2. Penguasa Dunia Malam

1829 Words
Suara tepuk tangan meriah memenuhi ruangan. Ruang konferensi yang dipenuhi orang berjas yang melempar senyum pada satu-satunya orang yang berdiri di mimbar podium. Senyumnya mengembang syahdu. Aura karismatiknya menguar bersamaan dengan rahang kokoh dan postur tegap terbalut vest hitam. Ia melangkah keluar diikuti oleh asistennya. Tadi, laki-laki matang itu telah menyelesaikan tugas sosial akhir bulannya untuk menyemangati tim perusahan Marketplace Giant Corperation atau sering dikenal MG Corp. Perusahaan marketplace terbesar yang menaungi para penjual online di seluruh dunia. Berpusat di Kanada dengan sistem analisis yang didukung oleh teknologi maju. Delano Regan Anderson, dialah pemilik MG Corp. Seorang pujangga yang sedang menikmati kesuksesan dunia. “Apa lagi jadwal ku?” tanya Regan. “Setelah ini kosong Tuan. Anda sudah menyelesaikannya dengan cepat di beberapa pertemuan pagi tadi. Selamat menikmati waktu santai Anda malam ini,” ucap sopan Gio. Sekretaris Regan. “Humm… aku akan menikmatinya dengan baik,” Regan mengendurkan dasinya. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Ada satu rahasia yang tidak diketahui siapa pun di dunia ini kecuali orang-orang kepercayaannya. Ya, Regan adalah penguasa daratan malam. Tanah surga beserta bisnis dan pergerakan kotor adalah miliknya. Kenyataannya Regan memulai marketplace panutan banyak orang itu dari penghasilan dunia bawah. Uang panas itu lah dasar dibangunnya MG Corp hingga besar seperti sekarang. Ironis sekali, kadang Regan ingin tertawa saat orang-orang itu memujinya dan menjadikan Regan sebagai panutan. Mereka tidak tahu, liciknya Regan dalam memanfaatkan dunia malam. “Gio, berikan padaku data tikus got itu!” ucap Regan seraya mengulurkan tangan. Profil seseroang nampak pada layar Ipad yang disuguhkan Gio barusan. Regan menggerakkan jempolnya naik turun guna membaca detil informasi orang yang mengganggu aktifitas bisnisnya. “Dia menyelundupkan barang kita diam-diam. Pergerakannya halus, ia pintar tidak menyelundupkan dalam jumlah besar. Tiga kantung setiap bulannya. Karena itulah, aktifitasnya tidak tercium oleh keamanan kita,” jelas Gio professional. Sebagai asisten di dunia bawah dan sekretaris di dunia atas, Giordan Beliar sudah mengabdi pada Regan sangat lama. Terbilang di usianya yang muda, Gio sudah terlibat aksi pembunuhan sehingga membuatnya dijebloskan ke rutan kenakalan remaja. Di situlah Regan memungut Gio. Memolesnya sedemikian rupa hingga ia bisa berbicara santun di balik topengnya yang terlatih. “Begitu ya… hemm, sepertinya tidak ada malam santai untuk ku,” keluh Regan dengan nada layu. Berbanding terbalik dengan seringainya yang menunjukkan semangat. “Gio, siapkan mantel ku,” sambungnya. Malam ini satu lagi tikus got pengkhianat akan dieksekusi! “Baik Tuan,” ujar Gio seraya mengambil kembali Ipad. Ia memandang tajam sosok laki-laki di layar. Pria bernama Daren itu akan menemui dewa kematiannya malam ini. Dan Gio akan menjadi algojo yang mengeksekusi pengkhianat. Selalu seperti ini, jika Regan adalah dewa kematian maka Gio adalah sabitnya. *** Ruang dengan pendar cahaya minim dimasuki oleh Letia. Nampan berisi wine dan dua gelas dibawanya. Tadi ia menerima perintah untuk mengantarkan minuman ke kamar ini. Bar yang cukup terkenal di kota S. Surganya para hidung belang. Sekaligus bar malam yang saat ini menjadi rumah Letia. Ada sepuluh kamar VIP dan satu kamar VVIP. Beberapa ruang perkumpulan yang dibagi dua jenis pula. Gold dan Platinum. Semuanya berada dalam genggaman Daren. Jika ditanya di mana Letia tidur dan istirahat. Jawabannya ada di lantai lima sekaligus lantai paling atas. Ya, bar ini terdiri dari empat lantai. Lantai dasar sebagai tempat orang berjoget ria dengan musik DJ menggelegar. Lantai pertama diisi dengan kasino. Lantai kedua dan ketiga diisi oleh ruang perkumpulan dan kamar. Lalu lantai terakhir yaitu lantai empat. Disitulah tempat tinggal Daren dan di situ juga tempat berisitirahat Letia. Benar, mereka tinggal bersama. Di luar dugaan, jika siang hari Daren memperlakukan Letia dengan layak. Memenuhi kebutuhan hidup. Sandang dan juga pangan. Ia pun tidak bersikap m***m seperti halnya Letia menjumpainya sering mencumbu banyak wanita. Aneh bukan? Ya, Letia juga merasa aneh. Bahkan perlakuan Daren lebih baik ketimbang Ayahnya sendiri. Dulu ia sempat berujar, ‘hiduplah dengan layak sebelum usia mu menginjak dewasa’. Dari situ lah Letia beranggapan semua perlakuan baik Daren hanya investasi di masa depan. Karena Daren menganggap Letia sebagai penghasilan potensial di masa yang akan datang. “Permisi, layanan service,” ucap Letia. Bibirnya telah mahir mengucapkan nada ramah layaknya pelayan. “Taruh saja di meja,” ujar laki-laki tanpa busana atas. Ia membelakangi Letia dengan mata tertuju pada layar handphone. Detik itu juga Letia mencebik. Ia kenal suara itu dan badan itu. Ya, bagaimana tidak kenal? Ia sering menjumpainya bertelanjang d**a di tempat istirahatnya. “Hah! Kau membuang energi ku saja!” dengus Letia. Mencuri lirik laki-laki di sana. “Hahaha… kau mengenaliku ternyata,” sahut Daren seraya berbalik. “Tck, jangan membuang waktuku.” “Waktumu yang mana? Bukankah semuanya sudah kubeli, hm?” goda Daren. Ia mengikis jarak di antara mereka. Meraih dagu Letia seakan ingin menciumnya. “Aku pergi!” timpal Letia. Sudah Letia bilang kan? Kalau siang Daren akan bersikap seperti orang normal sedangkan ketika malam menyapa, ia akan berubah menjadi pejantan haus belaian. Letia bahkan sempat berpikir ia punya kepribadian ganda. “Tunggu dulu. Aku juga pelanggan di sini,” liriknya pada wine yang Letia antar tadi. Daren memberi isyarat untuk menuangkan wine dan menemaninya. Biasanya memang ada pelanggan yang meminta Letia menuangkan wine. Ia pun tak keberatan karena kebanyakan pelanggan tidak memiliki nafsu pada gadis yang menutupi dirinya dengan tudung hoodie. Mereka murni meminta karena malas menuangnya. Namun berbeda dengan Daren. Ia meminta dengan pandangan c***l seperti sekarang. “Kalau aku menolak?” Daren tersenyum simpul. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dengan nominal tertinggi di kota ini. “Akan kuberikan tips ini jika kau mau menuangkan. Kau sedang butuh uang kan? Untuk biaya hidup setelah berhasil kabur dari ku,” sindir Daren. Mengingat beberapa kali Letia mencoba kabur dan berakhir tertangkap. Tatapan tajam Letia layangkan. Ia menyahut uang kertas itu kemudian beranjak ke arah wine dan menuangkannya. “Sudah!” ketus Letia. “Aku ingin ditemani,” goda Daren dengan nada manja. Letia memutar bola matanya. Sebenarnya maunya orang ini apa sih?! “Akan kuturuti jika kau mau menambah tips.” “Fine.” Mereka duduk berdua di dua sofa tunggal yang saling berhadapan di dekat jendela. Saling diam, namun berbeda dengan diamnya Letia. Daren diam dengan pandangan intens mengamati tubuh Letia. Membuatnya risih. “Tumben sekali kau memakai kamar VVIP untuk kepuasan pribadi,” lontar Letia. Jika diam saja, Letia yakin Daren tidak akan menyudahi aksi mengamatinya. “Yah, sekali-kali tidak apa kan. Toh, aku juga membayar.” Ah benar juga! Bar malam ini tidak sepenuhnya milik Daren.Umpama sebuah perusahaan, Daren adalah menegernya sedangkan pemilik utamanya ada jauh entah di mana. Letia sempat melihatnya dulu. Pawakannya tinggi tegap, badannya kokoh dengan jas hitam. Ada pengawal yang tampak seumuran dengan Letia di belakangnya. Tinggal bersama Daren membuatnya sering mendengar keluh kesah Daren secara tidak langsung. Kadang ia mengumpat karena uang setoran yang jumlahnya fantastis tidak memenuhi target. Ia memutar otak untuk bisa memenuhinya. Dari situ, satu hal yang dapat Letia simpulkan. Di atas langit masih ada langit. Kenyataan bahwa Daren takut dengan sosok berjas hitam itu adalah hal yang tidak bisa dibantah. Itu artinya, orang berjas hitam itu harus Letia hindari. Karena ia adalah orang yang lebih bahaya dari Daren. “Ngomong-ngomong bagian d**a mu sepertinya tumbuh dengan baik ya?” ujar Daren seraya meneguk wine dengan santai. Spontan Letia menutupi dadanya. Padahal ia sudah menutupi dengan hoodie jumbo. Bahkan ketika siang hari pun. sehingga tak ada kesempatan buat Daren tahu lekuk tubuhnya. Siapa yang menyangka prediksinya justru tepat? Di antara bagian tubuh Letia, hanya bagian d**a yang tumbuhnya sangat cepat. Membuatnya susah memilih baju. Karena tidak ingin mengekspos bentuk tubuhnya. “c***l!” lontar Letia. “Hahaha, aku hanya bicara fakta. Kenapa kamu marah?” Ucapan Daren diabaikan. Letia sibuk membenahi hoodie sekaligus membenarkan posisi tudungnya yang sudah morat-marit. Gerakan Letia terhenti saat Daren tiba-tiba mencekal pergelangan tangan Letia. “Mau apa?!” sahut Letia ketus. Daren tak bergeming. Ia menatap lurus mata bening dengan iris sebiru langit itu. Senyumnya mengembang samar. “Jangan ditutupi…. Jika di depanku, kau tak perlu menutupi kelebihanmu,” ujarnya seraya membuka tudung hoodie Letia hingga terekspos rambut putih memukau itu. Tangan Daren meraih helai rambut panjang milik Letia. Mengecupnya singkat kemudian mengendus helaian rambut itu. “Kau memakai shampoo ku?” selidiknya. “Ah, yah karena punyaku habis,” lirih Letia. “Seharusnya kau bilang!” “Maaf,” ucap Letia menyesal. “Hei, aku tidak menyalahkanmu. Yang aku maksud, seharunya kau bilang jika shampoo mu habis agar aku bisa membelikannya. Aku tahu kondisi mu yang tidak bisa keluar di siang hari. Pembalutmu saja aku yang membelikan. Jadi jangan sungkan meminta.” Beginilah, kadang Letia dibuat bingung sendiri dengan sikap Daren yang berubah perhatian. sebenarnya, sosok mana Daren yang sesungguhnya? “Tumben kau tidak mengumpat. Kau terkesima pada ku?” ucapnya tengil. “Shut up!” “Hahaha… Letia,” panggilnya lirih di akhir tawa. Tatapannya tak lagi bersahabat. Memandang Letia penuh hasrat. “Tinggal tiga tahun lagi,” gumamnya seraya menutup kepala Letia dengan tudung hoidie. “Sampai saat itu, aku tidak akan membiarkan laki-laki lain menyentuhmu.” Tubuh Letia merinding. Tatapan intens yang seakan bisa mengobrak-abrik hatinya itu menatap Letia penuh nafsu. Letia tahu, ia menyimpan hasrat yang cukup besar. Menunggu Letia sampai dewasa. Seperti menunggu buah yang akan matang pada waktunya. Laki-laki yang masih tampak tampan ini menginginkan Letia. Suara ketukan pintu mengalihkan dua insan itu. Mereka kompak menoleh sampai akhirnya Daren menitahkan masuk. Sosok pria tinggi yang Letia tahu adalah bawahan Daren tampak. Ia berjalan sopan lalu mengatakan, “Tuan, kita kedatangan tamu penting.” Raut Daren seketika muram. “Baiklah, antar dia ke ruang Platinum.” “Letia, malam ini kau tidak peru banyak bekerja. Tidurlah!” sambung Daren. Orang degan gelar tamu penting itu pasti langit lain yang ditakuti Daren. Yah, Letia harus menghindari orang itu. Itu rencananya, namun takdir berkehendak lain. Saat di jalan Letia berjumpa dengan salah satu pegawai bar. Ia terlihat buru-buru dengan linangan air mata. “Letia, please bantu aku,” ucapnya tergesa-gesa. Dia adalah anak baru. Gadis manis yang beberapa hari ini bekerja dengan Daren. Letia dengar ia dijual Ayahnya untuk melunasi hutang. Mengingatkan akan posisinya dulu. “Apa yang bisa kubantu?” sahut Letia. Ia sedikit iba karena gadis ini belum terbiasa. “Mereka datang lagi dan memintaku mengantar minum ke meja mereka. Aku takut, salah satu dari mereka ingin aku melakukan hal itu. Aku tidak mau. Kumohon tolong aku,” isaknya. Terpancar ketakutan pada sepasang manik itu. “Kemana aku harus mengantar?” “Lantai dasar. Meja bersama.” “Baiklah,” Letia meminta kertas pesanan yang digenggam gadis itu. “Kau berhutang padaku!” ujar Letia. “Aku pasti akan membalasnya. Aku janji!” Letia mengantarkan minuman sesuai pesanan di kertas. Tak disangka saat kembali ia dipanggil oleh sekumpulan remaja yang sering membulinya. Pembulian pun terjadi dan tubuh yang Letia lindungi agar tidak terekspos akhirnya terlihat. Membuat mereka tercengang sejenak. Siapa yan menyangka, kebetulan itu mengundang minat seorang tamu penting yang memilih singgah di lantai dasar di saat ruang platinum ditawarkan padanya. Ya, dia adalah Regan Anderson!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD