Awal Segalanya

1101 Words
"Ma-maafkan saya!" Citra langsung bersujud di depan Bryan yang masih duduk di kursi putarnya. Pria itu terkejut setengah mati ketika melihat Citra sampai seperti itu. Padahal kan cuma main-main sedikit. Batin Bryan. Suara pintu yang dibuka terdengar, Rey muncul dari balik pintu sambil membawa dua cup kopi Americano kesukaan Bryan dan dirinya. "Tuan muda aku membawakan ... AH!" Rey terlonjak ke belakang setelah kakinya tidak sengaja menyentuh sesuatu yang empuk di lantai. Saat diselidiki ternyata itu adalah manusia yang tengah bersujud sambil bergetar takut. "T-tuan muda?" lirik Rey bingung ke arah Bryan. Pria tampan itu hanya mengalihkan pandangannya sambil berdeham kecil. "Bangunlah, aku tidak akan mengasingkanmu atau memenjarakanmu." Citra mengerjap. Apa pria itu mampu membaca isi hatinya? Dia perlahan-lahan bangkit, rambutnya yang sengaja ia urai ke depan untuk menutupi wajahnya yang membiru karena takut ia rapikan dan menyelipkannya ke belakang telinga. Bryan hampir tidak berkedip melihat wajah Citra. Dia sudah melihatnya kemarin malam, namun entah kenapa Bryan merasa ingin melihat wajah itu lagi. Dia memang dikelilingi oleh banyak wanita cantik di kehidupannya, namun Citra mampu membuatnya mengatakan kata 'wah' di dalam benaknya. Rey sudah menduga jika gadis itu sangat cantik sebelumnya dan tidak terkejut kembali, meski dia juga sedikit kesengsem. "T-tapi saya sudah berlaku tidak pantas pada tuan kemarin malam, saya pantas dihukum." begitu yang diucapkan Citra, lemah dan tidak berdaya. AMPUN, JANGAN HUKUM AKU, JANGAN JANGAN JANGANNNN! EMAK SAMA ABAH SIAPA YANG MAU NGURUSIN DI KAMPUNGGG! Namun dia sungguh berharap di dalam hatinya akan terbebas dari masalah yang satu ini. "Memang, kau seharusnya dihukum." Citra meneguk ludahnya kasar, tuh kan! Namun, Citra membuat wajah pasrah sambil tersenyum. Yah, dia tahu akhirnya akan seperti ini. Dia berdiri dan membungkuk hormat. "Saya akan membuat surat pengunduran diri dan menyerahkannya ke tuan Direktur Utama Cabang." Citra menggigit bibirnya dan meremas ujung roknya dengan kuat, padahal dia sudah bersusah payah untuk mendapatkan pekerjaan impiannya ini! Kenapa, kenapa tangan kurang ajar ini selalu saja membuat masalah?! "Siapa yang bilang kamu dipecat?" Citra yang hendak berbalik kemudian berhenti, dia menoleh. "Eh?" "Eh?" "EHHH?!" "Gak dipecat saya?!" Citra terkejut. "Nggak. Tapi kamu harus ganti rugi karena udah menamparku keras kemarin malam." lanjut Bryan. Citra meneguk ludahnya kasar, apa ini seperti di kisah-kisah percintaan dewasa seperti yang ia baca di aplikasi baca n****+ kesayangannya? Citra langsung menutupi dadanya dengan tangan yang tersilang, Rey hampir tertawa melihat aksi spontan Citra. "A-apa yang anda mau?" Bryan menghela napasnya kasar, "Yang pasti bukan tubuhmu." dia lalu meneliti Citra dari atas sampai bawah. "Bukan tipeku. Rata." Jleb! Seperti ada anak panah yang menancap di kepala Citra, kalimat itu benar-benar menohok ulu hatinya yang paling dalam. Wajahnya langsung memerah karena malu. "M-memang kenapa kalau datar?! Yang penting masih orisinal," Teriaknya seru di awal kalimat dan bergumam lirih di akhirnya. "Apa?" tanya Brian kembali. Citra menggeleng, dia sudah merasa lebih aman karena dia tak perlu menyerahkan tubuhnya pada pria menyebalkan di depannya ini. Yah, dia tetap bos utama Citra sih. "Lalu, apa yang anda mau untuk ganti rugi?" tanya Citra sopan kembali. Bryan mengketuk-ketuk dagunya, dia lalu mengangguk setelah melihat penampilan Citra berulang kali. Jika didandani sedikit, pasti lebih cantik dari model top. Batinnya sambil manggut-manggut. Rey yang sudah menaruh gelas kopi dan berdiri di sebelah Bryan lalu melirik pria berusia 28 tahun itu. Dia sudah menduganya dari awal. Rey menggeleng-geleng kecil, Bryan memang suka sekali membuat orang patuh dan menyuruhnya sesuka hati. "Nanti malam, kau akan ikut denganku ke suatu tempat." tutur Bryan pada akhirnya. Citra langsung memasang wajah terkejutnya kembali. NANTI MALAM?! SUATU TEMPAT?! APA AKU AKAN DIJUAL KE PASAR GELAP? ATAU DIJUAL KE KOMPLOTAN GIGOLO?! Raut wajah Citra yang terkejut amat sangat tercetak jelas dan membuat kedua pria itu langsung paham jika Citra salah menafsirkan ucapan Bryan. "Kau tidak akan dijual ke pasar gelap atau ke tempat gigolo, jadi tenangkan ekspresimu, itu mengganggu." Bryan memperjelas ucapannya. Citra lebih terkejut lagi, bahwa wajahnya kini lebih horror dari yang tadi. Dia benar-benar bisa membaca pikiranku?! Rey menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia ingin sekali berkata. "Itu sudah tercetak jelas di wajahmu, Nona." Bryan merasa lelah sendiri setelah berbicara pada gadis itu, dia lalu mengibaskan tangannya pada Rey sebagai tanda agar dia yang membereskan sisanya. Rey menaruh gelas satunya di meja dan segera mengangguk patuh. Dia lalu berjalan menuju Citra yang kepalanya sedang berisi ribuan kemungkinan negatif yang akan terjadi padanya nanti malam. "Ayo Nona, kita keluar. Saya akan menjelaskan sisanya pada anda." Rey tersenyum manis sambil membawa lengan Citra dan menariknya lembut ke luar. "A-ah, baik ..." Citra manut saja, namun ketika dia hendak berbelok di pintu ke luar, kepalanya menoleh ke belakang dan menampakan sosok Bryan yang tengah memandang lurus ke arah mereka berdua. Bryan yang kedapatan tengah memandangi langsung mengangkat alisnya dan tersenyum miring. Glek! "Dia memang benar-benar mengerikan." Citra bergumam kecil sambil bergidik takut. "Hm? Apa anda mengatakan sesuatu tadi?" tanya Rey, meski dia tadi sudah mendengarnya dan menahan tawanya yang hampir lepas. Citra menggeleng cepat, takut diadukan lagi ke bosnya. "Ah! Tidak kok tidak ada apa-apa." Citra mengelak dengan cepat. Dia menghela napasnya yang terasa berat, sepertinya hidup normal memang tak pernah ada di dalam kamus miliknya. * "Setelah jam pulang kantor, harap temui saya di depan lobby. Saya akan menjemput anda dan menjelaskan semuanya." "Huh ...." Citra menunduk lesu di samping mesin pendingin minuman. Setelah berkata hal yang sangat rancu itu, dia ditinggal di sini sendirian. Hendak kembali ke ruangannya namun Citra malas dan sedang tidak mood, jadi dia hanya berdiri di sini tanpa kepastian yang jelas. Citra lalu mengeluarkan ponselnya, dia membuka aplikasi chatting miliknya dan melihat apakah ada pesan yang masuk. "Teryata tidak ada ya. Memang apa yang kuharapkan, Mas Raka benar-benar ingin pergi dariku." Citra benar-benar kacau hari ini. Dia lalu berjongkok dan meringkuk di tempatnya berdiri tadi, berusaha untuk menenggelamkan wajahnya. Citra mulai tersedu-sedu. "Kangen emak ... kangen abah ... kangen Putri ..." racaunya di tengah tangisnya yang pecah. Banyak staff kantor yang lewat namun mereka sama sekali tidak menegur Citra atau mendekatinya. Mereka hanya melirik sebentar lalu lewat begitu saja. Sudah setengah jam ia berjongkok di sana, kakinya terasa pegal dan kesemutan. Citra menselonjorkan kakinya dan menatap kosong ke arah lantai. Matanya bengkak lagi dan ia lupa membawa concealer ke kantor, lebih tepatnya karena stok concealernya habis sih, dan waktu gajian masih lama. Kau benar-benar menyedihkan, Cit. Batinnya murung. Cess ... Rasa dingin menjalar dari pipinya. Saat menoleh, ternyata ada satu kaleng minuman dingin yang menempel di sana. Dan pelakunya adalah pria berlesung pipit yang Citra kenal sebagai Dimas, salah satu rekan kerjanya di kantor. Dimas lalu tersenyum kecil. "Mau minum?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD