi member FBEP, supaya Eyang Panembahan makin sayang sama aku dan…. Oh my God bahagianya hati ini kalau bisa punya simpenan banyak brodong,’ batin Bi Arsati.
^*^