Beautiful Wound | 2

884 Words
 Flashback~                 Gadis itu baru saja tiba di rumahnya, luka lebam di wajahnya akibat pukulan Theo masih terasa ngilu, dan ia yakin setelah ini ia akan mendapatkan omelan dari ayahnya. Ia membuka pintu rumah dengan hati-hati, ini masih sore dan Rania berharap ayahnya belum pulang dari kantor, namun mengingat ayahnya yang akan selalu pulang lebih awal jika ia membuat masalah di sekolah membuatnya meringis, kali ini ia pasti tidak akan selamat seperti biasanya.                   “Kirania!!! Kali ini apa lagi yang kau lakukan di sekolah?! Bisakah sehari saja kau tidak membuat onar di sekolah?! Ayah malu selalu mendapat laporan untuk datang ke sekolahmu, lihatlah Kirana yang selalu membanggakan Ayah dengan prestasinya, apa kau tidak bisa mencontoh sedikit saja darinya? Apa yang bisa kau lakukan hanya membuat Ayah malu?! Hari ini kau berkelahi, besok apa kau akan mencelakai temanmu dan membuat Ayah benar-benar malu karena gagal mendidik seorang putri. Begitu?”                   Dan benar saja saat ia baru membuka pintu ia melihat ayahnya yang sedang berkacak pinggang dan menatap tajam ke arahnya, dan yang bisa dilakukan gadis itu  hanya menundukkan kepala dan meringis mendengarkan omelan dan bentakan dari ayahnya. Keanu Ravindra.                   “Apa seperti ini kelakuan seorang gadis? Setiap hari kau selalu mencari masalah dan berkelahi. Siapa yang mengajarimu sebenarnya? Rania, kau ini seorang gadis, berpakaianlah layaknya gadis, Bunda tidak pernah mengajarimu untuk menggunakan celana dengan robek di sana-sini, dan ini ke mana rambutmu? Kenapa kau memotongnya begitu pendek? Lihatlah Kirana yang begitu anggun dengan pakaian dan rambut panjangnya.” Rania hanya mendengus mendengar perkataan Ibunya. Akira. Dan tanpa mengatakan apapun ia langsung melangkahkan kaki menuju kamarnya. Setiap kata yang terlontar dari orang tuanya hanya menimbulkan kesakitan untuknya.                   Ia benar-benar kesepian sekarang, Aksa yang selalu bermain dengannya kini seolah laki-laki itu tersadar untuk memikirkan masa depannya, ia begitu rajin untuk belajar menghadapi ujian kelulusan dan pria itu selalu meminta bantuan Kirana untuk mengajarinya, dan lagi  untuk kesekian kalinya Akira selalu membandingkan dirinya dengan Kirana.                   “Rania berhentilah bermain-main. Lihatlah Kirana dan Aksa yang begitu serius dalam belajar untuk  menghadapi ujian, kenapa kau justru bermain games? Apa kau ingin gagal dalam ujianmu? Mintalah bantuan pada Kirana untuk mengajarimu.” Kata Akira yang melihat Rania mengambil minum dan banyak cemilan di kulkas.                   “Iya Bunda.” Rania memutar bola matanya malas, bahkan kini Aksa tidak menegurnya sama sekali, entah karena tidak menyadari kedatangannya atau pria itu yang terlalu fokus belajar.                   “Ooh Rania, kemarilah kita belajar bersama.” Kata Aksa saat menoleh ke belakang dan melihat sahabatnya yang baru keluar dari dapur.                   “No, Thanks.” Rania berjalan melewati mereka berdua  dan menuju kamarnya.   ***                   Rania mengutuk dirinya yang lagi-lagi melamunkan masa lalu, ia melirik jam di tangannya, menunggu keberangkatan pesawat yang akan membawanya ke Jakarta, mungkin ia memang ditakdirkan untuk kembali, setelah lulus dua tahun yang lalu, ia melamar di salah satu perusahaan Farmasi Jepang, karirnya begitu cemerlang hingga dalam waktu dua tahun ia sudah menjadi manager untuk perusahaan pusat, namun ia harus menelan kekecewaan saat ia harus dimutasi ke Jakarta untuk menjadi manager cabang perusahaan di sana, karena manager untuk cabang Jakarta sedang ditugaskan untuk mengurus bisnis yang terus berkembang di belahan Eropa.                   “Obaachan, aku pasti akan merindukanmu.” Rania diantar oleh kakek dan neneknya. Tn dan Ny. Kei.                   “Ahh.. Obaachan juga akan merindukan cucu Obaachan yang tumbuh menjadi gadis dewasa, anggun dan cantik ini.” Rania memeluk kakek dan neneknya itu dengan air mata yang mengalir, tujuh tahun hidup dengan mereka terasa begitu berat baginya untuk meninggalkan kedua pasangan tua itu, bahkan saat ia koma selama tiga bulan setelah kecelakaan itu, saat membuka mata yang pertama kali dilihat adalah neneknya, ia tidak menyangka  jika neneknya benar-benar membawanya ke Jepang, sesuai dengan permintaannya saat itu.   ***                   Rania dengan malas membuka matanya saat suara Kirana memanggilnya untuk segera bangun, hari ini ia harus menjemput kakek dan neneknya di bandara, sebenarnya ia malas, karena hari ini ia sudah ada janji bersama teman-temannya untuk hang out, namun karena paksaan dari Ayahnya dan karena hukuman ia kemarin sudah berkelahi hingga menyebabkan ayahnya harus dipanggil ke sekolah, mau tidak mau ia harus ke bandara menjemput kakek dan neneknya yang tinggal di Jepang dan berniat liburan ke Jakarta.                   “Ayah, bisakah aku tidak pergi? Biar Kirana saja yang menjemput mereka, aku sudah ada janji dengan teman.” Rania sekali lagi membujuk ayahnya sebelum berangkat, ia benar-benar ingin pergi dengan teman-temannya hari ini, terlebih Aksa juga ikut, dan Rania sangat menyayangkan jika ia tidak datang, mengingat sudah lama sekali ia tidak menghabiskan waktunya bersama Aksa untuk melakukan banyak hal konyol diluar dugaan.                   “Tidak ada tapi-tapian, kau Ayah hukum karena sudah berkelahi, tidak ada hang out dan uang jajan selama satu bulan, Bunda akan membuatkan bekal untukmu selama satu bulan.” Keanu Ravindra berujar tegas tak terbantahkan.                   “Astaga!!! Kelakuan bengalmu ini siapa yang mengajarkannya hah?! Di keluarga kita tidak ada yang mempunyai kelakuan bengal sepertimu, kau harusnya mencontoh Kirana, kalian benar-benar seperti langit dan bumi.” Sambung Keanu yang sangat menyakiti hati Rania.                   “Ayah!!!” Teriak Rania kesal, ia menghentakkan kakinya dan menyambar kunci mobil di meja, Kirana mengikutinya dan tersenyum kecil melihat tingkah saudaranya yang seperti anak kecil.                   “Tenang saja, aku akan membagi uang jajanku denganmu.” Kata Kirana setelah mereka berdua sampai di mobil.                   “Ahh kau memang saudaraku yang berhati malaikat.” Rania memeluk Kirana begitu kencang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD