Istri ke dua

1014 Words
POV Suci Karina Maharani "Tidak bisa....!" jawabku Santai. "Kamu tidak punya pilihan lain dek, Niken sedang mengandung anakku.Kamu harus menerimanya sebagai adik madumu dan mengizinkan dia tinggal disini...!" Kata suamiku kekeuh memintaku untuk menerima Niken. "Kalau aku tetap menolak?" Tanyaku memancing. "Maka aku akan menceraikanmu saat ini juga...!" Jawab suami benalu ku itu. "Lakukanlah...! Aku tidak keberatan sama sekali...!" jawabku yang masih santai. Yang sebenarnya hatiku sangat di bakar rasa marah yang sangat membara, aku marah saat suamiku yang dulu berjanji akan mencintaiku sampai akhir hayat justru kini malah mengkhianatiku dengan berselingkuh dengan seorang wanita. Bahkan tanpa tahu malu malah membawa gundiknya itu pulang ke rumah. Wanita mana yang tidak akan marah jika di perlakukan seperti itu. Selama ini aku sama sekali tak mempermasalahkan saat dia tak memberikanku Nafkah sama sekali, gajinya yang hanya seorang pekerja bengkel nominalnya tentu tak seberapa, meskipun katanya gajinya itu setara dengan UMR kota kami yang nominalnya tak sampai 3juta. Aku tak masalah asalkan Dia setia, tapi ini apa? hadeeeeeuuuh...! Mas ikhsan mengetahui profesiku yang seorang penulis, bahkan dia juga tahu nominal uang yang sering kudapatkan setiap bulannya. Meskipun aku penulis pendatang baru dan belum sebanyak para suhu yang rata-rata setiap bulannya bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta, tapi Alhamdulillah setiap bulannya aku bisa bergaji paling sedikit 8 juta. dan nominal tersebut cukup untuk mencukupi kebutuhan kami. Sekitar hampir sepuluh bulan terakhir Ibu mertua dan adik iparku ikut tinggal di rumahku, alasannya cukup simpel karena ingin juga tinggal di rumah besar seperti rumahku. Aku sih tak masalah toh kamar di rumahku ini cukup banyak dan itu cukup untuk menampung Ibu mertua dan adik iparku itu. Ibu mertuaku berusia hampir 50 tahun, namanya Windarti dia merupakan seorang janda, karena Bapak mertuaku yang merupakan seorang abdi negara sudah meninggal hampir 1,5 tahun yang lalu, beliau memiliki 2 orang anak, yang pertama adalah suamiku yaitu Ikhsan Prabowo berusia 27 tahun, sedangkan yang kedua adalah Hisyam Prabowo berusia 21 tahun. Hisyam sendiri sudah bekerja di pabrik sebagai buruh, dia menolak untuk melanjutkan kuliahnya dengan alasan sudah tidak minat untuk belajar, padahal yang aku tahu dia memilih itu adalah hanya semata-mata ingin meringankan beban ibunya yang hanya mengandalkan uang pensiun saja. Ikhsan dan Hisyam meskipun saudara kandung tapi kepribadian mereka sangatlah berbeda, Hisyam terlihat cuek terhadap Ibunya namun sangat menyayanginya, beda dengan Ikhsan suamiku yang terlihat sangat dekat bahkan cenderung manja kepada beliau. "Kalau begitu silahkan angkat kaki dari rumah ini, karena tentu kami akan tinggal disini menunggu kelahiran anak kami yang mungkin sekitar 2 bulan lagi akan lahir...!" kata suamiku tak tahu malu. "Coba ulangi lagi kata-katamu...!" kataku dengan nada yang mengejek. "Tinggalkan rumah Ini mbak, kalau kamu bercerai dengan Mas Ikhsan tentu kamu harus hengkang dong dari rumah ini...!" kata wanita yang tadi di perkenalkan suamiku bernama Niken itu. "Meninggalkan rumah ini? Nggak salah? Coba deh di ingat-ingat, takutnya kamu amnesia loh Mas...!" kataku mengejeknya. Mas ikhsan terdiam cukup lama, mungkin dia baru ingat jika rumah ini adalah rumahku pribadi, bahkan rumah ini ada jauh sebelum aku mengenal mas Ikhsan. Rumah yang aku tempati adalah warisan dari Orangtuaku yang sudah tiada karena sebuah kecelakaan dulu, bahkan aku juga mewarisi sebuah perusahaan yang kini di kelola oleh sahabatnya ayah, namun keluarga suamiku tak pernah mengetahuinya. "Sudah ingat belum mas? perlu aku ingatkan?" kataku lagi. "Ehhh... ada tamu rupanya...!" Tiba-tiba saja Ibu mertuaku keluar dari kamarnya kemudian ikut masuk dalam obrolan kami. "Bukan Tamu Mah, tapi penghuni baru rumah ini...!" Jawab Niken dengan pedenya. "Oh iya lupa, kamu istrinya Ikhsan juga kan? tentu saja kamu adalah nyonya di rumah ini, apalagi kamu akan melahirkan cucu keturunanku, aduh senengnya...! jadi tidak sabar menunggu dia launching...!" kata Ibu mertuaku. Aku hanya diam menyimak atas apa yang mereka bicarakan, dari sini aku bisa menyimpulkan bahwa Ibu mertuaku sudah mengetahui kecurangan anaknya terhadapku. Tiba-tiba saja aku menjadi merasa bodoh di sini, rupanya hanya aku sendiri yang tak mengetahui perselingkuhan besar suamiku. "Bangsattttt...!"dalam hati aku mengumpat keras atas kebodohanku ini. Sebisa mungkin aku menahan emosiku, aku tidak mau terlihat lemah di hadapan mereka, toh di sini, jika kami berpisah, bukan aku yang rugi, tapi merkalah yang rugi karena akan kehilangan orang yang tulus sepertiku. Tak ada gunanya marah-marah, itu hanya akan membuat mereka semakin merasa menang karena telah mempermainkan ku. "Kamu ini bagaimana sih Suci? Ada tamu spesial begini kok tidak kamu buatkan minum? Kasihan loh dia sepertinya kehausan, mana sedang mengandung...!" Kata ibu mertua yang sama sekali tak aku tanggapi. "Tamu istimewa mama, bukan tamu istimewa ku...!" jawabku asal. "Dasar wanita mandul...! pantas saja Alloh tak memberikanmu keturunan, kamunya saja tak ada empati sama sekali pada wanita hamil..!" kata Ibu mertuaku yang tentunya lebih tepat di katakan sebagai hinaan dan sindiran. "Jadi Mama selama ini tahu kalau mas Ikhsan ada hubungan dengan wanita ini?" tanyaku yang sama sekali tidak memperlihatkan kemarahan. "Ya jelas tahu lah, Mama juga menghadiri pernikahan nya kok...!" jawab ibu mertuaku itu pongah, sama sekali tak kutemukan penyesalan di ucapannya,bahkan kata-katanya terlihat seperti ejekan kepadaku karena telah berhasil menipuku. Aku berdiri kemudian bertepuk tangan dengan keras, aku pun tertawa dengan lepas menanggapi pengakuan Ibu mertuaku tersebut. "Bagus...! kalau begitu Mama siap dong angkat kaki dari sini?" kataku dengan santai seolah tak mempermasalahkan apa yang di ucapkannya. "Sebentar lagi Aku akan bercerai dengan mas Ikhsan, dan tentu saja kalian harus keluar dong dari rumahku?" aku berkata tak kalah sombongnya kepada Ibu mertuaku itu. "Sudah jelas kan ya? sudah selesai kan? Aku beri waktu kalian 30 menit untuk berkemas, ingattt...! jangan bawa apapun dari rumahku! kalau itu kalian lakukan, maka kalian akan aku laporkan ke kantor polisi...!" kataku sambil berlalu menuju kamarku. Tak kupedulikan lagi apa yang mereka katakan tentangku, dengan langkah lebar aku berjalan ke arah kamarku, hari ini aku kalah dengan keadaan lagi, aku hancur oleh laki-laki yang sangat aku cintai itu. Bohong jika aku katakan aku tak cemburu atau sakit hati dengan apa yang di lakukan oleh suamiku itu, selama pernikahan kami tak sekalipun kami bertengkar, bahkan dia selalu bersikap baik dan romantis kepadaku selama ini. "Bangsattttt...!" lagi-lagi aku mengumpat dalam hatiku. Rupanya itu hanya topengnya semata hanya untuk mengelabuhiku tentang kebusukannya di belakangku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD