"Hasna keluar kamu, dasar gembel tidak tahu diri. Sudah bagus kamu di kasi tinggal di kampung ini sama warga tapi kamu dan anak-anak mu yang tidak tahu di untung itu malah berulah." Maki-maki seorang wanita di luar sana.
Beruntungnya putri kecilnya sedang tertidur pulas, sehingga hanya dia yang mendengar caci maki dari tetangganya itu. Wanita bernama Hasna itu pun bergegas keluar dari dalam rumahnya untuk menemui wanita yang tengah mengamuk di luar sana.
"Maaf bu, ada masalah apa ini sebenarnya? Kenapa ibu berteriak-teriak di depan rumah saya?" tanya polos Hasna dengan sopan.
"Jangan berpura-pura sok polos seperti itu, mana anak lelaki mu yang nakal itu. Berani sekali dia memukul wajah tampan putraku sampai babak belur begini." Sentak suara wanita itu lagi.
"Anakku sedang mengambil air Bu, tidak mungkin Zie berani memukul anak ibu sampai seperti itu kalau memang anak ibu tidak menganggunya lebih dulu." Sanggah Hasna dengan wajah cemasnya, ia sungguh tak ingin bermasalah dengan wanita satu ini.
"Halah tidak usah banyak penjelasan kamu Hasna, dasar keluarga miskin. Beraninya main tangan, emang dasar anak kamu saja yang kurang didikan." Maki wanita bernama Suci itu yang merupakan istri dari juragan tanah di kampung tersebut.
Hasna lebih memilih diam, menjawab pun akan percuma. Perdebatan itu tidak akan bisa ia menangkan, jadi lebih baik ia mengalah saja dan menunggu putranya pulang. Hanya beberapa detik saja setelah Suci mengeluarkan makiannya, Zie pun datang dengan memikul sebatang bambu di bahu kanannya, dimana ujung-ujung bambu itu menggantung dua ember berisi air.
"Assalamualaikum." Zie mengucapkan salam seraya menurunkan beban yang ia pikul dari bahunya.
"Nah ini dia si anak nakal pulang juga!" Sentak Bu Suci seraya menendang emeber yang berisi air itu, membuat Zie hilang keseimbangan dan tubuh kecilnya terjatuh ke tanah dengan posisi duduk. Pakaiannya basah karena percikan air dari ember yang tumpah, belum lagi pantatnya terasa nyeri. Hasna hanya bisa memasang wajah terkejutnya tanpa membantu putranya untuk berdiri.
Sementara Rayyan tengah tersenyum senang atas perlakuan ibunya pada anak tidak tahu diri itu. Ia merasa menang dan bisa menyaksikan penderitaan temannya, ya setidaknya dia bisa membalas perbuatan anak itu padanya.
Tanpa meringis sedikit pun, Zie bangkit dari tempatnya. Ia tetap terlihat tenang dengan tatapan tajamnya ke arah tetangganya itu.
"Eh berani kamu ya ngeliatin saya begitu, dasar anak kurang ajar. Apa kamu tidak pernah di ajarkan sopan santun!" Sentak ibu Suci lagi dengan kedua mata melotot pada Zie.
"Sepertinya kata-kata itu lebih pantas untuk ibu sendiri. Apa ibu tidak merasa malu sedikit pun berlaku kasar pada anak kecil sepertiku tanpa bertanya atau mencari tahu dulu siapa yang membuat masalah duluan?" Ucap Zie dengan tegas. Zie bukan anak lemah seperti Rayyan yang hanya bisa mengadu pada ibunya. Kalau dia memang berada dalam posisi yang benar maka Zie akan membela dirinya dengan lantang.
Ibu Suci tersenyum sinis, "wah bocah tak berguna sepertimu bahkan sekarang menceramahiku!" Ucap Suci tak percaya dengan perlawanan Zie.
"Setiap anak di dunia ini di lahirkan dengan kelebihan mereka masing-masing. Jadi tidak ada istilah anak tak berguna, semua anak terlahir dengan keunggulan mereka masing-masing. Jadi kalau memang ibu merasa seseorang yang terhormat, berpendidikan dan lebih tinggi dari kami, bukan kah melakukan hal seperti ini hanya akan memalukan dan merendahkan derajat ibu sendiri? Jadi, dari pada ibu membuang waktu mengomel di sini dengan putra tercintanya ibu itu, lebih baik ibu pergi saja!" Usir Zie secara halus.
Ucapan Zie bagai sengatan listrik yang luar biasa, membuat getaran hebat dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Bu Suci merasa tertampar keras perkataan anak kecil itu, dengan wajah merah padam serta luapan emosi yang tertahan wanita itu menghentakkan kakinya dan menarik kasar lengan putranya, beranjak pergi meninggalkan rumah kumuh itu. Meninggalkan Zie dan juga ibunya.
"Lihat kamu hanya membawa masalah saja untuk kami, sampai kapan kamu akan terus seperti ini?" Sentak Hasna pada putranya.
"Aku tidak membawa masalah untuk ibu, mereka lah yang membuatkan aku masalah. Bahkan di sekolah mereka sengaja mengerjai ku agar guruku memberikan hukuman untukku. Bukankah seharusnya orang tua selalu membela anaknya, tapi kenapa ibu malah menyalahkan ku?" Ucap Zie seraya menatap sedih wajah cantik ibunya yang terlihat kotor itu. "Bahkan ibu Suci saja membela anaknya yang jelas-jelas bersalah." Lanjutnya lagi.
"Kamu selalu saja melawan jika inaq kasi tahu. Jangan pernah membandingkan cara orang tua mendidik anak-anaknya, karena kami punya cara kami masing-masing. Dan satu hal yang kamu harus sadar juga bagaimana kondisi kita. Jadi jangan pernah membuat kesalahan lagi, kalau kamu tetap tidak menuruti perkataan inaq. Kamu bisa pergi dari rumah ini!" Ucap Hasna memberikan anaknya sebuah pilihan. Setelah menyelesaikan ucapannya Hasna berlalu pergi minggalkan Zie masuk ke dalam rumah.
Ketika wanita itu sudah berlaku ke belakang rumah, Saiqa pun keluar dari persembunyiannya. Ya sedari tadi gadis kecil itu sudah bangun ketika sang kakak sudah pulang, tapi karena ada suara ribut-ribut di luar sana Saiqa pun bersembunyi di balik pintu dan mendengarkan semua percakapan orang dewasa pada anak-anak kecil itu.
"Kakak baik-baik saja?" tanya Saiqa dengan wajah sedihnya.
"Tentu saja kakakmu ini baik-baik saja. Hanya masalah kecil seperti itu tidak akan membuat kakak cengeng sepertimu!" Seloroh Zie dengan senyum mengembang di wajah tampannya yang tersembunyi.
"Ish kakak ini, aku sudah khawatir malah kakak masih bisa tersenyum lebar." Saiqa memasang wajah cemberutnya.
"Sudah ah, nggak usah cemberut begitu jelek tau. Bagaimana kalau bantu kakak saja pergi ambil air lagi!" Ucap Zie.
Saiqa langsung tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya, "ya Saiqa mau." Ucap gadis kecil itu bersemangat.
Dua bocah bersaudara itu pun mengambil kembali ember-embernya lalu berjalan bersama menuju tempat pengambilan air.
"Kakak nggak jualan sore ini?" tanya Saiqa yang kini berjalan di depan kakaknya.
"Jualan dong, tapi selesai mengisi ember-ember ini dulu." Jawab Zie.
"Saiqa boleh ikut?" tanya gadis kecil itu lagi.
"Tentu saja boleh, tapi kamu harus izin dulu sama inaq dan Amaq. Kakak nggak mau lihat kamu nanti di marah lagi karena pergi sama kakak tanpa pamit." Titah Zie.
"Siap komandan." Jawab Saiqa seraya menoleh ke belakang dengan memberikan hormat pada kakaknya.
Zie pun tersenyum lebar melihat kelakuan saudari perempuannya itu. Di dalam perjalanan mereka ternyata ada seorang anak laki-laki yang mengawasi dua saudara itu, tatapan anak itu tertuju pada senyum gadis kecil yang selalu terlihat manis itu.
"Lihat saja nanti, aku akan membuat senyum itu hilang dari wajah adikmu itu." Gumam anak lelaki itu menyeringai.