Sebuah Puisi

1154 Words
"Anak-anak! Ibu sudah membaca tugas puisi yang kalian kumpulkan minggu lalu. Sekarang ibu akan memanggil tiga dari kalian untuk maju ke depan dan membaca puisi yang sudah kalian buat. Tiga orang yang ibu panggil ini adalah yang mendapatkan nilai paling tinggi untuk tugas kali ini." jelas ibu Rossa yang merupakan guru bahasa Indonesia di kelas satu, yang merupakan guru Saiqa. "Ibu juga ingin kalian menceritakan makna dari puisi yang kalian buat!" tambah ibu Rossa yang saat ini bangkit dari tempat duduknya dan memegang kertas yang berisi puisi yang dibuat Saiqa dan juga teman-temannya. "Baiklah yang terakhir adalah Puisi yang berjudul Menanti Senja di Kaki Langit karya Saiqa! Saiqa silahkan maju ke depan nak, kamu baca puisi yang sudah kamu buat ini dan jelaskan juga alasan atau cerita apa yang ingin kamu sampaikan dalam puisi ini! Bisa kan Saiqa?" Tutur Ibu Rossa yang sembari menghampiri meja Saiqa yang berada di deretan paling depan. "Insyaallah Saiqa bisa ibu guru!" jawab Saiqa yang melemparkan senyum manis pada gurunya itu. Menanti Senja di Kaki Langit. Goresan jingga mulai nampak terlihat di kaki langit. Dua anak manusia tengah duduk menikmati senjanya di bibir pantai. Suara ombak yang merdu, hembusan angin yang lembut pun ikut menyapa mereka. Tak ada satupun yang mengucap kata, bibir mereka terkatup rapat. Mereka hanya datang untuk menikmati senja yang indah. Perjalanan hidup yang mereka lalui sungguh lah berat. Jadi untuk apa mereka harus berdebat dengan dunia. Selagi langkah kaki masih berpijak, maka nikmati saja alurnya. Dan goresan senja di kaki Langit sana selalu menjadi saksi perjuangan mereka. Mereka sudah berjanji akan bertemu kembali di sana, sepanjang kisah hidup yang berlalu. Saiqa membacakan puisinya dengan sepenuh hati, lalu menjelaskan apa yang tersirat dari puisi tersebut. Tepuk tangan pun bersambut ketika Saiqa menyelesaikan tugasnya. "Terimakasih Saiqa, baiklah anak-anak pelajaran hari ini ibu sudahi ya, kalian masih punya waktu 5 menit lagi sebelum bel berbunyi. Silahkan kalian membereskan buku-buku kalian dan pastikan tidak ada buku pelajaran atau barang lain yang tertinggal di kolong meja kalian. Agar buku kalian tidak hilang." Jelas ibu Rossa mengingatkan para muridnya karena keesokan paginya kelas itu akan di tempati oleh kakak kelas mereka. "Siap bu guru." Jawab seisi kelas dengan kompak. "Saiqa!" Ibu Rossa menghampiri Saiqa yang sedang membereskan buku-buku miliknya. "Iya ibu guru, ada apa?" jawab Saiqa dan langsung menghentikan kegiatannya. "Nanti kamu jangan langsung pulang yaa, ke ruangan ibu dulu sebentar! Ada yang ibu ingin bicarakan dengan Saiqa!" titah ibu Rossa sebelum meninggalkan kelas itu. "Baik bu" jawab Saiqa singkat. "Kok ibu guru nyuruh kamu ke ruangannya? Tumben amat, apa kamu ada buat kesalahan Qa?" tanya Tian teman sebangku Saiqa yang yang terlihat sangat penasaran. Saiqa hanya membalas dengan menaikkan kedua bahunya. Tok..Tok..Tok.. Saiqa mengetuk pelan pintu ruang guru. "Permisi." ucap Saiqa lembut, yang berdiri di ambang pintu. Setelah mendapatkan izin untuk masuk ke ruangan itu barulah Saiqa berjalan menghampiri meja Bu Rossa. Ibu Rossa yang terlihat sedang memeriksa buku-buku tugas para muridnya yang sudah menumpuk hampir seperti gunung di atas meja kerjanya. "Tarik kursinya ke sini nak, ada hal penting yang ingin ibu bicarakan sama Saiqa!" perintah ibu Rossa. Saiqa pun menarik salah satu kursi plastik yang ada di depan meja guru lainnya yang tengah kosong itu, lalu duduk di hadapan Bu Rossa. "Ibu sudah baca tugas puisi yang kamu buat Saiqa. Ternyata kamu adalah siswi yang berbakat! Menurut ibu, puisi buatanmu sangat bagus dengan rangkaian kata yang luar biasa. Karya sebagus itu, dibuat oleh anak seumuran kamu memang terdengar sedikit mustahil. Tapi kamu tidak mengambil karya orang lain kan nak? Itu murni hasil buatanmu sendiri kan?" Tanya ibu Rossa sedikit merasa tak yakin mengingat " Karya itu memang buatan saya sendiri bu. Saya tidak mengambil karya orang lain bu." jawab Saiqa sedikit tegas. "Baguslah kalau ternyata puisi ini murni karangan kamu" ibu Rossa menghela nafas. "Ibu ingin kamu ikut lomba mengarang indah tingkat nasional nak, memang ini bukan lomba menulis puisi tapi ibu yakin kamu juga menulisnya sebagus puisimu itu. Lomba kali ini temanya sekolah idamanku, dan satu sekolah akan diwakilkan oleh satu orang anak. Kamu coba buat saja dulu, nanti pihak sekolah akan menyeleksi karangan kalian dan memilih 1 karangan untuk dikirim ke pusat. Kalau karangan kamu berhasil masuk 40 besar, kamu akan dikirim ke ibu kota untuk mempresentasikan hasil karyamu itu. Lomba ini sebenarnya hanya di ikuti oleh anak kelas 2-3 tapi melihat bagaimana hasil puisimu ibu sengaja memilihmu untuk ikut." Tutur ibu Rossa panjang lebar seraya menatap Saiqa penuh harapan. "Kamu mau kan?" tanya ibu lagi Rossa sambil melemparkan senyuman penyemangat untuk Saiqa. "Saiqa mau bu guru, nanti Saiqa coba buat ya!" Saiqa sangat bahagia mendengar penuturan dari ibu gurunya itu. "Terimakasih nak, semoga kamu bisa terpilih nantinya!" Seru ibu Rossa. "Besok pagi ibu akan tempel poster lombanya di majalah dinding sekolah, nanti kamu bisa melihat syarat pendaftarannya." sambungnya. "Baik Bu." Ucap Saiqa. "Ya sudah nak kamu boleh pulang!" Ucap Bu Rossa. Saiqa pun pamit dan meninggalkan sekolahnya. ***** "Assalamu'alaikum, Saiqa pulang" Saiqa membuka pintu rumahnya, tapi dia tidak mendengar balasan salam dari siapapun. "Kok gak ada siapa-siapa ya di rumah" gadis itu keheranan karena menemukan rumahnya sepi. Biasa setiap pulang sekolah, ada Inaq yang akan menyambutnya. Saiqa kemudian bergegas ke belakang rumahnya di sana sungai kecil dan juga sebuah bilik kecil yang merupakan kamar mandi mereka. "Ohh ternyata Inaq sama Amaq di sini" batin Saiqa melihat kedua orangtuanya membersihkan dan menyiapkan sayur-sayuran yang akan mereka bawa ke pasar besok pagi. "Assalamu'alaikum inaq amaq!" Saiqa mendekati dua orangtuanya itu. "Ehh Saiqa udah pulang sekolah sayang" sambut Inaq dengan penuh senyuman. "Saiqa boleh bantu mengikat sayuran-sayuran itu?" Tanya Saiqa yang selalu senang membantu orangtuanya. "Tidak usah nak, kamu pasti lelah kan tadi di sekolah. Masuklah dan istirahat yaa nak!" Pinta amaq. "Iya sayang, Saiqa pasti capek kan baru pulang sekolah" tambah inaq yang tidak pernah ingin anak kesayangannya ikut lelah karena membantu pekerjaan mereka. "Mandi, ganti baju sebentar lagi mau magrib! Di kamarmu juga ada hadiah buat kamu dari kak Zie, cepat lihat sana!" Seru Amaq. "Ohh yaa?" Jawab Saiqa dengan senyum lebar yang dibalas anggukan oleh keduanya. Saiqa pun bergegas menuju ke kamarnya, dan betapa senangnya dia ketika menemukan ada kotak sepatu di atas kasurnya. "Tapi kak Zie mana yaa? Kenapa bukan dia yang ngasih langsung ke Saiqa? Ahh pasti dia sedang mengambil jam segini!" batin Saiqa yang tengah asik memandangi sepatu barunya. "Sepatunya jangan dilihatin terus, pakai dong!" Goda anak laki-laki yang kini sedang berdiri di ambang pintu. "Kak Zieeee makasih ya udah beliin Saiqa sepatu baru" Saiqa meraih tubuh kakaknya dan memeluknya. "Iya sama-sama! Bagaimana? Bagus bukan? Kamu suka kan?" Tanya Zie sambil mengusap kepala adik kesayangannya. "Saiqa suka banget, kak Zie pinter banget milihnya" Saiqa melepaskan pelukannya. "Iyalah kakak kan emang pinter, ga kayak kamu" ledek Zie. "Idih PD amat sih kakak, kalau Saiqa nggak pinter ya nggak akan bisa loncat kelas dong." Saiqa berbangga diri. "Ya ya tau dah yang jadi kodok tinggal loncat aja." Seloroh Zie yang membuat mereka berdua tertawa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD