Masalah Baru (2)

1214 Words
"Jangan bercanda, mbak." Citra tertawa hambar saat mendengar ucapan Sera barusan. Namun raut wajah Sera saat ini benar-benar tidak dapat dikatakan tengah bercanda. "Ya beneran lah! Kau tahu, pak Bryan itu sangat disiplin dan tidak kenal ampun, kita ketahuan buat salah dan merugikan perusahaan sedikit saja pasti langsung dipecat!" Citra meneguk ludahnya, lalu apakabar dirinya yang menampar bosnya itu kemarin malam? Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Dia masih ingat dengan jelas wajah bosnya itu, terlebih lagi pria cantik yang berada di sebelahnya itu, yang menolongnya kemarin malam. "Alamak, matilah aku." Citra menepuk jidatnya yang blank dan tidak dapat memikirkan situasi apapun. Dia takut akan dimasukan ke bui dan nama baiknya tercoreng, jika demikian dia tidak akan diterima di perusahaan manapun dan skenario terburuknya, Citra tak dapat menikah! "Aaaaaaah!" Citra menepuk-nepuk pipinya hingga memerah untuk menenangkan gejolak hatinya yang tengah histeris. "Kamu kenapa deh, Cit, aneh tau gak." Sera menyipit bingung melihat tingkah Citra yang begitu aneh hari ini. Citra menoleh dan menatap Sera dengan berkaca-kaca. Dia lalu memegang tangan Sera. "Mbak, nanti aku boleh titip surat wasiat ke emak-abah di rumah?" Citra bertutur dengan lemah, seolah dia sudah tidak punya semangat hidup lagi. Sera melepaskan genggaman tangan Citra dengan keras. "Ngaco kamu Cit!" * "Haaa ..." Bryan menyandarkan punggungnya di kursi putar yang empuk di ruangan VIP yang selalu disiapkan untuknya. Rey menutup pintu dan ikut duduk di sofa. "Semua staff di sini sangat antusias, mungkin karena mereka belum melihatmu sekian lama." Rey tertawa kecil, mencoba menghibur diri setelah berdiri lama untuk menyapa ramah semua staff di cabang ini. "Hm-mm." respon singkat Bryan, dia lalu membuka laporan yang sudah disiapkan oleh direktur cabang untuk dia baca. "Laporan penjualan ... bagus. Laporan investasi saham ... naik. Laporan jumlah karyawan baru yang diterima, sebanyak 5 orang karyawan baru." Bryan mulai membuka daftar karyawan baru yang tertera di sana, mulai dari daftar riwayat hidup hingga ijazah yang mereka lampirkan. Bryan membuka lembar demi lembar, hingga matanya terpaut pada salah satu CV milik karyawan yang bernama Citra Kirana. "Gadis ini ... gadis yang kemarin di restoran." "Hah?" Rey yang mendengar ucapan Bryan lalu menoleh dan segera bangkit menuju kursi Bryan untuk ikut melihat. Rey melihat CV milik Citra dan langsung menutup mulutnya yang terkejut. "Kau benar! Itu gadis kurang ajar yang kemarin malam!" "Oooh, ternyata dia karyawan di sini ya. Tuan muda, pecat saja dia. Kita tidak butuh karyawan kurang ajar sepertinya," lanjut Rey lagi sembari berapi-api. "Tidak, tidak usah." Bryan menutup laporan itu dan bersandar di kursinya. "Kenapa?" tanya Rey bingung. "Dia punya cukup bakat di bidang grafis, jangan membuang orang-orang berbakat hanya karena beberapa masalah pribadi." Ucapan Bryan membuat Rey manggut-manggut menurut. Bryan memang sedikit dingin dan sangat disiplin, namun dia juga bisa memisahkan urusan pekerjaan dan urusan pribadinya. Itu yang membuat Rey betah dengan Bryan hingga sekarang. "Tapi ... menakutinya sedikit kurasa tidak masalah," gumamnya kecil. Sudut bibir Bryan terangkat sedikit, membuat senyuman kecil yang mampu membuat orang lain salah paham. "Panggilkan dirut cabang untuk mengumpulkan karyawan magang," perintah Bryan tiba-tiba. Rey mengangguk tanpa bertanya apa-apa kembali. "Siap, tuan muda." Setelah Rey pergi, tiba-tiba ponsel Bryan berbunyi. Tertera nama pemanggilnya adalah, 'Ayunda Zulkarnain'. Bryan mengambil ponsel itu dengan malas dan menggeser slide sehingga panggilan itu tersambung. "Ya?" "Nak, kamu di mana sekarang?" "Di cabang perusahaan Eagle Corp." "Nanti malam pulang ya ... mamah mau ketemu sama kamu." Bryan menghela napas lagi, pasti lagi-lagi urusan perjodohan. Bryan sudah muak dipertemukan dengan wanita-wanita pilihan ibunya. Itulah mengapa Bryan menerima tawaran Donna untuk menjadi pacarnya, Donna bisa ia gunakan sebagai tameng agar ibunya berhenti mencarikan dia seorang perempuan. "Bryan masih sibuk." "Tapi kamu bisa 'kan dateng malam ini?" "Gak tahu, udah, Bryan tutup teleponnya." Tut! Panggilan terputus. Bryan meletakan ponselnya di atas meja dan mengusap wajahnya dengan sedikit kasar. Dia harus mencari tameng lain sekarang, atau mungkin dia harus memanggil Donna lagi untuk menjadi pacarnya? Tok tok tok. Bryan tersadar dan sedikit berdeham, dia lalu merapikan kemejanya sebelum akhirnya siap. "Masuk." * "Siapa saja karyawan magang di sini?" Dirut cabang tiba-tiba masuk dan bertanya dari ambang pintu. Lima orang mengangkat tangannya, termasuk Citra. Apa hal yang kutakutkan akan terjadi? "Berdiri dan ikuti saya." Ya Allah. Tolong lindungi emak sama abah di kampung. Jangan sampai mereka kekurangan rezeki kalo aku sampe dipenjara atau dibuang ke pengasingan. Citra sedikit bergetar takut saat berjalan mengikuti dirut cabang dan keempat temannya lain di belakang sendiri. Saking takut dan gugupnya, dirinya tidak tersadar jika dia berjalan dengan ritme yang salah. Kaki kanan dan tangan kanannya maju bersamaan, begitu juga kaki kiri dan tangan kirinya. Kebanyakan orang menyebutnya dengan jalan togog. Ini kebiasaan Citra jika sedang gugup. Keempat temannya yang lain hanya terkikik kecil tanpa mengingatkan saat melihat tingkah Citra yang kontras dengan wajah cantik mungilnya. "Berhenti." Dirut cabang lalu mengetuk pintu ruang VIP. Citra sangat deg-degan kali ini. Bahkan dia merasa jika jantungnya mampu meledak kapanpun. "Masuk." Dirut cabang membuka pintu, lalu satu persatu teman karyawan magangnya masuk ke dalam. Citra mengikuti mereka dengan kepala tertunduk dan seluruh tubuhnya menggigil ketakutan. Dia terlalu overthinking. Ya Allah, maafkan Citra kalo Citra sering bikin dosa dan maksiat. Tolong bantu Citra kali ini saja Ya Allah. Bryan yang melihat kelima deret karyawan itu hanya terdiam. 3 wanita dan 2 pria. Keempat dari karyawan itu tidak berhenti menganga takjub saat melihatnya, terlebih lagi para karyawan wanitanya yang sengaja memakai riasan berlebih. Wajah mereka merah seperti tomat yang hendak busuk. Tatapan Bryan berhenti pada seorang karyawati yang mengenakan jas abu-abu dan rok span yang senada dengan atasannya. Karyawati itu menunduk sehingga wajahnya tertutup oleh rambutnya yang panjang sepunggung. Itu pasti dia. Batin Bryan. "Tuan President Besar, mereka adalah calon-calon karyawan tetap di sini. Kami memilih mereka bukan hanya dari penampilan namun juga dari kualitas otak dan kinerja mereka. Bisa dibilang mereka adalah jiwa muda dan segar yang mampu mengemban perusahaan ini menjadi lebih maju." Dirut cabang mulai berbicara, Bryan manggut-manggut saja. "Kau bisa mengangkat mereka menjadi pegawai tetap mulai bulan depan." Semua karyawan magang itu langsung membuat ekspresi kesenangan. Citra juga berteriak kesenangan di dalam hatinya, meski dia masih tak bisa mengangkat wajahnya. Dirut cabang hanya tersenyum sambil mengangguk. "Baik, jika itu yang anda inginkan." "Tapi," lanjut Bryan. "Tapi?" tanya dirut cabang. Tapi? Batin Citra bingung. "Tapi, hanya empat yang bisa kau luluskan jadi pegawai tetap. Kau, hei kau yang di pojok." Bryan menunjuk ke arah Citra dengan dagunya. Salah satu teman Citra yang berada di sebelahnya lalu menyikut Citra dan membuatnya mendongak. "Y-ya?" Bryan tersenyum kecil, senyuman mengerikan. "Yang lain boleh keluar, kau tetap di sini." JDAR!!! Citra ingin pingsan sekarang juga. Sudah dibilang, dia akan dimasukkan ke penjara dan dibuang ke pulau Buru untuk diasingkan! Semua karyawan magang kebingungan, begitu pula dirut cabang. "Tapi Tuan ... " Bryan melirik dirut cabang dengan dingin, "Apa kau tak dengar perintahku?" Dirut cabang tersentak dan segera berbalik, "B-baik, ayo semua keluar, keluar!" Dia menggiring keempat karyawan lainnya keluar yang kebingungan. Citra ingin mengikuti mereka, namun ditahan oleh dirut cabang. "Kau tetap di sini, berjuanglah semampumu." Dirut cabang mengucapkan kalimat perpisahan seolah Citra tak akan keluar hidup-hidup dari sana. Pintu lalu ditutup, menyisakan mereka berdua saja di dalam ruangan. "Hei," Glek. Citra meneguk ludahnya sebelum akhirnya memantapkan dirinya sendiri. Dia berbalik dan segera bersujud di lantai. "Ma-maafkan saya!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD