Meskipun baru mengenal Mas Ardan aku selalu merasa nyaman saat di dekatnya begitu juga saat pertama kali menjejakkan kaki di rumah ini padahal baru semalam tapi aku merasa kehangatan terbingkai rapi, rumah ini tak terlalu besar tapi cukup apik dengan tatanan dan furniture yang pas. Rumah ini terdiri dari 2 lantai, lantai atas terdiri dari 1 kamar utama yang semalam aku tempati, tepat di tengah terdapat ruang keluarga yang menjadi penghubung ke kamar satunya, kamar ini lengkap dengan kasur, almari, dan kamar mandi mungkin itu nanti yang akan menjadi kamar anak-anak, anak? What! Seketika wajahku terasa panas mengingat surat yang tadi pagi aku serahkan ke Mas Ardan. Permintaan konyol yang dengan mudahnya disetujui Mas Ardan. Kuedarkan Pandanganku ke seluruh bagian rumah, semua rapi simple dan sesuai seleraku. Setiap ruang bernuansa berbeda, hanya bagian ruang tamu sampai teras bercat putih kombinasi abu-abu.
Klik..
Suara notifikasi wa masuk, segera kuraih gawaiku membuka kunci layar lalu membaca pesan tersebut.
"Gimana kabar pengantin baru? Kapan ngampus lagi? Tadi aku lihat Pak Ardan udah ngampus. Aku udah kangen kamu say..."
Antusias aku membaca WA sahabatku Layla, dialah satu-satunya sahabatku yang selalu ada di saat aku sedih, dia seperti saudara bagiku.
"Alhamdulillah baik Lay, iya Mas Ardan harus menemui mahasiswa bimbingan skripsinya, aku juga kangaeeen banget dengan sahabatku yang cerewet ini, besok aku insyaallah masuk"
"OK, aku tunggu ya say....! Bye"
Setelah mengelilingi seluruh area rumah aku bergegas menyiapkan makan siang, tadi Mas Ardan bilang akan makan siang di rumah. Kubuka kulkas yang terletak di sudut dapur, ternyata telah tersedia ikan, berbagai sayur, dan buah. Akhirnya kuputuskan masak sayur sop dan gurame goreng serta sambel terasi, semoga saja Mas Ardan menyukai masakanku. Hanya mengikuti insting saja kalau di kulkas tersedia itu kuanggap memang kesukaan Mas Ardan, dia memang suamiku tapi aku belum tau makanan ataupun minuman kesukaannya, hobby, atau pun karakter aslinya.
"Mmm ...aromanya sedap" tiba-tiba suara Mas Ardan berbisik lirih ditelingaku, tubuhku menegang merasakan hangat tubuh bagian belakangku yang hampir menempel di d**a bidang suamiku. Aku membeku, jantungku berdebar hebat setiap berdekatan denganya, apa aku jatuh cinta? Ah tentu bukan.. aku belum merasakan itu atau memang aku senaif itu hingga tak bisa membedakan rasa cinta atau bukan.
"Loh kok tambah melamun!" Ucapnya dengan senyum lembut sambil melambaikan tangan tepat di depanku saat dia sudah berpindah tepat di sampingku.
"Mas kapan datangnya kok saya nggak dengar!" Jawabku sambil bergeser untuk membuat jarak lalu menyibukkan diri mengambil piring dan sendok untuk menetralisir kecanggungan. Kecanggungan ini selalu hadir saat Mas Ardan di dekatku tapi Mas Ardan justru sebaliknya, aku tak pernah mendapatinya malu ataupun sungkan.
"Ayolah kita makan aku sudah tak sabar mencicipi masakan istriku tercinta" ucapnya santai tanpa menjawab pertanyaanku.
"Masakanmu enak persis masakan Mama kamu" pujinya yang seketika membuat pipiku memerah. Aku bersyukur Mas Ardan menyukai masakanku hingga hidangan di meja tandas tak tersisa.
"Eh tunggu-tunggu dia bilang persis masakan mamaku! Kapan Mas Ardan makan di rumahku, aku hanya bertemu dengannya 3 kali, pertama saat tak sengaja bertabrakan di parkiran kampus, kedua saat Mama di rumah sakit, dan ketiga saat ijab qobul, berarti Mas Ardan dengan Mama sudah kenal lama" otakku berusaha mencerna tapi seperti labirin yang membingungkan.
"Kamu ini hobby-nya melamun saja!" ucapnya sambil menyuapi buah apel yang sudah kupotong dadu dan aku menikmatinya tanpa sadar. Tiba-tiba sebuah jari menyentil keningku dan mata hitam kecoklatan itu menyeringai geli.
"Eh Mas Ardan!" Balasku yang baru tersadar sambil meraba kening. Lalu ia berlalu dengan senyum mengembang meninggalkanku penuh tanda tanya.
***
"Aisya ganti baju gi pakai celana aja! Kita akan kencan!" ujarnya setelah sholat magrib berjamaah. Kecupan singkat mendarat dikeningku saat kucium punggung tangannya yang selalu menciptakan rasa berbeda.
"Apa Mas? Kencan!" Tanyaku terkejut. Baru pertama kali ini seorang laki-laki mengajakku kencan, rasanya aneh saja.
"Yah itu kan salah satu cara Mas memenuhi persyaratan yang kamu minta!" Jawabnya santai lalu mengecup keningku sekilas lagi. Lalu beranjak pergi.
Tak sadar tanganku mencengkeram kuat tepat di dadaku, pasti dia mendengar degub jantungku yang tak karuan apalagi wajahku yang terasa memanas karena malu.
***
Ardan pov
Melihat ekspresi Aisya malu membuatku gemas ingin rasanya mencubit pipinya seperti dulu saat iseng mengganggunya. Tapi justru kilasan sedih saat mengenang awal pertemuannya dengan gadis kecil itulah yang muncul, dia Aisya Maharani Putri.
Dulu saat liburan semester pasti kuluangkan waktu beberapa hari di rumah melepas rindu bersama keluargaku di Kediri, tak pernah bosan dengan pemandangan di sekitar sini yang masih alami nan asri dengan hutan yang mengelilinginya, antara rumah warga satu dan yang lain memiliki jarak yang lumayan jauh, dari bawah, rumah warga tampak bertengger di atas bukit, tak jauh dari rumah warga terdapat sungai yang lumayan deras dengan bebatuan besar, airnya jernih bahkan aku bisa melihat ikan-ikan berlarian di celah-celah bebatuan dengan riang. Tak tahan hanya memandang kuputuskan menuruni anak sungai dan berulang kali memotret dari berbagai sudut, entah dijepretan keberapa aku menangkap sesosok gadis kecil duduk sendiri menunduk dengan pandangan tertuju ke arah kedua kakinya yang berayun dan berkecipuk dalam arus kecil air, dengan rasa penasaran kudekati gadis kecil yang masih mengenakan seragam merah putih itu.
Kudekati berlahan gadis itu, pikiranku tak karuan antara takut dan penasaran, aku yakin dia seorang gadis manusia bukan makhluk sebangsa makhluk astral.
"Dek ngapain di sini sendiri?" Tanyaku penuh penasaran sambil menyentuh pundaknya berlahan. Seketika aktifitasnya terhenti dan menoleh ke arahku.
Deg...
Pandangannya kosong, dalam netra hitam pekat itu aku seolah terseret di dalam pusaran gelap yang tak berdasar.
_________________&&&_________________
Judul Buku : Memory of Love
Author : Farasha