Keputusan Tiba-Tiba

1179 Words
"Woah ..." mata Citra tidak berkedip sesaat setelah mobil yang ia naiki berhenti di sebuah toko mewah dengan jendela kaca di mana-mana dan deretan baju mahal yang Citra tak pernah berani untuk bermimpi akan memakainya. "Ayo masuk," Bryan keluar dari mobil dan masuk ke dalam toko tersebut, dia langsung disambut oleh pelayan toko dengan hormat dan ramah. "Tuan Bryan, sungguh kehormatan bagi toko kami karena bisa menjadi langganan anda. Apa yang anda cari hari ini?" ujar salah seorang pria paruh baya dengan kumis dan jas yang rapi, Alfonso, pemilik toko La Butique ini. "Gadis itu," Bryan menunjuk ke arah Citra yang baru saja keluar dari mobil, membuat Citra terkejut. Alfonso mengikuti arah telunjuk Bryan dan mengernyit saat melihat seorang gadis dengan penampilan kucel meski memakai setelan rapi. "Ya?" "Tolong dandani gadis itu dengan cantik, carikan yang paling mahal dan terlihat mewah, aku yang akan membayarnya." Rey berdeham, dia bingung kenapa Bryan sampai berbuat sejauh ini. Padahal menyewa salah satu anak pejabat saja sudah cukup daripada repot-repot mendandani gadis di sebelahnya ini. Citra meneguk ludahnya sendiri, dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Alfonso hendak mengajukan pertanyaan, namun dia mengurungkannya dan mengangguk patuh. "Baik, dimengerti." "Kalian, cepat jemput nona kehormatan kita malam ini dan layani dia dengan baik." Alfonso memberi perintah kepada staff wanita di tokonya dan tersenyum ke arah Citra, lalu dibalas senyuman canggung olehnya. Aku benar-benar tak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti. Citra mendesah dan menurut saja saat dirinya dibawa oleh pekerja toko untuk menuju ruang ganti dan dirias. Setelah Citra menghilang ke dalam toko, Alfonso mengusap-usap tangannya sambil mendekat ke arah Bryan. "Tuan Bryan, silahkan menunggu sambil duduk dulu di ruang VIP yang sudah saya sediakan." Bryan mengangguk, "Baik." Rey berjalan mengikuti mereka berdua, dia meletakan tangannya di kantong celana sambil menggigiti bibirnya sendiri. Ini kebiasaannya saat dia sedang terlalu banyak berpikir. Namun, dia masih punya cukup waktu untuk membalas sapaan staff wanita di toko ini dengan ramah dan genit. Sesampainya di dalam ruang VIP, Rey segera duduk di samping Bryan dan menyenggol bahunya. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan?" Bryan menyandarkan punggungnya di sofa dan menyeringai tipis, "Hanya kejutan kecil." "Kenapa harus gadis itu? Kau bisa saja memanggil Donna atau gadis manapun sesukamu 'kan?" tanya Rey lagi. Sedetik kemudian Rey melebarkan matanya, "Apa jangan-jangan kau meny—" Bryan mendelik tajam, "Buang pemikiran bodohmu itu. Aku sama sekali tidak menaruh rasa pada gadis kecil itu. Aku hanya menggunakannya sedikit." Rey menghela napas lega, untunglah Bryan tidak menaruh rasa sama sekali kepada gadis itu. Dia takut Bryan akan terpuruk lagi seperti kejadian 10 tahun yang lalu. "Kurasa dia errr ... siapa namanya? Oh ya, Citra. Kurasa Citra sangat tidak adil jika kau hanya memanfaatkannya seperti ini dengan terus-terusan memberinya ancaman." Rey mengingatkan Bryan untuk tidak keluar batas. "Tenanglah, kita akan pergi dari kota itu besok. Aku akan menaikan posisinya sebagai jaminan tutup mulutnya." Bryan sudah mengantisipasi ini. Dengan membawa gadis yang tidak dikenal oleh Ibunya, itu akan mempermudah dirinya untuk lepas dari jeratan perjodohan yang terus menghantuinya. Rey mengangguk paham, "Baguslah." Namun, Bryan tiba-tiba menoleh. "Apa kau juga merasa jika gadis itu mirip dengan—" "Permisi tuan-tuan," ucap Alfonso memotong pembicaraan mereka berdua. Bryan menoleh ke arah Alfonso dan raut wajahnya nampak tak baik karena ia tak suka jika perkataannya dipotong. Alfonso segera menyadari kesalahannya dan menunduk dalam-dalam, "Ah ... maafkan saya karena menginterupsi pembicaraan tuan-tuan sekalian." Bryan mendengus, "Katakan." "Pemeran utama wanita sudah selesai disiapkan." Alfonso menunjuk ke arah tirai yang masih ditutup, lalu seketika tirai dibuka dengan perlahan, menunjukan sosok Citra dalam penampilan barunya. Tidak munafik, Bryan dan Rey sama-sama tidak mengedipkan matanya melihat kecantikan gadis di depannya itu yang menguar seperti seorang dewi. Apa dia seorang dewi? Atau justru malaikat? Citra keluar dengan gaun hitam selutut dan kerah sabrina berenda yang membuat kulit putih dan bersih miliknya terekspos dengan cantik. Rambutnya yang tadi terurai begitu saja kini sudah ditata dan diberi jepitan kupu-kupu emas yang memberikan kesan elegan pada dirinya. Sepatu hitam yang senada dengan gaunnya pun menempel manis di kaki jenjang miliknya. Riasan wajahnya pun dibuat natural, hanya menghaluskan tekstur wajah dan memberi pemulas bibir dan juga matanya, Citra sudah tampak seperti gadis dari khayangan. "Err ... apa tampak aneh?" tanya Citra memecah kekaguman dua pria tersebut. Bryan berdeham dan segera melihat ke arah lain. Apa yang sedang kau pikirkan, Bryan. Batinnya kesal. Rey mengedipkan matanya sambil mengacungkan kedua jempol miliknya, "Cantik, kau terlihat sangat cantik." Mendengar kalimat pujian, Citra langsung terkekeh malu dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tiba-tiba merasa seperti cinderella yang berubah dengan bantuan ibu peri. Hmmm, sebenarnya bukan ibu peri. Tapi, tuan peri. Ah, ah, tidak. Bos peri maksudku. "Berikan aku setelan jas yang senada dengan gaun itu." Bryan langsung berdiri dan keluar dari ruang ganti, diikuti oleh Alfonso dan beberapa staff wanita. Citra menatapnya nanar dari tempatnya berdiri, entah kenapa ia merasa sedih saat melihat bosnya itu tidak memberikan komentar apa-apa tentang penampilannya ini. "Ah, mikir apa kamu Citra. Dia 'kan bos, kamu cuma pegawai yang sedang terancam posisinya. Huft, ayo berjuang demi status pegawai tetap!" gumam Citra semangat, menyingkirkan rasa kecewa di dalam dadanya. Rey berdiri, dia menghampiri Citra. "Ayo ke mobil, sebentar lagi bos akan selesai berganti baju." Citra manggut-manggut, "Baik." Di luar toko, Citra melihat Bryan yang sudah berdiri di sana lengkap dengan setelan jas hitam yang nampak mengkilap di tubuhnya dan setangkai mawar emas terselip di saku atas jas miliknya. Citra baru tahu jika bosnya memang setampan itu, dengan hidung mancung dan juga rahangnya yang tegas. Melihat itu, Citra baru tersadar bahwa baju mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih. Bryan melirik, mendapati Citra tengah memandanginya kagum dari depan pintu toko. Dia melipat tangannya di depan d**a. "Cepat masuk." Citra mengerjap, dia tersadar dan buru-buru turun. "B-baik," Namun, saat menuruni tangga toko, kakinya terselip dan membuat keseimbangannya hilang. "WAAAAA!!" Secara refleks, Bryan maju dan menangkap tubuh kecil Citra di dalam pelukannya. DEG! Jantung Citra serasa berhenti ketika dirinya mendarat di dalam pelukan Bryan. Dia menutup matanya karena kaget bercampur malu, sementara detak jantungnya semakin meningkat. Betapa kurangajarnya Citra, dia justru merasa nyaman di sini. Alfonso dan yang lainnya menutup mulut mereka karena terkejut, Rey mengernyitkan alisnya heran. Bryan sendiri terkejut saat dirinya refleks menangkap pinggang gadis itu. Ternyata setelah dia menangkapnya, Bryan mengetahui bahwa Citra memang sekecil itu. Citra diturunkan oleh Bryan, wajahnya memerah karena malu. "Maaf, maaf, maaf, maaf." "Apa anda tidak apa-apa, Nona? Oh, maafkan saya, sepertinya saya memberikan sepatu dengan hak yang terlalu tinggi." Alfonso merasa bersalah, Citra menggeleng cepat. "Tidak, tidak apa-apa. Maaf, maafkan saya." Dia berujar cepat. Bryan memijit kepalanya yang terasa pusing, "Cepat, ambilkan sepatu dengan hak yang lebih rendah." "Baik, tuan. Cepat ambilkan!" Alfonso mengangguk dan segera memerintah salah satu staff wanitanya untuk masuk ke dalam. Citra mengulum bibirnya pelan, dia merasakan perasaan aneh yang menjalar di hatinya. Dia lalu melirik Bryan yang menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan tanpa sadar. Citra menundukan pandangannya lagi dan menepuk pipinya sendiri dengan pelan. Kau ini apa-apaan, Citra. Sadarlah! Kastamu dan kastanya sangat jauh berbeda!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD