Beautiful Wound | 6

1115 Words
Rania melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia bahkan tidak tahu ke mana tujuannya, ia juga tidak mengetahui kenapa hatinya bisa sesakit ini melihat Aksa kembali, dan pukulan telak yang ia dapatkan jika Aksa mencintai Kirana masih terpatri jelas di otaknya.                   Dan pilihan gadis itu jatuh pada pilihan terakhir yang akan membawanya kembali ke rumah, mengurung dirinya di kamar agar perasaannya kembali tertata dan bagaimana ia harus bersikap pada Aksa, itu yang harus ia pikirkan sekarang.                   “Rania, kau dari mana? Bukankah Kirana mengajakmu makan siang dengan...”                   “Bunda, aku ingin ke kamar.” Rania memotong perkataan ibunya, walau tahu itu hal yang tidak sopan, namun suasana hatinya benar-benar buruk saat ini. Ia hanya ingin menenangkan dirinya, menyiapkan hatinya untuk sering berhadapan dengan Aksa ke depannya.                   “Baiklah, sayang. Istirahatlah jika kau lelah, Bunda tidak ingin melihatmu sakit.” Akira hanya mengangguk melihat wajah murung Rania, apa anak gadisnya itu begitu tersiksa tinggal bersamanya? bahkan baru satu hari ia sampai di Jakarta.   Akira juga telah bersikap adil dan menyayangi Rania, seperti Kirana, ia tidak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Ia tidak ingin kembali kehilangan salah satu anaknya, tanpa terasa Akira meneteskan air mata, ia merasa tidak pantas menjadi seorang ibu, bahkan anaknya memilih memendam kesedihannya seorang  diri dibanding berbagi hal dengannya, bukankah setiap  anak akan selalu berlari ke ibunya, menjadikan mereka tempat nomer satu untuk bersandar, namun tidak dengan yang dilakukan Rania dan itu benar-benar membuat Akira merasa sedih.                   “Sayang..... apa yang terjadi?” Keanu Ravindra menyentuh  bahu istrinya yang terlihat bergetar.                   “Sayang. Apa kita bersikap tidak adil lagi pada Kirana dan Rania, kenapa wajah Rania begitu murung, bahkan baru sehari dia tinggal kembali bersama kita, apa ini akibat masa lalu hingga hanya kesedihan yang yang selalu tercetak di wajah anak itu? Berbeda dengan Kirana yang begitu ceria hiks..hikss.” Akira terisak, mencengkram erat jas kerja yang masih melekat di tubuh Keanu.                   “Sst... apa yang kau bicarakan? Ini bukan salahmu sayang, mungkin Rania memiliki masalah sendiri, kau harus membujuknya agar dia mau menceritakannya, dan kita harus selalu berada di sampingnya untuk memberinya kekuatan.” Keanu mencoba menenangkan wanita itu dan mengeratkan pelukan pada Akira.                   Begitu tiba di kamarnya Rania langsung berlari dan meringkuk di ranjang layaknya bayi dalam kandungan, tak lama isakan keluar dari bibir plum itu, ia merutuki hatinya yang masih mencintai Aksa, seharusnya selama di Jepang ia berusaha untuk melupakan pria itu,  iya, dia sudah berusaha, namun justru ia semakin merindukan pria itu, dan entah mengapa saat melihat Aksa tadi siang, ia justru merasakan nyeri saat mengingat kembali fakta jika Aksa mencintai Kirana.   ***                 “Bunda.” Teriakan Kirana membuat Akira yang sedang berada di  dapur untuk menyiapkan makan malam tersenyum, begitu juga dengan Keanu yang sedang membaca koran bisnis sambil menikmati segelas kopinya.                   “Selamat malam Om ... Tante.” Aksa tersenyum hangat pada kedua paruh baya itu.                   “Ooh Aksa, kau datang? Makan malamlah di sini, kami membuat makan malam spesial menyambut kedatangan Rania.” Akira tersenyum dan dibalas anggukan oleh Aksa.                   “Aksa, Om ingin membicarakan beberapa point penting dalam perjanjian kerja sama perusahaan kita, bisakah kau ikut ke ruanganku?” Tanya Keanu dan Aksa mengangguk menyanggupinya, membuat Kirana mendengus kesal, jika ia membawa Aksa ke rumah pasti ayahnya akan langsung mengajaknya membicarakan bisnis.                   “Baiklah-baiklah, Aksa hanya milikmu Ayah, aku mau mandi dulu.” Kirana mencebik kesal membuat ketiga manusia itu terkekeh dengan kelakuan gadis dewasa yang kadang masih bertingkah seperti anak-anak.                   Akira tersenyum melihat hasil masakannya, ia memilih menuju kamar Rania, sejak tadi siang anak gadisnya itu belum keluar sama sekali, membuatnya sangat khawatir dengan keadaan Rania.                   “Rania, sayang, waktunya makan malam nak.” Akira mencoba mengetuk pintu kamar Rania untuk yang kedua kalinya, namun tak ada jawaban dari balik pintu itu, ia memegang handle pintu yang ternyata tidak dikunci, Akira segera menghampiri Rania yang tidur dengan keadaan meringkuk memunggunginya.                   “Sayang,” Akira membelai sayang anak rambut Rania, membuat Rania menggeliat dalam tidurnya.                   “Bunda,” Rania tersenyum tipis, matanya terasa berat untuk terbuka, mungkin terlalu banyak menangis. Akira membelai rambut Rania lembut dan langsung merengkuh tubuh anak gadisnya itu ke dalam pelukannya.                   “Menangislah. Jika kau tidak bisa membagi bebanmu dengan Bunda, kau bisa menggunakan bahu Bunda sebagai sandaran,” Akira mencium puncak kepala Rania dan meneteskan air matanya.                   “Apa Bunda menyakitimu lagi sayang? Hingga kau tertekan seperti ini?” Tanya Akira disela isakannya. Membuat Rania menggeleng, dan semakin terisak, ini bukan salah Bundanya, salahkan saja perasaan sialannya yang masih dengan lancang mencintai Aksa.                   “Tidak, Bunda. Apa yang Bunda bicarakan? Aku baik-baik saja. Maaf membuatmu khawatir.” Rania melepaskan pelukan Akira dan tersenyum, meyakinkan Akira jika dia sudah baik-baik saja.                   “Baiklah. Ayo Turun untuk makan malam. Bunda membuat makan malam spesial untukmu.” Akira membelai wajah Rania dan tersenyum, membuat Rania mengangguk, baru kali ini ia merasakan kasih sayang Akira yang berlimpah untuknya.                   “ Aku akan mencuci muka dulu.” Akira  mengangguk dan keluar dari kamar Rania.                   “Bunda,” Panggil Rania saat Akira baru saja berada di ambang pintu. “Terima kasih.” Rania tersenyum tulus, hatinya menghangat dengan perlakuan Akira.  ***                   Tubuh Rania menegang begitu melihat seseorang yang sangat ingin ia hindari, justru tengah berbincang dengan keluarganya.                   ‘Apa yang dilakukan pria itu di sini?’ Batin Rania bertanya-tanya.                   “Rania,” panggil Keanu menyadari kehadiran Rania, membuat Rania yang ingin kembali ke kamar membatalkan niatnya. Ia berencana kembali ke kamar, mengatakan jika ia tidak enak badan, dengan begitu ia tidak perlu berhadapan dengan Aksa.                   “Yakk! Kirania, kenapa kau meninggalkan restoran bahkan sebelum aku datang?” Kirana meminta penjelasan Rania yang menghilang bahkan sebelum bertemu dengannya di restoran.                   “Ahh. Maaf Kirana, ada hal penting yang harus aku urus tadi. Memang siapa yang ingin kau kenalkan? Maafkan aku, mungkin aku bisa menemuinya lain waktu.” Ujar Rania menyesal, dan mendudukan dirinya di hadapan Aksa. Memang itu adalah tempatnya, bahkan sebelum ia pergi ke Jepang.                   “Ahahaha sebenarnya aku tidak perlu mengenalkannya padamu, tentu saja kau sudah mengenalnya, hanya saja aku mengenalkannya sebagai tunanganku. Dia orang yang duduk di hadapanmu.  Aksa.” Perkataan Kirana membuat Rania seketika tersedak s**u yang baru saja ia minum.                   “Ya Tuhan. Sayang, hati-hati.”Akira menepuk-nepuk pungung anaknya, membuat Rania tersenyum kikuk.                   “Kalian....bertunangan?” Tanya Rania, memastikan sekali lagi, dan saat ia melihat anggukan dari Kirana, ia merasa tidak lagi mempunyai tempat berpijak, tubuhnya terasa lemas, matanya memanas.                   “Selamat.” Hanya satu kata lirih yang terucap dari bibir Rania mengiringi kesakitannya. Kepalanya terasa pening dengan semua kenyataan yang baru saja ia terima. Rania kembali menenggak susunya hingga tandas dan beranjak dari kursi, membuat semua yang ada di situ menatapnya heran, bahkan mereka belum memulai makan malam itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD