Dengan canggung aku menaiki motor Mas Ardan, tak menutup kemungkinan tubuhku akan menempel di punggungnya. Saat memposisikan duduk ternyaman tiba-tiba dia menarik tangan kiri lalu tangan kananku bergantian trus melingkarkan erat diperutnya.
"Awas jatuh! Pegangan yang kuat!" Ucapnya masih menggenggam erat tangannku, aku hanya menurut saja meskipun aku begitu canggung, tak terasa sudah 10 menit kami menyusuri jalanan kota dan entah sejak kapan kepalaku sudah bersandar nyaman dipunggunggunya, aroma maskulin menguar menenangkanku. Aroma ini terasa familiar, mengingatkanku pada seseorang di masa laluku, tiba-tiba perasaan rindu pada Bang Faris menguap, semua kenangan bersamanya terlalu indah untuk dilupakan. Aku merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya pada seorang lelaki tepat di kelas 8 SMP, dialah yang mengajarkanku tentang keikhlasan dan kesabaran dalam menjalani ujian hidup.
"Aisya kita sudah sampai!" Panggilnya mengagetkanku dari lamunan.
"Iya mas!" jawabku gugup sambil melepas pegangan tanganku. Lalu dengan santai dia menggenggam tanganku menuntun ke sebuah warung pinggir jalan, warung ini tampak ramai pengujung meskipun hanya lesehan. Akhirnya Mas Ardan menyuruhku duduk di meja nomor 9 dan dia mengambil posisi di sebelah kiriku.
"Mau makan apa Aisya? Di sini menyediakan berbagai menu, yang menjadi andalannya adalah bebek goreng dan gurame bakar!" Tanyanya dengan menunjukkan daftar menu yang dia pegang ke arahku.
"Terserah Mas aku ngikut aja!" jawabku singkat.
Selang 15 menit pramusaji datang dengan menu yang sudah dipesan Mas Ardan, aku memilih bebek goreng dan lalapan, sedang Mas Ardan Gurame bakarnya, aroma sedap menggelitik perutku yang sedari tadi protes meminta jatah. Tapi saat aku mau mencuil bebek dihadapanku Mas Ardan meraih piringku lalu membelahnya menjadi potongan kecil-kecil memudahkanku untuk menyantapnya, seketika rona wajahku memerah karena malu dengan perhatiannya.
"Jangan makan sambal kamu kan nggak suka pedas!" Mengingatkanku dengan tatapan sayang. Lalu dia memindahkan gurame bakar separuhnya ke piringku. Aku tak menyangka Mas Ardan sudah mengetahui apa yang kusukai dan tak kusukai.
"Loh Mas kok dipindah dipiringku, aku udah kenyang!" Protesku sambil mengelus perutku yang memang sudah kenyang tapi sambil melirik sayang juga klo tak memakan gurame yang tampak lezat ini.
"Udah makan aja!" Sahutnya sambil meraih minuman di depannya.
"Klo sikap Mas Ardan terus-terusan begini tak butuh waktu lama aku akan jatuh cinta!" Ucapku dalam hati lalu bibirku mengulas tersenyum bahagia.
*****
"Aisya, gini aja nggak usah pakai jilbab klo kita di rumah, aku suka lihat rambut kamu, cantik!" ucap Mas Ardan sambil menghampiriku lalu duduk di tepi ranjang, dengan lembut ia benahi jilbabku, lalu melepasnya berlahan dengan tatapan dalam ke manik mataku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Tiba-tiba jemari kokohnya meraih anak rambutku dan menyelipkan kebelakang telinga.
Deg...
"Mas mau kemana kok bawa bantal sama selimut!" Tanyaku heran setelah melepas jilbabku tadi Mas Ardan mengambil bantal dan selimut tepat di belakangku yang kukira akan memelukku, aku masih membeku merasakan hembusan nafasnya tepat di wajahku yang berhasil menciptakan sensasi luar biasa yang tak bisa kuartikan.
"Kita kan pacaran dulu, mana ada pacar tidur sekamar, nanti aku khilaf lagi!" Ucapnya dengan senyum jail sedang aku hanya melotot tak percaya dengan tingkah Pak Dosen ganteng ini, padahal di kampus Mas Ardan terkenal disiplin dan tegas, bahkan dingin saat bersama mahasiswinya. Tapi di depanku sungguh berbeda, dia sangat lembut dan romantis.
Cup, "Selamat malam kekasihku!" Ucapnya dengan menjejakkan ciuman dikeningku.
*****
"Mas aku masuk kelas dulu ya!" Pamitku sambil meraih tangan dan mencium pundak tangannya namun sebelum aku berbalik badan Mas Ardan menciup keningku sekilas lalu mengerlingkan mata.
"Modus!" Ucapku keceplosan namun aku cuek tanpa melihat ekpresinya kututup pintu mobil dengan cepat dan pergi menuju kelas. Melihat Layla dari kejauhan membuatku ingin segera menghampirinya, sudah tiga hari di rumah membuatku sangat bosan. Aku rindu bercanda dengan teman-temanku seminggu ini aku stress dengan kejutan yang serba mendadak, setelah sebulan kehilangan Mama dan menjadi seorang istri dosen idola di kampusku sungguh menguras seluruh pikiranku.
"Hay Aisya!, idih pengantin baru bikin iri aja," Sapa Layla menggodaku lalu kami berpelukan erat.
"Ssttt.. Jangan keras-keras bikin malu aja!" Balasku mencelos.
Karena tadi aku sudah janjian berangkat lebih awal jadi kita berdua bisa bercerita panjang lebar, tak ada yang kututupi dari Layla kecuali perasaanku pada Mas Ardan yang aku sendiri belum mengerti.
Saat di depan pintu kelas aku di kejutkan dengan seorang perempuan cantik bak super model, dia mengenakan sebuah dress selutut berwarna peach, rambut panjang tergerai indah, make up natural menambah kecantikannya, dengan high heels 9 cm yang senada dengan dressnya tampak anggun dan berkelas. Semua mahasiswa yang berada di sekitar kelasku melongo terpesona menatap perempuan itu.
"Mana yang namanya Aisya!" Tanyanya ramah pada Nuri teman sekelasku, tanpa menjawab Nuri dan teman-temanku yang lain menatapku bersamaan dan seketika perempuan itu menoleh dan menatapku penuh amarah. Dia segera menghampiriku dan Layla yang kebingungan. Namun saat tangan perempuan cantik itu mendekat dan hendak melayangkan tamparan di pipiku aku segera menangkapnya dan menatapnya dengan sorot permusuhan.
"Anda siapa? Seenaknya mau menampar orang sembarangan, apa Anda tidak pernah sekolah hingga melakukan ini? Dan satu lagi saya tidak mengenal Anda!" ancamku dengan berani masih memegam erat pergelangan tangannya yang meronta, dan tanpa memperdulikan orang di sekelilingku yang menatap dengan berbagai argumen, aku tak perduli semua itu karena aku bukan gadis lemah dan mengharap belas kasihan dari orang lain. Sebenarnya tadi aku sudah menduga akan ada peristiwa seperti ini saat tatapannya menghujam manik mataku. Matanya penuh dengan sorot amarah dan kebencian.
"Lepaskan tanganku atau akan ku buat Kau...!" Ancamnya padaku.
"Anda mau apa? Kita tak saling mengenal tapi Anda marah-marah tidak jelas pada saya!" Jawabku santai untuk menekan emosi, mama selalu mengajarkanku setiap masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin, jangan sampai dikemudian hari ada penyesalan. Tiba-tiba dia tertawa sinis dengan menghentakkan cengkeraman tanganku.
"Hai gadis kampungan, aku ini kekasih Kak Ardan, dan kamu hanya duri kecil yang mengganggu hubunganku dengannya!" Balasnya penuh penekanan tapi tak membuatku takut sama sekali, aku sudah pernah mengalami berbagai hal yang lebih buruk dari ini. Aku sebenarnya sudah menyiapkan diri jika suatu hari akan ada perempuan yang mengaku istri ataupun kekasih Mas Ardan, pernikahanku dengan Mas Ardan memang mendadak tanpa kita saling mengenal, jadi wajar menurutku apalagi penggemar Mas Ardan dari kalangan mahasiswi tak bisa dibilang sedikit.
"Hey mbak itu bukan urusan saya, silahkan selesaikan masalah Anda dengan Mas Ardan, saya tidak mau tau!" Balasku tenang namun membuatnya semakin geram.
"Dan satu lagi! Mas Ardan yang memilihku!" Jawabku penuh kemenangan sambil melenggang memasuki ruang kelas bersama Layla sahabat terbaikku.
_________________&&&_________________
Judul Buku : Memory of Love
Author : Farasha